Laman

Life Must Go On !

Life Must Go On !
Tulis apa yang ingin kau kerjakan, kerjakan apa yang telah kau tulis !

January 31, 2015

Oh Sri Lanka, I Have to Go!

Semula, aku tidak begitu yakin dengan saran ayah yang mungkin bisa membuatku frustasi. Namun setelah kau hadir menghiasi hariku, di tempat asing ini, aku menjadi sangat bahagia. Bagai terang matahari sesudah hujan lebat, kesedihanku pun menghilang menjadi keceriaan yang mendalam. Tapi, apakah kebahagiaan ini hanya untuk sepekan saja? Oh Ranju, I have to go!
Dingin malam menusuk tulang insan. Burung hantu mulai menyanyikan lagu sendu di tengah kelamnya malam. Sepertinya para bintang enggan menampakan diri malam ini. Langit luas hanya berhias bulan sendirian. Tepat malam ini ayah datang membawa satu kabar yang entah aku harus bahagia atau tidak. Liburan ini aku harus ikut tinggal di negara di mana ayah lahir. Perceraianlah yang membuatku harus memilih ke mana aku akan ikut. Aku tinggal bersama ibu karena aku harus menyelesaikan kuliahku di sini. Sementara ayahku, setelah berpisah dengan ibu, beliau pulang kembali ke negaranya yakni Sri Lanka. Negara yang terletak di pulau ujung selatan India ini akan menjadi tempat tinggalku selama liburan semester tahun ini. Ayahku menyuruhku untuk tinggal di sana walau sekedar untuk liburan saja. Katanya, “Jika kau tidak ingin tinggal bersama ayah, setidaknya liburan semester nanti tinggalah di sana!” Akupun menyetujuinya. Hanya liburan saja. Baiklah.
Malam ini ayah datang membawakan paspor untukku, karena besok pagi aku harus segera bersiap-siap untuk pergi ke Sri Lanka. “Jangan terlalu banyak membawa bekal pakaian, ayah sudah menyiapkan baju di sana untukmu.” Ayah menghampiri aku saat aku sedang berkemas. Wajahnya yang masih segar nampak berseri sekali. “Ayah terlihat beda!” aku berhenti berkemas lalu duduk bersama ayah di sofa kamarku. “Jelas! Besok putri kesayangan ayah akan segera tinggal bersama ayah.” Katanya dan sejurus kemudian senyumnya merekah. Tak pernah aku melihat ayah sebahagia ini. “Iya, ayah.” Kataku sambil memeluk erat tubuhnya yang tinggi besar itu. Akupun melanjutkan kembali hingga selesai dan segara tidur agar besok jasmaniku segar bugar.
Ibu. Beliau membangunkanku dari mimpi yang telah kurajut semalam. Bunga tidur itu kini menghilang tanpa kenangan yang tersimpan. Entah mimpi apa aku tadi malam, rasanya berdampak kebahagiaan untukku saat ini. Aku segera bergegas untuk siap-siap. Tepat pukul delapan aku dan ayah pergi meninggalkan rumah. “Baik-baik di sana ya, Alisa sayang!” nasihat ibu sembari memelukku. Ibu akan kehilanganku selama dua pekan ini. Namun aku tidak begitu khawatir karena ada Bi Inah yang siap menemani ibu. Setelah pelukan hangat, nasihat, do’a-do’a dan ucapan “selamat tinggal dan sampai jumpa kembali” dari ibu, aku segera pergi. Kulihat ayah pun berpamitan dan yang sangat aku rindukan adalah momen di mana ibu mencium punggung tangan ayah. Dan saat inila kerinduan itu terbayarkan. Kini tibalah untuk mengucapkan selamat tinggal pada kampung halaman.
Tidak terasa, tibalah aku di Colombo International Airport yang merupakan bandara di Sri Lanka. Bandara ini dinamai sesuai dengan Ibu Kotanya yakni Kolombo, ibu kota yang berada di pesisir pantai dengan sederet bangunan tua bekas peninggalan Inggris. Katanya kota ini tidak segemerlap Ibu Kota negara berkembang pada umumnya. Dibanding Jakarta, Kolombo ini lebih sederhana. Sudah tidak sabar rasanya aku ingin pergi melihat-lihat daerah-daerah bersejarah di Sri Lanka ini. Rasanya banyak yang berubah di negara ini. Atau mungkin saat aku kecil, aku tidak menyadari ada keindahan di negara ini. Entahlah.
Selama di perjalanan menuju rumah ayah, yang cukup jauh dari bandara. Aku begitu menikmati pemandangan yang ada di sepanjang jalan. Satu yang membuatku takjub hingga aku tak kuasa mengedipkan mata sembari langsung membuka jendela mobil adalah ketika melihat sebuah bukit tinggi di jalan itu. "Itu Adam's Peak. Kau suka?" Kata ayah yang tidak beralih pandangan kecuali hanya menatap jalan. "Suka! Itu sangat Indah, Yah!" Aku masih memandangi bukit yang amat tinggi. "Kau mau tahu sejarah Adam's Peak?" Lanjut ayah. "Ayah tahu? Iya, iya! Ceritakan, Yah!" Aku sudah tidak sabar untuk mendengar cerita tentang bukit itu. Nampaknya ayah mengetahui apa yang diinginkan putrinya ini. "Adam's Peak adalah bukit setinggi 2243 meter dan dianggap sakral loh! Nah siapa saja yang mendaki ke sana, merupakan ziarah bagi empat agama utama di dunia seperti Islam, Kristen, Budha dan Hindu." Terang ayah yang nampaknya sangat hafal sekali dengan sejarah bukit itu. "Sakral bagaimana, Yah?" Tanyaku. "Iya, di sana ada lekukan bukit yang masing-masing agama mengartikan hal yang berbeda. Sesuai dengan kepercayaannya." Lanjut ayah. Aku masih mengamati Adam's Peak itu. Meskipun jarak sudah menjauh tapi aku masih bisa melihat keindahan bukitnya. "Bagaimana cara mereka mengartikan itu semua?" Tanyaku lagi yang masih belum puas dengan penjelasan Ayah. "Begini, sayang. Menurut agama Islam, lekukan di bukit adalah tanda nabi Adam a.s menangis saat diusir dari surga. Lain halnya dengan agama Budha, menurut mereka itu adalah jejak Sang Budha, menurut agama Hindu tanda itu merupakan tanda dari dewa siwa, dan menurut agama Kristen lekukan bukit di Adam's Peak terjadi ketika Santa Thomas berdo'a di puncak bukit tersebut." Sungguh ayah menjelaskan tanpa ada satu keraguan. "Oh ya satu lagi yang mungkin kau ingin pergi ke sana adalah ketika mendaki ke puncaknya tepat saat matahari terbit, kau bisa melihat fenomena alam yang dinamai Shadow Of Adam's Peak. Yaitu munculnya siluet bayangan gunung yang sangat terlihat misterius. Menakjubkan bukan?!" Keren! Aku mengagumi bukit itu, tapi aku lebih kagum pada ayahku yang telah memberiku pengetahuan yang selama ini tidak aku ketahui. "Sungguh sangat menakjubkan, Yah!" Penjelasan yang sangat membuatku merasa puas dan sungguh aku ingin mencoba mendaki ke sana. Semoga saja ada waktu untukku. Semoga saja!
Akhirnya, aku sampai di kediaman keluarga besar ayah di kota Unawatuna, Sri Lanka. Sebagian besar keluarga di sana berbahasa inggris, karena dulunya negara ini bekas jajahan Inggris. Aku sempat iri, dan berpikir jika dulu Inggrislah yang pertama dan paling lama menjajah Tanah Airku, mungkin aku akan sangat fasih berbahasa Inggris. Hihi. Sudahlah.
Tanda "Welcome" menghiasi pintu masuk rumah yang berhalaman cukup luas itu. Aku bagaikan putri yang akan memasuki kerajaan di negeri dongeng. Aku disambut meriah oleh keluarga ayah di sana. Segala macam sambutan diucapkan juga segala macam hidangan lezat ada di sana. Ternyata, memasak masakan-masakan lezat adalah cara bagi masyarakat sri lanka untuk menjamu tamunya. Ah! Aku merasakan kebahagiaan penuh saat ini.
"Hallo Dear! How are you? Apa kabar?" Suara itu terdengar dari arah belakangku, dengan logat yang tidak asing lagi aku bisa menebak suara itu. Nenek! Ya, itu pasti nenek. Belum sempat aku membalikkan tubuhku, beliau langsung memelukku. "Ahh nenek. Aku baik-baik, Nek." Kataku sambil membalas pelukannya. Sudah lama rasanya aku tak bersua dengannya. "Nenek apa kabar?" Tanyaku. Nenek pun adalah warga Indonesia yang menikah dengan kakek, warga Sri Lanka. Mungkin sudah takdirnya Ayah pun seperti kakek, namun sayang seribu sayang, pernikahan ayah dengan ibu tidak seabadi kakek dan nenek. "Nenek baik juga, Sayang. Ah! Nenek sangat merindukanmu!" Katanya semakin erat memelukku.
Setelah sekian lama aku bernostalgia dengan keluarga di Sri Lanka, aku meminta istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah. Segera aku pergi ke kamar yang sudah di sediakan. Aku terpesona dengan apa yang aku lihat saat ini. Indah! Saat aku membuka pintu, saat itu pula pandanganku tertuju pada jendela yang terbuka. Mata ini disuguhi oleh keindahan pantai yang sangat memukau. Pasir putih dan warna tosca lautnya membuatku tak sabar dan segera berlari ke arah jendela kamar. Tak kusangka, ternyata di belakang rumah ada pantai. "Indahnya!" Kurasakan angin sepoy menggodaku, udaranya cukup panas, tapi menyejukkan. Ah! Aku tak kuasa berpaling dari keindahan pantai ini. "Kau suka?" Suara itu mengagetkanku. Aku tak menyadari ternyata sudah ada seseorang di sampingku. "Ss-siapa kamu?! Tidak sopan masuk kamar tanpa permisi!" Kataku pada lelaki yang saat ini ada di kamarku. Dia tampan, hidung mancung, tubuh tinggi dan tegap. Walau kulitnya agak sedikit gelap, tapi, tapi, ah sudahlah!
"Maafkan aku, maafkan aku! Aku sudah menyapamu beberapa kali tapi kau tidak menjawabnya." Katanya sambil membungkuk-bungkukkan badan tanda mohon maaf. "Oh begitu." Jawabku ketus. Aku malu, mungkin aku terlalu takjub pada keindahan pantai sampai tak mendengar ada seseorang menyapaku di sana. "Itu pantai Unawatuna. Dikenal di seluruh dunia loh. Apa kau mengetahunya?" Katanya. "Emm aku tidak tahu." Jawabku masih ketus. "Oh iya, kamu siapa?" Tanyaku padanya. Dia tersenyum padaku. Senyumnya merekah bagaikan bunga yang sedang mekar, sungguh indah. "Kau tidak mengenalku?!" Katanya sambil tertawa kecil. "Aku tidak akan menjawab sebelum kau menebak walau salah. Haha." Lanjutnya sambil berkacak pinggang dan memalingkan wajah. "Ish! Menyebalkan." Aku langsung pergi meninggalkan dia yang tidak aku tahu namanya. Sejurus kemudian dia pun menghalangi jalanku. Dengan merentangkan tangan seperti orang yang hendak senam dia menjagaku. "Eitss tunggu! Kau masih saja seperti dulu. Aku Ranju! Salam kenal!" Katanya sambil mengulurkan tangan bagai orang hendak berkenalan, dengan tingkah dan nada mengejekku pula. Menyebalkan. "Emm aku tidak mengenalmu!" Aku langsung pergi dan berlari kecil darinya. Namun, tersimpul senyum saat aku pergi meninggalkannya. Dasar Ranju! Batinku bahagia bertemu dengannya. Teman saat aku masih kecil, sekitar usia empat tahun ketika tinggal di Sri Lanka. Dia masih fasih berbahasa Indonesia karena sempat bersekolah dasar selama dua tahun di Indonesia. Setelah itu dia pun ikut pindah lagi ke Sri Lanka.
Aku pergi berjalan-jalan di pesisir pantai Unawatuna. Di sana ada pula hotel yang begitu mewah dan banyak wisatawan asing lainnya. Tak kusangka, Ranju mengikutiku hingga ke pantai ini. "Jangan jalan-jalan sendirian loh, nanti ada penculik!" Kata Ranju yang berada di belakangku. Aku berhenti sejenak dan membalikan wajah pada Ranju, "Iya, kamu penculiknya! Hahaha." Kemudian aku berlari menuju laut yang warnanya begitu memukau. Ditemani Ranju, kami pun tidak sadar bahwa senja mulai menampakkan diri pertanda malam akan segera datang. Akhirnya kami pulang.
Hari mulai gelap. Latar malam telah menyelimuti seluruh bagian kota Unawatuna, Sri Lanka. Aku masih belum bosan memandangi langit malam penuh bintang di atas laut Unawatuna yang memesona. Hari pertamaku di sini sangat menyenangkan. Sayang Ibu tidak ikut denganku. Akan kuceritakan semua yang ada di sini jika aku sudah pulang nanti. Tiba-tiba terdengar ada seseorang yang mengetuk pintu. "Alisa, sudah tidur kah?" Suara berat itu membuatku segera membukakan pintu. "Belum, Ayah." Kubuka pintu dan kusambut kedatangan ayah dengan hangat. "Bagaimana, kamu suka? Kamu betah?" Tanyanya tanpa ada jeda disetiap ucapannya. "Baru satu hari, tapi aku sudah sangat merasa senang, Yah!" Kataku sembari menggandeng tangan ayah menuju jendela yang sedari tadi masih terbuka. "Pemandangannya indah sekali!" Lanjutku. "Ini belum seberapa, sayang. Besok kau boleh jalan-jalan kemanapun kau mau." Kata ayah mengelus rambut panjangku. Mendengar ucapan ayah aku langsung terperanjat, bahagia. "Beneran, Yah?" Kataku memastikan. "Tentu benar, Sayang! Tapi bukan ayah yang nanti menemanimu. Ayah ada tugas ke India. Jadi nikmati perjalananmu besok ya!" Katanya. Ayah akan pergi? Yang benar saja! Lalu aku di sini bagaimana?! Batinku kesal.  "Ayah kok begitu?! Aku ke sini kan ayah yang mengajak! Mengapa ayah yang pergi?!" Aku kecewa atas keputusannya. "Kalau tahu ayah pergi, aku tidak ingin ikut ke sini. Mending sama ibu, selalu ada waktu untukku!" Lanjutku penuh kekecewaan.
Bulan mengintip dari kejauhan, langit kini semakin menampakkan wujud aslinya saat malam. Ayah mengajakku pergi ke ruang keluarga untuk membicarakan ini semua. "Ayo, ikut ayah dulu." Aku pun  mengiyakan ajakannya. Kulihat keluarga masih ramai di sana. Ada Ranju pun, duduk dengan senyum menyeringai saat melihatku. "Jangan cemberut! Jelek!" Katanya dari kejauhan. Masa bodoh jawabku dalam hati tanpa mengucapkannya pada ranju.
"Sini duduk!" Kata ayah dan langsung melanjutkan pembicaaran ketika aku sudah duduk. "Besok ayah harus pergi ke india. Ayah ada pekerjaan di sana. Kau harus mengerti, Sayang. Ayah janji sepulang di sana ayah pasti membawa hadiah untukmu. Besok, Ranju akan menemanimu kemanapun kau ingin pergi." Mendengar penjelasan ayah dengan sedikit keterpaksaan aku menyetujuinya. Mungkin ini untuk kebaikanku juga. Aku tidak boleh egois. Meskipun ayah tak ada, setidaknya aku merasa sangat dekat dengan keluarga di sini. "Baiklah." Jawabku. "Senyum dong, kalo cemberut Alisanya jadi jelek." Ranju terus saja mengoceh dari kejauhan. Dengan terpaksa pula aku memberikan senyuman terindah kepada ranju, "heeeeee" kataku. Ranju hanya tersenyum melihatku. "Nah kalau begitu, sekarang kamu istirahat! Siapkan diri untuk berpetualang besok. Ranju, jaga Alisa!" Ayah menepuk pundak Ranju. "Siap, paman!" Katanya sambil menunjukan jempolnya pertanda ok! Dan aku segera pergi ke kamar untuk beristirahat.
Suasana pagi di Unawatuna begitu nampak istimewa. Kulihat saudara-saudara perempuanku berseliweran mengenakan busana tradisional, sari. Oh ya, perempuan di Sri lanka sangat menjunjung tinggi nilai kebudayaannya jadi jangan heran jika di jalanan banyak yang memakai sari. Cantik sekali! "Ayah sudah pergi kah?" Tanyaku pada Salina saat melewat di hadapannku. "Sorry?" Katanya sambil tersenyum malu. Ups! Dia tidak mengerti bahasaku! "My father...." Saat aku hendak menanyakan lagi dengan bahasa inggris tiba-tiba ranju langsung menjawab tanpa disuruh. "Ayahmu sudah berangkat tadi pagi. Katanya, "sampaikan salam pada anakku yang sedang tidur, Paman tak kuasa membangunkannya. Alisa nampak lelah." Begitu katanya." Terang ranju menghampiriku membawakan segelas teh khas Sri Lanka. Sri lanka adalah salah satu negara penghasil teh di dunia. "Terima kasih." Kataku. "Kapan kita pergi jalan-jalan?" Lanjutku menagih apa yang sudah dijanjikan tadi malam sebelum ayah pergi ke India. "Kau sudah tidak sabar rupanya." Ranju pergi keluar, "Habiskan tehmu! Lalu ayo kita berangkat!" Katanya sambil menyiapkan sepeda motor yang sudah dipanaskan. Entah mengapa aku sangat senang bisa pergi dengannya. Bagaikan dikelilingi bunga-bunga, hatiku merasa bahagia. "Ok!" Aku segera menyeruput habis teh yang tadi ranju berikan. Seusai itu aku segera bersiap kemudian langsung berangkat. I wish I have a nice day!
Sungguh liburan yang takan pernah aku lupakan. Tujuan pertama kami adalah Kandy. Aku meminta pada Ranju agar setiap kota atau tempat wisata yang dikunjungi harus sambil diceritakan sedikit tentang keunikan ataupun informasi yang bisa aku dapatkan. Supaya, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Atau sambil berenang minum air. Aku tidak ingin hanya memuaskan kesenangan saja, tapi pengetahuan pun harus terpenuhi.
"Kandy adalah kota terbesar di sri lanka. Kota yang sejuk ini dinobatkan sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO." Ranju menjelaskan sambil mengendarai sepeda motor. "Oh ya, Kandy juga termasuk tempat transit yang cocok bagi wisatawan sebelum melanjutkan perjalanan ke daerah wisata lainnya." Lanjutnya. "Oh begitu! Memangnya ada tempat wisata apa saja di Kandy ini?" Tanyaku yang selalu penasaran untuk mengetahui hal baru. "Di sekitar kota ini ada tempat menarik. Seperti Temple Of Sacred Tooth dan juga ada danau buatan yaitu Kandy Lake, nanti kita kesana!" Katanya meyakinkanku. Aku merasa puas dengan semua penjelasannya. Perjalanan ini terasa sangat menyenangkan.
"Berpeganglah! Aku tidak ingin kau terjatuh. Atau peluk saja aku agar lebih aman lagi. Hehe." Katanya. Aku ingin tertawa mendengarnya. "Ah kau ini. Lanjutkan ceritamu!" Aku tidak menggubris ucapannya, tapi ada rasa senang mendengar ucapannya barusan. "Baiklah Tuan Puteri." Seraya langsung tancap gas sepeda motornya. Otomatis aku langsung kaget dan sejurus kemudian memeluk erat padanya. "Ranjuuuuu!" Hanya gelak tawa menghiasi perjalanan kami.
Akhirnya kami tiba di Temple of Sacred Tooth. Kata ranju, di tempat ini ada kuil yang paling terkenal yaitu Temple of Sacred Tooth Relic dan bagi para penganut Budha, tempat ini merupakan agenda wajib bila berkunjung ke sri lanka. "Ranju, danau itu indah sekali. Apa itu Kandy Lake?" Tanyaku saat pandanganku beralih ke tempat yang indah. "Oh iya, aku lupa memberi tahumu. Temple ini bersebelahan dengan danau Kandy jadi kita tidak akan lelah untuk mencapainya." Katanya sambil menggandeng tanganku mengajak ke Kandy Lake. Jantungku berdegup kencang, seperti genderang yang mau perang. "Kau kenapa?" Tanya ranju. "Ehhe tidak apa-apa. Ayo!" Kami kembali melanjutkan langkah kaki. Menikmati danau buatan namun keindahannya nyata dan alami. "Ranju, terima kasih." Ucapku dan Ranju membalas dengan senyum tulus dari dasar hatinya.
Setelah puas berkeliling, mungkin ranju kelelahan, dia mengajakku istirahat sejenak. "Aku lapar, Alisa. Ayo kita pergi ke Hotel terdekat!" Ajak ranju. Aku kaget bukan main, hanya sekedar lapar mengapa harus ke hotel?! Dan aku merasa takut karena dengan santainya dia mengajakku ke hotel, berduaan?! "Hotel? Aku tidak mau!" Kataku sambil mundur selangkah, menjauh darinya. "Kau tidak lapar? Kau tidak haus?" Tanya ranju. "Aku lapar! Aku haus! Tapi mengapa harus ke hotel?" Aku semakin takut padanya. Aku takut sesuatu terjadi. Ranju diam sejenak, nampaknya dia sedang berpikir. Setelah itu, tawa pecah dari mulutnya. "Hahaha. Alisa, Alisa. Aku lupa menjelaskan padamu dan akupun tidak tahu harus menjelaskan apa. Di sini Restoran itu dinamai Hotel hahaha." Tawanya semakin pecah. "Kau pikir aku akan mengajakmu ke Hotel? Tidur berdua? Hahaha." Katanya masih belum puas tertawa. Aku kesal bercampur malu. "Aku lapar, ayo kita ke Hotel!" Kataku sambil pergi mendahului ranju ke restoran yang tidak jauh dari Kandy. Ranju masih tertawa kecil menyaksikan tingkah bodohku. Menyebalkan!
Satu minggu berlalu. Banyak sekali tempat yang telah aku dan ranju kunjungi. Seperti saat hari kedua, kami mengunjungi kota Galle yang berdiri sejak abad ke-16. Objek paling menarik adalah situs warisan dunia bernama Galle Forst. Situs ini berbentuk Kota Benteng, dianggap Kota Benteng terbaik yang pernah dibangun oleh masyarakat Eropa di Asia Selatan. Saat itu aku berharap waktu berjalan lambat. Aku masih ingin menikmati semua yang ada di Sri lanka. Dan yang paling membuatku tertegun adalah aku menemukan Gado-gado dan Nasi Goreng, saat hendak berkeliling menggunakan sepeda di Old Town Galle. "Makanan khas Indonesia! Diperkenalkan oleh Belanda ke masyarakat Sri lanka pada masa kolonial. Silakan bernostalgia!" Dengan senyum yang dipaksakan, Ranju menggodaku dan saat itu terbesit kerinduanku pada kampung halaman terutama ibu. Ibu aku merindukanmu.
 Dan rencana minggu selanjutnya kami akan mencoba mendaki Puncak Adam's Peak. Sungguh perjalanan yang sangat menyenangkan!
Kini tiba saatnya ayah pulang. Keluarga ayah di Sri Lanka ini selalu mengadakan pesta saat menyambut salah satu anaknya yang telah pulang dari luar kota ataupun luar negeri. Adat ini hanya ada di keluaga ayah. Semua perempuan harus mengenakan pakaian tradisional yaitu Sari. Aku pun memakainya. Rasanya aku seperti Kajol atau prety zinta artis-artis bollywood dalam film-film india. Hihi. "Kau cantik sekali!" Ranju mengagetkanku untuk yang kedua kalinya. Ternyata dia sudah berada disampingku sejak lima menit yang lalu. "Ranjuuu! Kau ini hantu atau apa? Selalu saja datang tanpa sepengetahuanku." Aku mencubit lengannya. Dan ternyata keributan itu mengundang perhatian semua keluarga. Mereka semua tersenyum dan ada pula yang menggoda dengan mengatakan, "kalian berdua cocok!" Ah mereka ini ada-ada saja. Namun, di hati yang paling dalam aku bahagia mendengarnya. Dan sesekali aku mengucapkan Aamiin atas ucapan-ucapannya. Hehe.
Ayah datang. Terompet, gendang dan bunga-bunga bertaburan saat ayah hendak turun dari mobil. Suasana ramai sekali. Dibawakannya hadiah-hadian dari india untuk semua sanak saudara. Tak lupa ayah memberikan hadiah untukku dan juga ibu. Ternyata ayah masih peduli pada ibu, pikirku.
Saat semua sedang menyantap hidangan, kutemukan ponselku bendering dan itu adalah panggilan dari Ibu. Segera aku jawab dan ingin segera pula aku menceritakan semuanya. "Hallo, ibu. Aku merindukan ibu!" Kataku yang sudah sangat merindukannya. Tapi ada yang aneh, ibu tidak langsung menjawabku. Hening, ibu tak bersuara. "Hallo? Hallo? Ibu?" Aku mengulangi obrolan. "Iya sayang, ibu di sini. Ibu juga merindukanmu." Katanya dengan suara yang sedikit berbeda, lemas. "Ibu sehat? Ibu tidak apa-apa kan?" Tanyaku dan pikiranku berubah menjadi kekhawatiran. "Ibu sehat sayang. Tapi tolong sebentar berikan ponselmu pada ayahmu!" Tidak biasanya. "Baik, Bu." Aku segera menghampiri ayah yang sedang duduk di teras rumah. "Ayah, ini ibu." Kuberikan ponsel pada ayah dan aku menunggu di sampingnya. Wajah ayah terlihat serius. Dan nampak sekali matanya mulai berkaca, berlinang air mata. Setelah itu ayah menutup teleponnya tanpa menanyakan padaku apa aku akan mengobrol lagi dengan ibu? Tidak! Panggilan kini sudah terputus.
"Ada apa Ayah?" Aku mulai panik. Ayah mengajakku masuk ke dalam rumah dan mencoba menghentikan semua kegiatan pesta yang sedang dilakukan. "Semuanya, dengan khidmat mari kita do'akan semoga Ayah mertuaku tenang di alam sana. Ibunya Alisa menelepon bahwa kakeknya meninggal tadi malam. Mari berdo'a!" Serentak semua menundukan kepala untuk berdo'a. Aku yang belum percaya dengan ucapan ayah menangis terisak di hadapan semua. Aku tak kuasa berkata, tubuhku bergetar, lidahku kelu, dan hanya linangan air mata yang menjadi jawaban atas perasaanku saat ini. Aku ingin pulang!
Ayah memelukku. Semua acara dihentikan. Tidak baik rasanya jika di sini berpesta dan di sana, di kampung halamanku sedang berduka. Aku mengurung diri di kamar, ditemani Ranju sementara ayah menyiapkan tiket untukku pulang.
"Aku turut berduka, Alisa. Kau harus tabah! Kakek pasti bahagia di alam sana." Ranju mencoba menenangkan hatiku. Dia menggenggam erat jemariku. Aku merasakan ketenangan yang begitu mendalam. "Aku akan pulang, Ranju." Air mata terus mengalir dan membasahi pipiku. Sesaat Ranju mengusap air mata itu. "Jika kita ditakdirkan bersama, kita pasti akan dipertemukan lagi." Ranju menatapku, menatap kedua mata yang basah ini. Dia mengusapnya dengan penuh kelembutan. "Alisa, aku menyayangimu dan sampai kapanpun aku akan tetap menyayangimu." Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Aku tak bisa berkata apa-apa mungkin karena aku juga menyayanginya. Air mata kembali mengalir. Lalu saat itu pula Ranju memelukku. Kurasakan kehangatan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Apakah ini cinta? Lelaki yang selalu membuatku tertawa walau hanya sepekan saja. Lelaki yang menenangkan hatiku saat dirundung duka. Aku ingin selalu bersamanya tapi Ranju, aku harus pergi.
Kini tibalah saatnya aku pergi meninggalkan Sri lanka. Kenangan indah bersama keluarga di sana takan pernah kulupa. Terlebih Ranju, akan menjadi bagian manis dalam hidupku. Satu minggu yang sangat berarti bagiku. Untuk terakhir kalinya sebelum aku pergi Ranju memelukku. Mengucapkan selamat tinggal dan semoga kita dipertemukan lagi. "Suatu saat aku akan mengunjungimu." Bisiknya padaku. Aku segera masuk ke mobil dan semua keluarga melambaikan tangan pertanda salam perpisahan. Oh Sri Lanka, I have to go!
Tiba di Tanah Air, di kampung halaman yang ternyata jasad kakek telah di ke bumikan. Aku bersama ayah juga ibu pergi berziarah ke makam kakek yang tanahnya masih basah. Ingin kuceritakan pengalamanku padanya namun sepertinya takan pernah lagi terlaksana. Kakek, selamat tinggal. Bersama angin, kuingin menyampaikan rinduku pada kakek yang sangat aku cintai.
Pengalaman indah terukir selama satu minggu. Aku membuka satu barang yang Ranju berikan saat hendak pulang dari Sri Lanka. Isinya boneka gajah Sri Lanka beserta sepucuk surat darinya. Tak menunggu waktu aku pun langsung membacanya.
Alisa, saat kau datang entah mengapa hatiku menjadi tenang. Kerinduanku kini terobati saat aku melihat senyumanmu yang menawan. Sudahi kesedihanmu dan kembalilah ceria seperti dulu.
Rencana kita untuk mendaki ke Adam's Peak yang belum terlaksana adalah tempat yang tadinya ingin aku curahkan semua perasaanku padamu.
Aku menyayangimu bahkan lebih dari yang kau tahu. Satu pekan rasanya sangat singkat bagiku setelah bertahun-tahun aku menunggumu.
Selesai aku lulus kuliah nanti, aku akan datang menemuimu. Meminangmu dan menjadikanmu ibu untuk anak-anakku. Anak-anak kita.
Aku berjanji!
Salam kebahagian untukmu selalu, Alisa.
Bahagia, sungguh sangat bahagia. Air mata ini kini berubah menjadi air mata bahagia karena Ranju lah penyebabnya.
Sejalan dengan berjalannya waktu, kebahagiaan pun tercipta saat dua insan saling mencinta. Sampai suatu ketika, saat dua hati mulai bahagia, saat itu pula kita harus merasakan duka.
Satu hal yang aku rasakan saat ini adalah bahwa bertemu itu tidak selalu bisa bersama. Namun bertemu itu akan selalu membuat kenangan indah takan terlupa. Mungkin perpisahan ini menjadi awal terciptanya kebersamaan, kebahagiaan untuk selamanya. Semoga kita bisa dipertemukan lagi. Ranju, aku pun mencintaimu.