Laman

Life Must Go On !

Life Must Go On !
Tulis apa yang ingin kau kerjakan, kerjakan apa yang telah kau tulis !

January 25, 2014

Izinkan Aku Memelukmu, Ayah.



Bu, ayah pergi saat umurku berapa tahun?
Hari ini aku ingin memeluknya.
 Pagi ini sangat cerah, pancaran sang surya masuk ke sela-sela jendela kamar Rahmi seolah-olah ingin membangunkan Rahmi yang masih tertidur lelap. Dari kejauhan terdengar suara kicauan burung yang ikut bahagia di tengah cerahnya cuaca hari ini. Lalu terdengar suara jam waker yang menunjukan pukul 06:00 WIB. Kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing.
“ Rahmi, bangun mi, hari ini kamu sekolah kan! Bangun hei bangun!” suara Ibu membangunkan Rahmi

“ Rahmi masih ngantuk bu, lima menit lagi saja ya bu.” Ucap Rahmi malas dan menarik kembali selimutnya.

“ Hei hari ini hari pertama kamu masuk sekolah baru, ya ampuun malasnyaa anak Ibu.” Membangunkan tubuh Rahmi yang masih terbaring di kasur.

“ Baiklah bu, Rahmi bangun niih. Rahmi sayang Ibu.” Rahmipun bangun dan mencium Ibunya.

“ Aduuhhh belum mandi udah main cium aja, ayoo mandi sana. Nanti telat loh!” peluk Ibu kepada Rahmi

“ Iya siiap Ibuku sayaang.” Rahmi bergegas pergi ke kamar mandi.

Dalam hati, Ibu berkata-kata.

( Lihatlah mas, anak kita sudah tumbuh beranjak dewasa. Tidakkah kamu ingin melihat dia. Dia tumbuh menjadi anak yang berbakat sepertimu. Aku harap kamu kembali, mas.)

Tanpa terasa air mata menetes dari mata Ibu, Ibupun pergi dari kamar Rahmi untuk menyiapkan sarapan.


“ Dimana, akan ku cari. Aku menangis seorang diri. Hatiku selalu ingin bertemu, untukmu aku bernyanyi. Untuk ayah tercinta, aku ingin berjumpa walau hanya dalam mimpi… Bahkan dalam mimpipun aku tak pernah melihatmu, ayah!” suara merdu Rahmi terdengar begitu indah, saat ia mandi tak lepas dengan nyanyian-nyanyian haru kepada ayahnya.

Selesai mandi dan siap untuk pergi ke sekolah, Rahmi pun langsung sarapan bersama Ibunya. Ya, hanya bersama Ibunya.

“ Ibu, Rahmi pergi ke sekolah ditemani Ibu kan?”

“ Ya Ampun mi, kamu sudah besar masih harus Ibu antar? Kamu ini kelas XI loh mi.”

“ Ya kan bu Rahmi siswi baru, jadi masih harus didampingi orangtuanya.”

“ Kamu ini alasan saja, ayo habiskan sarapannya dan berangkat.”

“ Hehe, iya bu siap.”

Selesai sarapan, Rahmipun pergi ke sekolah barunya.

“ Rahmi berangkat ya bu, Rahmi sayang Ibu. Assalamu’alaikum.” Rahmi mencium tangan Ibunya dan kemudian berangkat ke sekolah.

“ Wa’alaikumussalam mi, semoga Allah melancarkan ya.”

Rahmi berlalu dari pandangan Ibu. Dalam hati Ibu berkata.

( Mas lihatlah, anak kita tumbuh menjadi gadis cantik. Tidakkah kamu ingin melihatnya?!)

Ibu masuk kembali ke dalam rumah.


SMA 1 Nusa Bangsa. Ya, itulah sekolah yang kini akan Rahmi tempuh. Jantung Rahmi begitu berdetak kencang tidak seperti biasanya.

“ Mungkin ini hanya nervous biasa, tenang mi tenang! Dan mengapa semua orang melihatku seperti itu?!! Menyebalkan! ”

Sepanjang jalan menuju ruang guru Rahmi terus menggerutu dan bicara sendiri. Ya, banyak siswa-siswi yang memperhatikan Rahmi karna seragam Rahmi berbeda dari siswa-siswi yang lainnya. Tentu saja bisa di tebak bahwa Rahmi adalah siswi baru di sekolah itu.

Akhirnya Rahmi tiba di ruang guru, Rahmi masuk ke ruang tersebut.

“ Assalamu’alaikum. Maaf bu, saya mau bertemu dengan Bapak Ardi kepala kesiswaan.”

“ Ohh, ade siswi baru disini ya? Pak Ardi ada di ruang depan, masuk saja ke ruang kesiswaan. Beliau ada disana. ”

“ Iya bu hehe, baiklah bu terimakasih, Assalamu’alaikum.”

“ Wa’alaikumussalam.”

Rahmi segera bergegas menuju ruang kesiswaan yang tidak jauh dari ruang guru tersebut. Setelah sampai, Rahmi mengetuk pintu tersebut. Tok tok tok.

“ Ya, silahkan masuk.” Sahut seseorang yang ada di dalam ruangan tersebut yakni Pak Ardi kepala kesiswaan di sekolah tersebut.

“ Assalamu’alaikum Pak.” Rahmi masuk ke ruang tersebut.

“ Wa’alaikumussalam, silahkan duduk. Ada keperluan apa de?”

“ Terimakasih Pak, maaf  saya Rahmi Arfasyani siswi baru pindahan dari SMAT Darul Huda. Kata Ibu saya temui dulu Pak Ardi kepala kesiswaan untuk mengetahui kelas yang nanti saya dapat , jadi saya menemui bapak dulu disini.”

“ Ohh, iya ini Rahmi putri dari Ibu Syani Santika ya. Sekarang kamu masuk ke kelas XI IPA 4 dan Ibu Yayah sebagai wali kelas kamu. Beliau sudah tahu nanti akan ada siswa baru dibawah pengawasannya. Semoga Rahmi betah ya disini.”

“ Baik Pak, Aamiin terimakasih. Saya masuk dulu ya Pak. Assalamu’alaikum.”

“ Silahkan, wa’alaikumussalam.”

Kemeja putih dengan rok kotak-kotak berwarna biru yang menyebabkan Rahmi menjadi sorotan siswa-siswi di sekolah tersebut. Gadis berkerudung ini masih bingung mencari kelasnya yaitu kelas XI IPA 4. Rahmi hanya bisa senyum kepada siswa-siswi yang memperhatikannya.

“ Ya ampun ini kelas dimana sih, aku ingin segera sampai di kelas, aku malu diliatin terus aduuh dimana sih kelasnya?. Ehh Rahmi kenapa kamu tidak tanyakan saja pada siswa disini?! Bodoh bodoh bodoh mengapa aku tidak bertanya saja!” seperti biasa, Rahmi bicara sendiri sepanjang jalan dan semakin orang-orang memperhatikan Rahmi. Karenal hal tersebut Rahmi hampir menubruk salasatu siswa di sekolah tersebut.

“ Ahh ya ampun maaf maaf maaf”

“ Gak apa-apa ko gak apa-apa, saya lihat kamu sedang bingung? Kamu siswa baru disini? Ada yang bisa saya bantu?”

Dengan malu Rahmi menjawab pertanyaan dari salasatu siswa tersebut.

“ Hehe iya, saya sedang mencari kelas XI IPA 4 dimana ya? ”

“ Ya ampun, coba kamu tengok ke belakang.”

Rahmi pun menengok ke belakang dan ternyata terpangpang dengan jelas sebuah pintu yang bertuliskan XI IPA 4. Rahmi hanya bisa senyum malu dan tidak bisa berkata apa-apa.

“ Ya ampun, itu kelas ajaib banget ya hehe tadi saya lewat situ tidak ada kelas IPA 4 loh. Serius.”

“ Kamu itu lucu haha jangan gugup gitu, ohh iya saya Arif Andaresta ketua OSIS disini.”

“ Ohh hehe iya, saya Rahmi Arfasyani. Saya baru disini hehe maaf sudah merepotkan.”

“ Saya sudah menduga, tidak tidak, kamu tidak merepotkan ko hehe salam kenal ya. Ohh kamu kelas XI IPA 4? Saya XI IPS 1. Baiklah saya duluan ya Rahmi.”

“ Hehe, iya silahkan, terimakasih ya.”

“ Oke sama-sama.” Arif pergi dan melambaikan tangan kepada Rahmi.

Seperti biasa, berjalan kembali menuju kelas dan tak lepas dengan gerutuan Rahmi. Bicara sendiri.

“ Rahmiiii kamu itu baru disini, ko udah malu-maluin aja ya ampun. Dan kenapa tadi aku ngga liat itu kelas?! Hampir menabrak Ketua OSIS pula, aaahh tidak tidak tidak hari ini sangat memalukan.”

Tibalah Rahmi di depan pintu kelasnya, kemudian Rahmi masuk dan langsung saja memulai pembicaraan bersama teman barunya. Ya, di sekolah semulanya Rahmi dikenal sebagai gadis yang baik, mudah bergaul dan cepat beradaptasi ditambah SKSD. Banyak siswa siswi yang memperhatikan Rahmi. Namun seperti biasa Rahmi hanya senyum and just say hello !

“ Hai, apa ini kosong?” menunjuk bangku yang tidak ada orangnya.

“ Tentu saja, itu kosong.  Kamu siswi baru? Aku melihat kamu kebingungan tadi, aku kira kamu bukan siswi yang masuk di kelas ini”

“ Hehe iya tidak apa-apa, saya Rahmi Arfasyani. Kamu siapa namanya?” megulurkan tangan dan bersalaman.

“ Hai Rahmi, aku Arin Dwi Permata Arum. Panggil saja aku Arin. Nice to meet you.

“ Nama yang bagus dan panjang hehehe, oke Arin Nice to meet you too. Semoga kita menjadi teman baik.”

Setelah berkenalan dengan Arin, Rahmi pun mulai berkenalan dengan teman yang lainnya. Tanpa rasa canggung Rahmi menceritakan pengalaman-pengalamannya semasa di sekolah asalnya.

Akhirnya wali kelas XI IPA 4 Ibu Yayah masuk ke dalam ruang kelas.

“ Anak-anak, kalian kedatangan teman baru hari ini. Dan Ibu senang sekali sepertinya kalian sudah akrab dan tetap jalin pertemanan yang baik ya!”

“ Siiiaaaaaappp buuuuu!!!” jawab siswa-siswi kelas XI IPA 4 dengan kompak.

“ Apa Rahmi harus memperkenalkan diri di depan?”

“ Kami sudah mengenalnya ko bu, hehe.”

“ Baguslah kalau begitu, sekarang kalian lanjutkan pelajarannya ya. Terimakasih atas perhatiannya.”

Ibu Yayah pergi meninggalkan kelas tersebut dan siswa-siswi kelas XI IPA 4 melanjutkan kembali pelajaran termasuk Rahmi.

“ Dan hari ini terasa sangat menyenangkan.” Ujar Rahmi di dalam hati.


Bel pulang berbunyi, Rahmi siap bergegas untuk pulang. Sudah tidak sabar ingin menceritakan semua hal kepada ibunya di rumah.

“ Duluan ya teman-teman.” Pamit Rahmi kepada teman-temannya.

“ ok, Rahmi. Sampai ketemu besok.”

“ okeeeeeeeeeeeee.”

Belum sampai Rahmi di gerbang utama, ada suara yang memanggil namanya dari kejauhan.

“ Rahmi, tunggu!”
“ Hai Arif, udah pulang?"
.......................................... bersambung hhe

January 23, 2014

Mrs. Galau #1



Adakah cinta yang tulus kepadaku, adakah cinta yang tak pernah berakhir.

Bagiku, lagu itu hanya sebatas harapan. Tentu saja, tidak ada salahnya jika kita menginginkan cinta yang memang benar-benar tulus. Tidak ada salahnya pula jika kita meminta agar cinta yang dijalani tidak pernah berakhir. Namun, semua itu hanya suatu keinginan saja dan tidak akan pernah terjadi.
Seperti cinta yang sering kujalani, tak pernah ada yang tulus dan pasti selalu berakhir. Bahkan hal itu pernah membuatku untuk menutup hati, menutup diri dari romantika percintaan.

Aku, mahasiswi di salah satu Sekolah Tinggi di kota Bandung. Namaku Zahra Nisa tapi teman-temanku sering memanggilku Rara. Apapun sebutan yang mereka berikan padaku, aku terima saja. Namun ada sala satu teman memanggilku dengan sebutan Mrs. Galau dan itu sangat membuatku semakin takut akan jatuh cinta semakin membuatku untuk lebih menutup diri dari hal seperti itu.
“ Hai Ra, ko cemberut terus? Lagi galau ya? ”
“ Apa urusanmu dengan kehidupanku? ”
“ Ya ampun, Mrs. Galaunya marah tuh. Putus cinta lagi kali ya. Hahaha 

Aku hanya pergi saja dari ocehan teman-temanku itu. Aku tau, mereka hanya bercanda tapi aku masih belum bisa menerima hal-hal yang membuatku teringat akan kisah cinta. Tapi teman-temanku selalu memberi semangat kepadaku. Selalu menghiburku saat perasaanku tak menentu.
Sampai suatu saat, aku dikenalkan oleh sahabatku namanya Natya kepada teman lelakinya. Dan  Ari, ya lelaki itu adalah Ari. Dia adalah teman sahabatku yang sekarang menjadi teman dekatku. Hari demi hari kami berteman layaknya teman dekat yang sangat akrab. Canda tawa, senda gurau, dan lontaran-lontaran kata yang membuat hatiku berbunga sering dia ucapkan walaupun hanya sebatas smsan.

Suatu ketika, dia pernah mengatakan bahwa dia menyukaiku, dia mau aku jadi pacarnya. Namun, aku masih takut. Aku takut sakit hati yang dulu aku alami terjadi kembali. Aku ceritakan semuanya kepada sahabatku. Tapi sahabatku hanya bisa tersenyum dan hanya menasihatiku.
“ Ra, kamu mau kaya gini terus? Menutup hati untuk orang-orang yang menyayangimu? Apa kamu tidak egois Ra? ”
“ Tapi Nat, aku belum siap. Aku, aku hanya masih takut…”
“ Lalu, dengan ketakutanmu akan membuat semua jadi lebih baik? Ngga Ra! Coba, sekali ini aja kamu buka hati kamu untuk seseorang yang menyayangimu.”
“ Tap Nat, aku takut…” ( menangis)
“ Zahra Nisa, aku mengenal Ari sudah sejak lama. Aku yakin dia tidak akan menyakitimu. Dan kamu percaya deh, aku disini sebagai sahabatmu selalu mendukung kamu. Semangat! Jangan nangis! ”
“ Makasih Nat, aku coba pikirkan lagi. ”
…..
Sejak saat itu, aku mulai mencoba membuka hati untuk Ari. Aku bertemu dengan Ari di suatu tempat yang sangat indah. Penuh dengan bunga-bunga bermekaran. Pertanyaan Ari waktu itu aku jawab iya, iya aku mau jadi pacarnya.
“ Ra, aku sayang kamu. Aku janji gak akan nyakitin kamu Ra. ”
“ Tapi semua laki-laki selalu berkata seperti itu. ”
“ Ra, percaya sama aku. Aku bakal jagain kamu. Aku sayang kamu. Kamu mau jadi pendamping hidup aku?”
 Bunga mawar merah dia berikan saat itu padaku. Tiba-tiba air mata mengalir begitu saja dimataku. Aku tidak tau harus bagaimana.  Saat dia mengatakan “ pendamping hidup ” adalah sesuatu yang membuat aku semakin takut akan hal itu. Namun, aku teringat akan perkataan Natya. Bahwa takut tidak akan merubah keadaan. Akhirnya akupun menerima Ari saat itu.
“ Ra, ko nangis? Kalau kamu belum siap, aku akan menunggu. ”
“ Tidak, aku hanya bahagia saja. Aku mau…”
“ Mau? Jadi kamu menerima aku Ra? ”
“ Iya”
“ Terimakasih Tuhan, kau telah mengabulkan do’aku. Aku janji akan menjaga wanita titipan-Mu. ”
Aku hanya tersenyum dan hanya membayangkan bagaimana nanti kedepannya. Aku harus bangkit! Aku harus merubah sikap yang selama ini menjadi bahan candaan teman-teman.

Aku langsung ceritakan kepada Natya bahwa aku menerima cinta Ari. Natya hanya mengucapkan selamat berbahagia dan mendukung aku agar tetap ceria dan bersemangat.
Sampai keesokan harinya, aku tiba di kampus, aku berjalan menuju tangga utama dan saat aku menaiki satu anak tangga tiba-tiba terdengar suara terompet yang membuat aku kaget dan terjatuh. Tepuk tangan terdengar di sekelilingku dan ucapan selamat silih berganti memasuki telingaku.
“ Zahra Nisa… selamat yaaaa dan kami iku bahagia. ”
“ Mrs. Galau gak akan galau lagi sekarang. Yeyeye. ”
“ Semangat ya sahabatku!” Rama mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun.
“ Kalian ini apa-apaan?! Aku jatuh malah di kasih selamat! ”
“ Iya Ra kamu jatuh, ya jatuh cinta. Ciyeeee. Hahahaha. ”
“ Pasti Natya yang memberi tau kalian, huh. ”
“ Kami hanya bahagia saja Ra, akhirnya sahabat kita yang satu ini sudah bangun dari keterpurukan. Hehehe”
“ Dasar kamu ini.”
Aku hanya tersenyum melihat semua tingkah teman-teman kampusku. Ya, aku adalah Zahra yang sekarang sudah bangun dari keterpurukan. Yang sudah membuka hati untuk mulai menerima cinta dari seseorang. Seseorang yang bisa dibilang baru aku kenal. Tapi aku percaya, dia bisa menjadi seseorang yang bisa aku banggakan dan tidak akan pernah meninggalkan penyesalan.
“ Ari, aku percaya padamu.”
…..
Setelah aku jalani kisah ini bersama Ari, aku merasa nyaman. Bahagia yang ku rasakan sangat berbeda dari sebelum sebelumnya. Hari demi hari kami lalui bersama. Tidak pernah ada pertengkaran yang membuat kami sampai harus perang seperti pasangan lainnya. Walau kadang sering terjadi kesalahpahaman. Namun hal itu dapat kami selesaikan dengan segera. Aku sering mengatakan satu hal kepada Ari bahwa aku hanya memberi dia satu kesempatan. Jika kesempatan itu hilang maka akupun akan menghilang.
“ Ra, kamu tau gak kisah Romeo dan Juliet? Sampai filmnya pun sangat loaris pada masa itu.”
“ Aku belum pernah ”

 Namun, sebuah kisah tidak pernah ada yang berjalan dengan mulus pasti selalu ada godaan dan rintangannya. Hari demi hari, dari bulan ke bulan aku semakin merasakan ketidaknyamanan bersama Ari. Karena apa? Karena akhir-akhir ini dia selalu membandingkan aku dengan mantannya yang dulu. Setiap ada kesalahan yang aku perbuat pasti selalu dia bandingkan dengan mantannya. sampai suatu ketika, hanya karna hal sepele dia langsung saja menceritakan mantannya yang dia anggap lebih baik daripada aku.

Aku tidak tau harus bagaimana, rasanya aku ingin kembali menutup hatiku. Aku tidak ingin menceritakan hal ini kepada teman-temanku karna aku bisa menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin. Aku bingung apa yang ada dipikiran Ari, baru saja tiga bulan kami bersama. Awal yang indah aku rasakan namun perlahan semakin menghilang. Apakah aku memang tidak dilahirkan untuk mendapat kebahagiaan? Apa aku harus kembali mendapat sebutan Mrs. Galau?! Aku hanya ingin aku bahagia.
“ Terus saja bandingkan aku dengan mantanmu! ”
“ Aku tidak maksud membandingkan Ra, aku hanya ingin kamu berubah! ”
“ Berubah?! Berubah supaya bisa seperti mantanmu?! ”
“ Ra, bukan seperti itu…”
“ Semua laki-laki memang sama, pembohong, pemberi janji palsu. ”
“ Ko kamu bilang gitu Ra? Aku sayang kamu Ra.”
“ Sayang?! Kalau kamu memang benar-benar sayang, kamu pasti nerima aku apa adanya bukan malah membandingkan aku! ”
“ Maaf Ra, aku tidak bermaksud…”
“ Jika kamu terus memaksaku untuk menjadi seperti mantanmu, aku rasa hubungan kita cukup Ri! ”
“ Ra, maafkan aku. Jangan seperti ini Ra. Aku sayang kamu!”
Aku pergi meninggalkan Ari saat itu juga. Air mata terus mengalir dan tak bisa ku tahan untuk berhenti. Aku kembali berfikir untuk menutup pintu hati sampai memang ada seseorang yang benar-benar Tuhan kirim untukku. Bukan untuk menyakitiku tapi untuk menjadi pelindungku, menjadi imamku sampai akhir hayat nanti.
…..
Inilah waktu yang tidak pernah aku inginkan. Bertemu teman-teman kampus yang selalu bisa menebak keadaan hatiku. Aku yakin, mereka pasti bisa mengetahui apa yang sedang aku alami dan yang sedang aku rasakan sekarang ini.
Saat aku menaiki tangga, tiba-tiba terdengar suara dari arah selatan yakni dari ruang B.2.1 yang merupakan kelas belajarku bersama teman-teman.
“ Raraaaaaaaaaaa, gimana kencannya kemarin?”
“ Biasa saja.” Jawabku yang masih berjalan menaiki tangga.
“ Biasa saja? Tidak mungkin! Lalu kenapa ko murung seperti itu? ” salah satu teman menghampiriku.
“ Tidak apa-apa, aku hanya tidak enak badan. Dan sedang tidak ingin kalian ganggu. ”
“ Sedang tidak ingin kami ganggu? Ra kamu kenapa? Kami tau ko, pasti ada yang terjadi kan? Cerita Ra cerita!”
“ Kalian ini, jangan so tau! Aku duduk diujung sana yaa. ”
“ Ya, terserah Mrs. Galau deh! ”
“ Kenapa kamu sebut aku begitu lagi? Huh.”
“ Nyatanya kamu memang galau kan? Kami tau ko Ra, kami tau! ”
Namun, percakapan mereka terpotong karena dosen pengajar sudah masuk.
“ Aku lanjutkan sepulang mata kuliah! ” kata teman Rara.

Perkuliahan berlangsung selama tiga jam, aku tidak focus dengan materi yang disampaikan oleh dosen. aku hanya melamun dan diam. Sampai tiba waktu pulang, perkuliahan selesai namun lamunanku masih belum selesai. aku masih terdiam di bangku paling ujung di kelas B.2.1 itu.
“ Ra oyy, udah pulang kaliiii!!!” teriakan salah satu teman Rara.
“ Ra, ayolah ada apa? Cerita!”
Karna memang sudah tidak kuasa lagi, akhirnya aku menceritakan semua keluh kesahku. Air mata terus bercucuran tak bisa ditahan. Teman-temanku hanya bisa melihat aku menangis. Mereka hanya bisa diam dan aku terus saja menangis.
“ Aku menyesal, aku menyesal, aku menyesal!”
“ Ra tenang, mungkin ini masih bisa dibicarakan. Namanya juga remaja Ra, pasti terjadi konflik.”
“Aku sudah tidak kuat ver, sudah cukup ini yang terakhir kalinya aku disakiti! ”
“ Ra, coba kalian bertemu lagi deh kali aja semua jadi baik kembali. Dan… ”
“ Sebenarnya kalian ini temanku atau bukan? Mengapa kalian tidak pernah mendukungku?! Mengapa kalian selalu……”
Aku tidak bisa berhenti menangis, sepertinya aku akan menjadi sosok yang tertutup lagi. Kali ini aku benar-benar ingin menutup hati. Mengunci rapat agar tidak ada lagi yang berani menerobos dinding hati ini.
“ Kamu harus kuat Ra, maafkan kami dan kami tidak bermaksud apapun selain ingin melihatmu bahagia.”
“ Bahagia? Ingin melihatku bahagia?? Lihat sekarang, aku sedang bahagia atau tidak?!! Aku pulang sekarang dan jangan ganggu aku!”
“ Ra, maafkan kami.”
Aku pergi meninggalkan mereka yang masih ada di dalam kelas. Saat itu aku tak kuasa untuk menahan tangis. Sampai pulangpun aku masih saja menangis. Tuhan, kuatkanlah aku. semoga ini jalan yang terbaik dari-Mu.
…..
“ Nat, aku tidak habis pikir dengan sikap Rara. Dia mengakhiri hubungan kita.”
“ Apa?? Serius?! Mengapa Rara tidak cerita padaku! Kamu apakan dia?”
“ Aku tidak berbuat apa-apa Nat. aku hanya ingin merubah sikap buruknya. Tapi dia selalu merasa aku membandingkannya dengan orang lain.”
“ Akan ku telepon dia, apa Rara masih belum bisa membuka hatinya?”
“ Entahlah Nat, aku bingung.”

Pagi ini Ari mendatangi rumah Natya dan menceritakan semua yang telah terjadi diantara kita. Hari itu pula aku semakin merasa tersudutkan karena Natya marah tentang hal itu sebab aku tidak menceritakan masalahku padanya. Handphone aku matikan karena memang saat ini aku sedang tidak ingin diganggu. Aku hanya ingin sendiri dan pasti akan tetap sendiri.
Tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarku dan itu adalah sosok yang selalu menenangkan hatiku yang selalu membuat aku nyaman walau dalam keadaan hati yang rumit sekalipun. Ya, itu adalah ibuku. Beliau menghampiriku dan mulai melakukan pembicaraan yang mungkin bisa dibilang serius.
“ Rara kenapa sayang? Ko belum keluar kamar dari pagi, memangnya tidak lapar ya? Padahal ibu sudah masak makanan kesukaan Rara loh.”
“ Iya bu? Rara pasti makan ko bu. Masakan ibu kan memang paling enak.”
“ Ya ampun Ra, rasanya ibu tidak pernah mengajarkan Rara kalo sedang bicara dengan membelakangi ibu kan?”
“ Maafkan Rara bu, maaf.”
“ Rara kenapa nangis sayang, sini cerita sama ibu.”
“ Bu, Rara sudah jadi Mahasiswi sekarang. Apa Rara masih boleh memeluk ibu? Apa Rara masih boleh manja kepada ibu?”
“ Rara, sampai kamu jadi nenek-nenekpun silahkan sayang. Ibu tetap ada disini buat kamu.”
“ Makasih bu, Rara selalu sayang ibu. Rara cinta ibu.”
Rasanya diam dipelukan ibu membuatku merasa nyaman, nyaman sekali. Aku langsung memulai pembicaraan dengan ibu. Sampai aku menangis didepan ibu, sebenarnya aku malu tapi inilah saat yang mungkin akan membuat segalanya semakin nyaman.

~bersambung...

January 22, 2014

Hujan Senja

Biarkan Stasiun Kereta Api itu menjadi saksi. Ya, saksi saat hati ini benar-benar merasakan kebahagiaan.

Aku, namaku Alisa yang telah menyelesaikan kuliah S1 di salasatu Perguruan Tinggi Negeri di kota Bandung. Sebagai hadiah kelulusan itu, ada yang akan memberikan hadiah indah padaku dan sekarang aku akan mempersiapkan segalanya untuk hari yang ditunggu itu.

Pagi itu aku bergegas mandi padahal waktu masih menunjukan pukul 05.00 WIB. Kalian tau kan bagaimana masih gelapnya langit pada saat itu? Bagaimana dinginnya pagi pada waktu itu? Entahlah, semua itu aku lakukan karena hari ini aku sudah ada janji dengan seseorang. Seseorang yang sangat aku tunggu kedatangannya. Seseorang yang berada nan jauh disana. Sebenarnya kami janjian untuk bertemu sudah sejak lama. Rencana yang sudah aku siapkan sejak jauh-jauh hari, jauh sekali sampai aku berhasil menyiapkan segalanya jika aku bertemu nanti. Mengapa aku siapkan segalanya? Karena ini adalah pertemuan pertama aku dengannya setelah sekian lama kami berpisah saat kami masih Sekolah Menengah Atas. Oke, kembali lagi pada cerita semula. Aku segera mandi saat udara masih dingin itu. Seusai mandi ya seperti biasa aku dandan supaya cantik jika nanti bertemu.

Setelah selesai semuanya, sekitar pukul 05.45 WIB aku SMS dia. Ya dia, seseorang yang sedang aku ceritakan. Aku belum menceritakan siapa dia itu. Siapa seseorang yang sedang aku ceritakan itu. Tak apa, karena setelah ini akan segera terungkap siapakah seseorang akan ku temui itu.

 “Ka, aku udah siap nih. Aku tunggu kamu di Stasiun Kereta Api Bandung itu ya ka. Aku berangkat sekarang. Kamu jangan sampai telat. Sampai ketemuuu” 
Ka? Oh jadi seseorang yang sedang ditunggu itu bernama kaka? Atau seseorang yang ditunggu itu adalah kakakku? Semuanya salah. Siapakah ka itu? Dia adalah kekasihku yang sekarang berjauhan denganku namanya Raka. Dia selalu memotivasi hidupku. Ketika tidak ada harapan untuk hidup, setidaknya ada dia yang selalu menghidupkan semangatku. Long Distance Relationship atau orang-orang sering menyebutnya LDR itu adalah hubungan yang sedang aku jalani saat ini. Kalian tau kan resiko seorang yang menjalani LDR itu seperti apa? Ya, kesepian. Hanya SMSan dan teleponan yang cukup bahkan lebih dari cukup dapat mengobati kerinduan hati. Dan sekarang adalah waktu dimana kami seorang LDR akan dipertemukan. Hal yang paling dinanti bagi pasangan yang menjalani LDR itu adalah bertemu langsung.

Kembali lagi, setelah aku sms saat itu dia tidak langsung membalasnya. Tak apa, mungkin dia sedang bersiap-siap pula untuk menyiapkan pertemuan yang selama ini aku tunggu. Aku segera pamit kepada orangtuaku. Mereka tidak bertanya mau kemana aku pergi sepagi ini karena sebelumnya aku sudah bicara kepada orangtuaku jadi ya mereka tidak bertanya lagi.

Waktu menunjukan pukul 06.00 WIB dan saat itu aku masih di dalam kendaraan umum atau angkot yang menuju ke tempat dimana kita akan bertemu yakni Stasiun Kereta Api Bandung. Tapi masih belum ada balasan pesan dari dia. Padahal tadi malam kami sudah membicarakan tentang pertemuan ini. Dan akupun mulai khawatir sehingga aku coba untuk sms dia lagi.
“Ka, aku bentar lagi nyampe. Kamu udah dimana? Jangan telat ya. Aku nunggu kamu.” “…” ( tak ada balasan)
“Ka, hari ini jadi kan?? Aku udah di Stasiun nih. Aku nunggu di halte ya. Kalo udah nyampe sini sms.” “…” ( masih belum ada balasan)

Tibalah aku di depan gerbang pintu masuk stasiun. Aku langsung berjalan ke halte dan berharap dia sudah ada disana. Aku terus berfikir positif alasan dia tidak membalas smsku, mungkin saja dia tidak ada pulsa ya mungkin saja. Aku langsung berjalan menuju halte di stasiun tersebut. Begitu cepatnya waktu berputar. Saat itu jam tanganku sudah menunjukan pukul 07.30 WIB dan taukah aku menunggu di halte itu hampir dua jam. Dan bodohnya, aku terus saja sms dia tanpa ada balasan sedikitpun dan mengapa aku tidak coba telepon dia?! Tidak terpikirkan olehku saat itu. Setelah aku sadar, aku langsung coba menelpon dia.
“tuuuuuut…tuuuut…tuuuuuut…tuuuuut……” itulah yang aku dengar saat aku menelponnya. “maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi silahkan……”
Mendengar jawaban seperti itu segera aku matikan karena sebal walau aku tau itu adalah operator. Dan setelah itu aku terus menghubungi namun selalu saja operator yang menjawab panggilanku. Dalam hati aku mengeluh, ini orang niat ngga sih buat ketemu?!! Kalo tau bakal kayak gini mending tadi aku tidur aja. Menyebalkan rasanya karena sudah tiga jam aku menunggunya disini. Aku terus mencoba mengirimi sms lagi dan terus mencoba menelpon lagi tapi nihil tak ada balasan sedikitpun.

Ramai sekali Stasiun ini, namun tidak dengan hatiku. Hanya nyanyian sendu yang berasal dari hati yang sekarang sedang menemaniku. Aku ingin menangis tapi aku tau ini adalah tempat umum dan apabila aku menagis sekarang, jelas pasti akan menjadi pusat perhatian. Mengapa? Ya karena aku sendirian masa iya tiba-tiba aku menangis tanpa sebab. Itu menurut orang-orang tapi kenyataannya aku ingin menangis karena ada sebabnya. Pikiranku terus saja terpusat pada beberapa pertanyaan. Apakah hari ini tidak akan ada pertemuan? Apakah hari ini aku harus menangis di tempat yang seharusnya memberikan kisah indah? Tidak tidak tidak, aku harus menahan air mata ini.

Sebenarnya dia kemana? Jangan buat aku khawatir dengan keadaan seperti ini. Jika memang dia tidak bisa datang ya aku akan pulang, tapi mengapa aku masih belum pulang setelah sekian lama menunggu di halte ini? Aku tidak tau, aku hanya ingin menangis hari ini. Aku terus mengecek handphone dan berharap ada balasan darinya. Tapi apa yang sedang aku lakukan ini adalah tindakan yang bodoh sampai sampai ada petugas yang mendatangiku. 

“neng, lagi nunggu seseorang?” 
“hehe, iya pak saya lagi nunggu.” Aku hanya menunuduk. 
“saya lihat neng dari subuh nunggu disini ya?” Malu banget ternyata ada yang memperhatikanku huh. 
“oh ngga juga pak, saya dari jam enam ko pak. hehe” 
“lama juga ya neng, sekarang sudah jam sepuluh. Yasudah bapak tinggal dulu ya. Mari.” 
“iya pak, silahkan.” Mungkin karena hati ini sedang kesal, aku jadi merasa kesal juga pada bapak petugas itu. Mendengar ucapan “bapak tinggal dulu” itu ya silahkan pergi saja sana jangan balik lagi. Ngapain juga ngepoin aku. huh sebal!

Mungkin aku sudah tidak sanggup lagi menahan tangis yang sejak tiga jam lalu aku tahan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi meninggalkan halte itu. Tiba-tiba saat aku berjalan keluar halte, aku menangis begitu amat sangat deras seperti hujan. Ya seperti yang sudah aku bilang, resikonya adalah menjadi pusat perhatian orang-orang. Tapi aku tidak peduli, biarkan semua orang membicarakan aku yang penting dengan aku menangis sedikit mengurangi beban hati. Aku memandangi stasiun kereta itu, disinilah tempat seharusnya aku bertemu denganmu, tapi kenyataanya disini pula aku merasakan sakit hati yang teramat dalam. Tanpa sadar hari mulai sore, senjapun datang menyaksikan aku yang sedang menangis sendu. dan mengapa sosok yang aku tunggu tidak memberikan kabar sedikitpun. disini aku hanya menangis dan terus menangis. Mengapa hujan datang disaat yang tidak tepat? aku berharap hal ini bukan settingan  sinetron, tapi kenyataannya aku menangis ditengah hujan deras senja dan itu seperti sinetron. Senja lihatlah, dirimu begitu indah. Namun keindahanmu saat ini tidak mengubah perasaan hati yang sedang pilu. Bahkan langit pun ikut menangis walau ia tau ada senja indah dibalik kesedihanku.

Hari mulai gelap, hujan deras masih ingin menemaniku disini. Aku duduk di kursi taman yang terletak disebelah Stasiun kereta ini. Hanya lampu taman yang menemaniku malam ini. Gerungan motor, gerungan mobil yang seakan mengajakku mengobrol di tengah hujan deras ini. Musik lawas yang terdengar di Stasiun seolah mengajaku menari, menghiburku agar aku tidak bersedih lagi. Namun semua itu hanya bayang semu. Aku tau hati ini sangat sakit, tapi entah mengapa aku tidak ingin meninggalkan stasiun ini. rasanya ada yang menahanku untuk tidak pergi, tapi aku ingin sekali pergi. Oh Tuhan, apa yang akan Engkau tunjukan. Tapi aku coba untuk melangkahkan kaki, aku beranjak dari kursi taman yang sejak tadi menemaniku sendiri. Lalu tiba-tiba handphoneku berbunyi, segera ku buka di tengah hujan deras dan ternyata itu adalah pesan darinya. Dari Raka pastinya.
"sayang, kamu ko nangis?" 

Apa-apaan ini? mengapa dia tau kalau aku sedang menangis? tidak berfikir panjang aku langsung membalas pesan darinya. 
"kamu dimana hah??? aku nungguin kamu ka! ini sudah sangat gelap, kamu nyebelin!" 
"jangan marah dong say, tunggu ya " balasan darinya. belum sempat aku membalas pesannya, tiba-tiba dia meneleponku. Aku segera menerima panggilan teleponnya.
"jangan hujan-hujanan, nanti sakit" 
"kamu dimanaaa???" aku teriak sambil menangis. dan banyak orang yang melihat huh, mereka berbisik satu sama lain dan aku tidak peduli. 
"coba kamu lihat ke belakang." tanpa berfikir lagi aku langsung melihat ke belakang, mataku tertuju tepat di pintu masuk stasiun kereta api itu dan disana aku melihat sebuah poster besar yang bertuliskan. 

"WILL YOU MARRY ME?" 

Ditengah derasnya hujan, dia datang menghampiriku yang sudah basah kuyup ini. Aku merasakan detak jantung yang sangat kuat, kencang, dan entah apa yang aku rasakan saat ini. aku hanya bisa menangis. Saat dia berdiri tepat di depanku. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. 
"boleh kah aku menjadi imammu kelak?" 
"kamu jahat, kamu nyebelin." aku hanya bisa menangis 
"aku akan segera melamarmu, aku pasang ya, ini cincin yang telah aku pesan selama setahun. coba liat deh. indah bukan? seperti dirimu, walau sedang menangis kamu tetap indah." 
“tapi, jika kamu telat menelponku tadi dan aku langsung pergi sepertinya tidak akan seindah ini.” 
“maaf say, aku hanya ingin memberikan kejutan untukmu. Tadinya aku takut gagal namun bagiku ini sempurna, seperti dirimu. Selamat ya atas kelulusanmu semoga ini jadi hadiah terindah yang aku janjikan.”
“ini adalah hadiah terindah sangat indah, makasih ka.” Aku masih belum bisa berhenti menangis, kali ini menangis bahagia yang aku rasakan. 
“sama-sama sayang, maafin aku udah bikin kamu khawatir.” 
"iya, tapi aku sangat kedinginan." tanpa sadar badanku mulai lemas, tidak dapat merasakan apa-apa lagi dan katanya aku langsung pingsan.

Saat aku tersadar, aku sudah ada di rumah. Dan di sofa sebelah tempat tidurku ada dia yang sedang tertidur pulas. Aku memandang sosok lelaki yang baru saja membuat hatiku sakit namun segera mengobati sakit itu dengan kebahagiaan yang begitu besar. Aku berharap dia adalah seseorang yang Tuhan kirim untuk kehidupanku kelak.

Setelah kejadian di Stasiun itu, seminggu kemudian Raka melamarku. Kami tidak memutuskan untuk menikah dulu karena kami ingin sama-sama melanjutkan cita-cita yang belum tercapai. Raka yang sama-sama sudah lulus kuliah memutuskan untuk pindah ke kota Bandung yang memang dia diterima bekerja di sebuah perusahaan IT di kota tersebut. Aku pun di terima bekerja di Bank Indonesia di Kota Bandung. Sekarang kami bukan pasangan LDR lagi yang setiap saat hanya sms dan telepon yang mengobati kerinduan kami, tidak lagi. Hari ini aku akan bertemu Raka di tempat yang menurutku bersejarah. Dimana lagi kalau bukan di Stasiun Kereta Api. Yang telah menjadi saksi kebahagiaanku saat itu. Aku segera sms Raka, yang isinya sama persis seperti smsku yang dulu. 

“Ka, aku bentar lagi nyampe. Kamu udah dimana? Jangan telat ya. Aku nunggu kamu.” Kali ini sms ku dibalas olehnya. 
“iya sayang, aku udah nyampe kok setengah jam yang lalu. Hehe kamu yang jangan telat ya.” 
“iya -_-”

Setelah sampai di stasiun, baru saja aku turun dari angkot sudah disambut oleh petugas di stasiun kereta tersebut. 

“mau nunggu seseorang lagi neng?” 
“ngga kok pak, justru sekarang saya yang ditunggu. Mari pak.” 
“mari, mari, silahkan.” 
Aku segera berlari kearah halte di stasiun tersebut dan Raka sudah berdiri di pintu masuk halte itu. 
“siapa yang telat?” raka langsung menghampiriku. 
“hehe, iya aku maaf deh. Tapi tidak setelat kamu waktu itu kan? wuuuu” 
“iya iya, yuk ke taman. Aku mau nunjukin sesuatu.” 

Entah kejutan apalagi yang akan dia berikan dan aku langsung mengikutinya ke taman. Setelah sampai, luar biasa sangat indah sekali. Taman itu di hias dengan sangat cantik, aku tidak tau harus berkata apa. 
“kamu nyiapin ini semua sendirian? Indah banget asli. Makasiih.” 
“iya lah sendiri, tapi dibantuin sih sama bapak petugas di stasiun ini. Tuhhhh.” 
Aku melirik ke sebelah kanan dan ternyata itu petugas yang biasa aku temua, dari jauh bapak itu mengacungkan jempol sambil tersenyum dan aku balas dengan senyuman. Hehe 
“udah ah liatin pa petugasnya, nanti terpesona.” 
“ya enggalah, kan udah ada kamu.” 
“iya sayang, ayo duduk.” Kami berdua tepat duduk di kursi yang dulu aku menangis sendiri. Duduk menangisi seseorang yang kini selalu ada disampingku. 
“tempat ini sangat bersejarah bukan?” 
“iya ka, haha aku sangat bodoh pada saat itu. Duduk sendirian ditengah hujan dan yaa…” aku belum selesai bicara Raka langsung memotongnya. 
“sudahlah, tapi kebodohanmu itu menjadikan kita seperti ini kan. Hehe. Coba kalo dulu kamu tidak bertindak bodoh seperti itu, mungkin kita tidak akan bersama. Jika kamu tidak menungguku, mungkin aku akan merasa gagal membahagiakanmu. Aku sayang kamu Alisa.” 
“Aku juga sangat sayaaaaaang kamuu ka.” Aku bersender pada raka dan melihat indahnya taman stasiun kereta api tersebut. Memang benar, kadang kesalahan kita bisa menjadikan sebuah kebahagian untuk kita. 

Dalam hati aku berkata. “benar ka, jika aku tidak bertindak bodoh saat itu. Jika aku tidak menunggumu disini, mungkin aku tidak akan merasakan kebahagiaan yang sekarang sedang aku jalani. Bersama denganmu, disampingmu, untuk selamanya.”
 

(Indahnya taman ini, namun tak mengalahkan keindahanmu Alisa. Saat kau menungguku, menghiraukan kegagalanku, dan saat kau berhasil membuat sukses kisah cintaku, kisah cinta kita berdua. Karena cinta abadi takan pernah gagal terlewati.) -Raka-