Laman

Life Must Go On !

Life Must Go On !
Tulis apa yang ingin kau kerjakan, kerjakan apa yang telah kau tulis !

February 29, 2016

(Bukan) Surat Terakhir

Surat ini kutulis untuk kalian semua, sahabat pena yang selalu jatuh cinta setiap hari.
Untuk sahabat pena, yang telah menulis surat cinta selama tiga puluh hari.

Bagiku, tiga puluh hari bukanlah waktu yang singkat. Namun, setelah menjalani #30HariMenulisSuratCinta ini, rasanya waktu begitu cepat berlalu. Ah, andai saat itu aku tidak sakit, mungkin aku sudah menulis tiga puluh surat cinta, seperti teman-teman semua.

Aku sempat membaca surat-surat cinta yang teman-teman buat. Seperti surat cinta milik @nspandu, rasanya setiap kali membaca suratmu, perasaanku ikut tenggelam dalam rangkaian kata-katamu. Meski surat itu bukan untukku, tapi hatiku selalu ikut hanyut merasakan rindu.
Atau surat cinta milik @nugraheninm, membuatku merasa kecil, merasa kurang menguasai kosakata, karena dalam suratmu begitu banyak sekali bahasa yang bagiku belum pernah aku gunakan sebelumnya.
Pokoknya surat cinta kalian, luar biasa!

Aku juga membaca surat cinta milik @meganinas, @MirantiRsyd, @mahanova__, @ndindien, itu yang kuingat, dan surat-surat cinta kalian sangat menginspirasiku untuk terus belajar merangkai dan meramu kata.

Dan kini, mungkin hari ini, hari terakhirku dapat membaca surat-surat yang teman-teman buat. Hari ini hari terakhirku mengunjungi blog kalian untuk sekadar membaca surat. Namun, jika #30HariMenulisSuratCinta ini telah usai, aku akan membaca postingan lain milik kalian, karena tulisan-tulisan kalian sungguh luar biasa.

Ini bukan surat terakhir kan? Semoga kita selalu tetap menebar cinta walau #30HariMenulisSuratCinta ini berakhir.
Semoga tahun depan kita dapat berjumpa lagi dalam #30HariMenulisSuratCinta dan semoga kalian selalu bahagia.

February 28, 2016

Yang Tak Pernah Lelah

Kepada dirimu, Kang Pos, @catatansiDoy, yang tak pernah lelah mengantar surat-suratku, surat-surat mereka, surat kami semua.
Sungguh waktu begitu cepat berlalu, rasanya baru kemarin aku menulis surat cinta pertamaku. Namun kini sudah surat ke-29 lagi. Sungguh tak terasa.

Setiap harinya, dirimu tak pernah lelah mengantar surat-surat kami, menyebarkan cinta dan kebahagiaan yang kami tulis dari hati. Meluangkan waktu untuk sekedar menggerakan jempol, demi jiwa-jiwa yang sedang berbahagia. Demi hati yang sedang berbunga-bunga.

Terima kasih Kang Pos, terlebih terima kasih @catatansiDoy yang selalu mengantarkan surat-suratku.

Semoga, cinta dan kebahagian selalu mengiringi harimu Kang Pos, @catatansiDoy, mengiringi hari-hariku, hari-hari kalian yang selalu jatuh cinta setiap hari.

Walau menulis surat cinta ini akan segera berakhir, kuharap kita semua tetap selalu menebar cinta dan kebahagiaan untuk orang-orang sekitar. Terlebih untuk Kang Pos, semoga cinta dan kebahagiaan selalu terpatri dalam sanubari.

Pesanku untuk Kang Pos, @catatansiDoy, tetap semangat menebar cinta untuk semua insan di dunia. *kasih dua jempol*
Kesan untuk Kang Pos, @catatansiDoy, pokoknya dirimu sangat berkesan, dirimu keren, tak pernah lelah dan sebisa mungkin selalu setia mengantarkan kebahagian untuk kami semua. Cieee~

Oh ya, tiada kata terindah selain do'a, dan tiada surat cinta yang dia baca kecuali Kang Pos yang mengirimkannya.

Sekali lagi terima kasih ya, Kang Pos. Tanpamu, surat cintaku tak akan pernah dibaca oleh orang yang kucinta.

Be positive, be happy
@catatansiDoy memang Kang Pos sejati.

February 21, 2016

Kepada Sang Pemilik

Aroma hujan begitu menenangkan hati, seketika tanah basah membuatku sadar akan satu hal. Tuhan, terima kasih atas rezeki-Mu.

Tuhan, Sang Maha Pencipta, alam kini nampak mulai lelah, alam yang Engkau ciptakan untuk kehidupan makhluk kini mulai rapuh, maafkanlah kami yang tak bisa menjaganya dengan benar.

Tuhan, maafkan kami yang masih lalai menjalankan segala perintah-Mu dan masih sulit tuk menjauhi segala larangan-Mu. Namun kami tetap terus mencoba menjadi hamba-Mu yang bertaqwa.

Tuhan, nikmat-Mu yang tak sedikit sering kami dustakan membuat jiwa-jiwa ini tak merasakan kebahagiaan. Maafkan kami yang terkadang lupa bersyukur, bahkan untuk setetes air hujan pun, kami sering menggerutu.

Tuhan, terima kasih karena Kau selalu menyayangi kami yang terkadang masih sering menduakan cinta-Mu.

February 15, 2016

Mentari

Dari ufuk timur, hingga ke ujung barat, kau tak pernah lelah menerangi bumi yang kini kian menua.

Untuk mentari, yang sinarnya selalu menghangatkan jiwa.
Tanpamu, takan ada kehidupan. Sinarmu yang sangat kami butuhkan, adalah energi yang paling besar sepanjang masa.
Terima kasih selalu mencintai kami, yang tak tahu caranya membalas budi padamu.

Bahkan, jika suatu saat kau muncul tak lagi di ufuk timur, maka berakhirlah kehidupan.

February 14, 2016

Kembalilah Tanah Surga!

Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

Dulu, orang bilang begitu.

Bait-bait lagu itu sungguh mencerminkan keadaan negeri yang sangat kaya. Saking kayaknya, tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman. Tak salah memang negeri ini dinamakan tanah surga.

Wahai negeriku yang kucintai, apakah kau kini lelah?
Apakah orang-orang serakah itu telah mengeruk kekayaan yang kau miliki dengan seenaknya?
Apakah mereka menyisakan kekayaan yang ada padamu untuk anak cucunya kelak?
Aku ragu.

Dahulu, kau dijajah karena kekayaan alam yang melimpah.
Para pahlawan berjuang bertumpah darah demi kemerdekanmu.
Namun, saat ini pun kau masih dijajah pula. Bahkan oleh tuan rumah sendiri.
Ceritanya kau sudah merdeka, tapi apakah mereka yang kelaparan, orang-orang miskin dan terlantar sudah merdeka?
Oh negeriku, kapan kau makmur seperti dahulu.

Kembalilah tanah yang orang bilang sebagai tanah surga.
Kembalilah untuk bekal anak cucu kelak di hari tua.

Dariku,
yang sedang berjuang untuk negeri tercinta.

February 13, 2016

Hari Tadi

Hari tadi, saat gerimis di kota Bandung.

Terima kasih, Mas, sudah mengantarku ke PRAMITA untuk cek darah.
Betapa banyak sekali yang kau ceritakan, tentang sesuatu yang begitu sulit kupahami.
Ternyata pengetahuanku masih sempit ya. Kehidupan sosialku hanya begitu-begitu saja. Berbeda dengan Mas, begitu banyak hal-hal yang terjadi di kehidupanmu. Betapa kritisnya pemikiran-pemikiranmu.

Sepanjang jalan Pajajaran, kau ceritakan karakter-karakter orang yang membuatku tertegun. Bahkan antara percaya dan tidak, apakah iya seperti itu kah orang-orang di sana? Menutup diri dan melakukan hal-hal absurd seperti yang kau ceritakan.

Namun, semua yang kau ceritakan tadi adalah suatu pengetahuan yang baru dalam hidupku.
Terima kasih, Mas.

February 12, 2016

Down

Untuk semua orang yang tak pernah bosan berkunjung ke blog saya, terima kasih.

Maafkan diri ini yang tak mampu berucap kata lebih seperti biasanya.
Ragaku tak mampu lama menatap layar handphone apalagi laptop.
Do'akan aku yang sedang diuji kesabaran oleh Sang Pencipta.
Do'akan aku semoga lekas sembuh.

Di atas tempat tidur tanpa ranjang ini, aku merintih.

Salam.

February 11, 2016

Untuk Raga

Untuk raga yang tak pernah lelah menemani kehidupanku.

Maafkan aku, karena belum maksimal menjagamu. Maafkan aku yang senantiasa membuatmu berada dalam kesusahan. Maafkan pula aku yang kini membuatmu sakit. Namun bukan maksudku untuk melakukan semua itu, tak ingin aku menyakitimu. Karena aku juga merasakan sakit yang sama denganmu.

Sudah dua hari ini, kau berada dalam masa di mana seluruh suhu tubuhmu meningkat. Bagian-bagianmu pun ikut merasa sakit. Kepala terus berputar-putar, pusing berkepanjangan, lengan-lengan sampai pundak pun kelelahan. Maafkan aku yang hanya bisa terkulai lemah di atas tempat tidur tanpa seprai.

Sungguh aku takut, saat kau berada dalam kesakitan, aku takut jantungmu pun diberhentikan. Aku takut ajal kan datang menjemput. Kuterus berdo'a agar sampai tak kelak menyesal. Aku hanya ruh yang mendiami ragamu. Aku hanya ruh yang disimpan dalam raga untuk beribadah kepada-Nya. Namun maafkan aku, bukan aku tak menghargaimu, tapi aku juga kini sedang merasa sakit yang sama denganmu, ragaku.

Sungguh, aku sangat mencintaimu. Sebisa mungkin aku menjaga kesehatan demi kebaikanmu. Namun apa daya, ada masa di mana raga seseorang berada dalam keadaan sakit. Bukankah sakit itu menjadi penawar dosa-dosa? Ya, penawar dosaku yang selama ini lalai menjagamu, ragaku.

Untuk raga yang kini sedang sakit, walau selera makanmu dicabut, walau kecantikanmu diambil, tapi jangan bersedih karena Allah pun mengambil dosa-dosa kita. Dosaku yang berada dalam dirimu, ragaku.
Kuselalu berdo'a agar kita segera sembuh. Dapat beraktivitas seperti biasanya. Merangkai kata lagi dari suasana yang kita lihat. Menjalani kehidupan di dunia yang begitu singkat.

Wahai ragaku, bersabarlah. Ketika sembuh nanti, Allah akan mengembalikan selera makanmu. Allah akan mengembalikan pula kecantikan wajahmu. Namun, begitu sayangnya Allah pada kita, umat manusia, Dia tidak pernah mengembalikan dosa-dosa yang diangkat ketika kita sakit. Jadi, janganlah bersedih wahai ragaku, Allah selalu melindungi kita, menjaga kita, dan mencintai kita jika kita bersabar dalam rasa sakit ini.

Untukmu ragaku yang sangat kucintai, juga untuk diriku, semoga segala rasa sakit ini segera diangkat. Aamiin.

February 10, 2016

Cinta Dalam Do'a

Sore ini hujan kian deras, membasahi bumi yang sedikit gersang karena polusi.
Sore ini, aku sedang memikirkanmu. Apakah gersangnya hatiku bisa disejukan oleh cintamu?

Sungguh, sebenarnya aku tak suka menyembunyikan rasa cinta. Sedikit aku memandang senyummu, wajahku tak bisa menolaknya. Rona merah ini kian memancarkan suatu kegelisahan hati. Kapan aku bisa memberanikan diri?

Wahai pujaan hati, sudah sekian lama aku menantikan kehadiranmu. Cukup kehadiranmu saat aku lelah dalam kegiatanku. Cukup kehadiranmu yang mampu menenangkan hatiku. Sungguh aku ingin kau menjadi pendamping hidupku. Menjadi imam dalam menjalankan kehidupan. Membawaku ke dalam keabadian cinta atas ridho-Nya.

Kau tahu, aku selalu cemburu ketika kau dekat dengan wanita lain. Tapi, aku bisa apa? Itu bukan hakku, kau bukan suamiku.
Saat kau dekat denganku, aku pun tak bisa berkata apa, belum halal bagiku untuk sekedar berjalan bersama-sama.
Apa kau menyimpan hatimu untukku? Tapi aku tak tahu. Kuhanya bisa berdo'a dalam diamku.

Wahai pujaan hati, bolehkah aku berdo'a agar kau menjadi jodohku?
Hanya itu usahaku dalam memperjuangkan perasaanku. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk menyampaikan isi hati. Do'a-do'a kugantungkan pada-Nya agar aku bisa mendapatkan yang terbaik sepertimu.
Aku pun di sini sedang memperbaiki diri. Bukankah jodoh kita adalah cerminan diri kita?

Wahai pujaan hati, jika aku masih belum bisa mengungkapkan rasa cinta, biarlah kusampaikan semuanya melalui do'a-do'a yang mungkin bisa menghangatkan jiwamu. Jika aku belum bisa mengatakan perasaanku, biarlah kutitipkan dahulu pada Sang Maha Pemilik Cinta.
Bukankah dahulu Fatimah seperti itu? Mencintai Ali tanpa seorang pun tahu. Begitupun sebaliknya, Ali mencintai Fatimah disampaikan lewat do'a-do'anya. Perasaan mereka masing-masing diserahkan kepada Sang Pemilik Cinta.

Tapi jika aku mem-Fatimah-kan diriku, akankah engkau meng-Ali-kan dirimu?
Lewat do'a kusampaikan perasaanku.
Kepada Sang Pencipta kugantungkan cintaku.

February 09, 2016

Ada Rahasia

Bandung, 09 Februari 2016

Assalamu'alaikum, Radina, sahabatku yang dicintai Allah.
Apa kabarmu hari ini, kemarin dan satu bulan yang lalu? Semoga kau selalu dalam keadaan baik ya.
Aamiin.

Ternyata, sudah cukup lama ya kita tak berjumpa. Libur semester ganjil ini rasanya begitu panjang. Sampai aku sedikit lupa, semester kemarin belajar apa. Hihi.
Apakah liburan ini kau mempelajari lagi mata kuliah semester kemarin? Ah, jika iya, sungguh kau sahabatku yang luar biasa.

Mungkin maksud dari datangnya surat ini adalah untuk menyampaikan sesuatu kepadamu. Sesuatu yang bisa dibilang rahasia. Sesuatu yang sudah kusembunyikan sejak dua setengah tahun yang lalu, sejak OSPEK di kampus itu. Namun, pada akhirnya ingin kusampaikan juga padamu. Hatiku sudah lelah selalu menyimpannya sendirian.

Radina, kau tahu kan segala tentangku? Setiap ada masalah, aku selalu bercerita padamu. Tentang jatuh bangunnya kisah cintaku, kuceritakan padamu. Namun ada satu hal yang kusembunyikan darimu. Jika kau mengetahuinya, mungkin kau takan pernah mempercayainya. Tapi semua ini memang kenyataan. Apa kau siap mendengar rahasiaku? Apa kau siap pula menjaganya? Janji ya! Aku mempercayaimu.

Radina, apa kau masih ingat saat pertama kali kita berjumpa? Jika ingat, coba bayangkan kembali, putar kembali memori saat kita berjumpa. Jujur, saat aku pertama kali melihatmu, kau orangnya judes sekali. Sampai aku tak enak hati. Tergurat begitu jelas ketidakramahan di wajahmu. Namun aku menyadari, ada sesuatu yang menghilangkan perasaanku yang tidak enak itu. Kau tahu apakah sesuatu itu? Tahan dulu ya.

Namun, setelah aku mengenalmu, dekat denganmu, bersahabat denganmu, aku yakin kau tak sejudes yang kukira. Kau adalah sahabat terbaik yang kumiliki di kampus.
Hmm, kembali lagi pada rahasia yang akan kusampaikan. Rahasia ini berawal daripada aku mengenalmu. Aku menyimpan rahasia ini sejak pertama bertemu denganmu. Kau ingin tahu?

Rahasia yang kusimpan selama ini adalah, aku mengagumi seseorang yang ada disampingmu, ketika pertama kali kita bertemu.
Suutt, jangan bilang siapa-siapa ya!
Kapan kita bisa bertemu, untuk sekedar melepas rindu dan menceritakan segalanya padamu?
Balas suratku, ya!

Salam Rindu.
Ndeh.

February 08, 2016

Sebuah Penyesalan

Hai, Boy!
Apa kabar? Haha. Mungkin kamu bingung, tiba-tiba surat ini datang melalui mention twittermu. Tak usah risau, tak usah kepedean, ini bukan surat cinta seperti layaknya orang yang punya hubungan istimewa. Namun, bukan kah persahabatan kita lebih berharga dari segalanya? (Ketawa ngakak)

Ini adalah surat yang kubuat pertama, untuk anggota D'Manjess tercinta. Kamu harusnya merasa bangga, dan beruntung tentunya, karena kamu orang pertama yang kukirimi surat ini. Ingat ya, jangan senyum-senyum sendiri ketika kamu membaca surat ini. Karena, Radina, Kakang, Iqbal, Reni dan lainnya pun akun kukirim pula.

Jadi begini, Boy, surat ini kukirim karena sudah lama aku tak mendengar kabarmu. Semenjak musibah itu, aku benar-benar minta maaf karena tidak menjaga tasmu sebaik mungkin. Aku malah asik selfie, padahal di balik itu ada orang jahat mengincar tasmu. Sungguh itu di luar dugaanku. Sungguh aku pun sama kagetnya denganmu.

Dan betapa bodohnya aku, yang malah menyelamatkan tiket karaokean, padahal di dalam tasmu itu banyak barang berharga. Aku sungguh tak menyangka akan terjadi hal buruk itu. Jika aku tahu orang jahat itu akan mencuri tasmu, aku akan menyelamatkan semuanya, termasuk tongsis yang kita beli dengan jerih payah tawar menawar dengan penjualnya. Ah sungguh aku menyesali segala yang terjadi.

Tapi, Boy, aku tahu, waktu itu pasti terasa begitu menyakitkan, saat kamu kehilangan sesuatu yang kau sayang. Namun sebenarnya, di balik itu pasti ada hikmah yang Allah berikan untukmu. Khususnya menjadi sebuah pelajaran untukku juga. Aku sadar, selfie itu boleh, namun harus tetap ingat dengan sekitar. Ya. Itu hikmah yang kuambil dari musibah pencurian itu.

Oh ya, Boy, apa kamu mendo'akan sesuatu untuk orang yang mencuri tasmu? Jujur, saat itu ketika hari pencurian itu, mulutku tak hentinya mengutuk orang jahat itu. Tapi aku sadar, itu semua bukan hakku. Aku hanya berdo'a agar segala barang yang ada dalam tasmu, bisa kembali bagaimanapun caranya. Dan pada akhirnya, sebagian barang di dalam tasmu kembali bukan? Allah masih menyayangimu, Boy.

Tapi, aku sedikit sedih juga. Tongsisnya tidak balik lagi ya Boy? Mungkin pencuri itu butuh tongsis juga, untuk selfi-selfie seperti yang kulakukan saat tasmu dicuri.
Boy, sekali lagi aku minta maaf ya. Hahaha.
Kapan kita akan berpetualang lagi?
Kapan kita akan selfie-selfie lagi? Lain kali, aku berjanji akan menjaga titipan siapapun walau sedang asik berfoto-selfie.

Sekali lagi maaf ya!
Salam,
Ndeh.

February 07, 2016

Sang Idola

Sebenarnya aku tidak tahu, antara superstar dan idola, apakah berbeda?
Tapi, menurutku idola juga adalah superstar. Bahkan lebih dari itu.

Bismillah...
Surat ini kusampaikan untuk idolaku sepanjang masa. Idola yang tak pernah merasa dirinya idola. Idola yang tidak sama dengan idola lainnya. Seorang idola yang sangat benar-benar mencintai fansnya. Bahkan mencintai semua walaupun mereka tak mengidolakannya.

Wahai idolaku, sungguh aku sangat ingin berjumpa denganmu. Untuk mengatakan bahwa aku sangat mengagumimu, mencintaimu.
Ketika aku mendengar kisahmu, tak kuasa aku menahan tangis, tak kuasa aku menahan sesak karena membayangkan perjuanganmu. Sungguh dirimu adalah idola sejatiku.

Wahai Sang Idola, aku memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk mengizinkanku agar tetap berada di bawah syafaatmu. Memudahkanku dalam mengikuti jejak langkahmu. Dan senantiasa selalu menuntunku agar aku selalu mengamalkan apa yang engkau contohkan dahulu. Aku sungguh ingin berjumpa denganmu. Walau sebatas melihatmu dari kejauhan.

Wahai Sang Idola, aku hanya mendengar semua kisahmu dari Ayah dan guru di madrasah. Hanya dengan mendengar saja, tubuh ini langsung merinding, sendu. Bukan aku ketakutan, tapi aku begitu takjub atas apa yang engkau lakukan demi umatmu.

Wahai Idolaku, hanya engkaulah sebenar-benarnya idola. Superstar bagi semua umat manusia. Idola yang rela bertumpah darah demi umat, rela menangis demi keselamatan umat dan rela meminta kepada Allah SWT agar umatmu tak merasakan sakitnya sakaratul maut. Sungguh tak bisa kubalas segala jasamu. Sungguh hanya engkaulah yang seharusnya paling diidolakan.

Wahai idolaku, Rasulullah, Muhammad SAW.
Meski aku tak dapat melihat angin, bukan berarti aku harus berhenti bernapas.
Sama seperti aku yang tak pernah melihatmu, bukan berarti aku harus berhenti percaya, berhenti mengikuti jejakmu. Tidak seperti itu.

Aku yakin, sangat berbahagia pastinya orang yang bertemu denganmu, juga mereka yang ikut berjuang denganmu.
Tapi, bukankah janji engkau adalah nyata bahwa, berbahagialah tujuh kali orang yang tidak bertemu denganmu tapi beriman denganmu. Aku yakin itu.

Ya Rasulullah, tak pernah kutatap wajahmu yang kudengar akan membuat hati tenang jika melihatmu.
Ya Rasulullah, lewat dua pusakamu, Al-qur'an dan Hadist, aku belajar untuk mengamalkan sunah-sunahmu.
Walau belum sempurna, aku tetap berusaha untuk mencoba.
Ya Rasulullah, terimalah aku sebagai umatmu.

Satu hal yang membuatku tak henti-hentinya menahan tangis, satu hal yang membuat jiwaku tersentuh, satu hal yang membuatku selalu mengidolakan engkau adalah, saat engkau dipanggil oleh Allah SWT, saat nyawamu dicabut oleh malaikat Izroil, yang engkau pikirkan hanyalah "umatku, umatku, umatku" tanpa peduli rasa sakit yang engkau rasakan saat itu.

Ya Rasulullah, sungguh besar perjuanganmu.
Sungguh engkau adalah seorang kekasih Allah dan idola semua umat.
Sungguh, aku sangat merindukanmu.

February 06, 2016

Untuk yang Kusebut Pak Haji

Hari ini adalah hari ke-100 kepergian Pak Haji. Di mana, empat hari lagi yaitu tanggal sepuluh adalah hari ulang tahun Pak Haji.
Kami di sini akan mengadakan pengajian. Hanya keluarga saja. Karena kami tak ingin ada lagi kesedihan yang terlihat di wajah para tetangga.

Pak Haji, aku menyebutnya begitu. Apakah engkau di sana bahagia? Tanpa ditemani isteri, anak-anak dan cucu-cucumu? Kata tetangga, Pak Haji pasti sangat bahagia, karena semasa Pak Haji ada, engkau selalu membuat tetangga bergembira.

Pak Haji, apakah di sana engkau kesepian? Kata tetangga, Pak Haji takan pernah kesepian, karena semasa Pak Haji ada, engkau selalu meramaikan komplek dengan mengadakan pengajian.

Itu semua kata tetangga. Tetangga di sini, semua sangat menyayangimu, semua sangat sedih telah kehilanganmu. Semuanya sangat merindukanmu. Terutama kami, yang selalu ada di bawah atap yang sama, di atas meja yang sama dan tertawa bahagia di dalam hangatnya kumpul keluarga.

Kami di sini mulai merasa ada sesuatu yang hilang. Dari hari ke hari, waktu ke waktu, sampai kini tak terasa sudah 100 hari kepergianmu, semakin terasa kesedihan yang tergurat di hati kami. Semakin terasa pedihnya kehilangan. Kehilangan sosok Pemimpin bagi keluarga dan orang sekitar. Pak Haji, di sini kami merindukanmu.

Surat cinta yang kini kami tulis hanya sebatas perwakilan isi hati yang tak mungkin tersampaikan kepadamu. Surat cinta yang mungkin takan bisa engkau baca langsung, dan membuat senang hatimu. Tapi, kami di sini selalu menyampaikan segala rasa cinta kami melalui do'a untukmu.

Pak Haji, hari ini adalah hari ke-100 kepergianmu. Semakin hari semakin pilu. Tak ada lagi komando yang kau berikan untuk mengumpulkan anak-anakmu, yang telah menyebar karena masing-masing sudah berkeluarga. Tak ada lagi tumpuan untuk mengadu, jika kami sedang ada dalam kebingungan. Tak ada lagi banyolan dan canda tawamu ketika kami sudah lelah dengan pekerjaan. Namun semangatmu, motivasimu dan segala kebaikanmu kan selalu kami jaga, kami terapkan dalam kehidupan.

Pak Haji, kami tahu, tetangga tahu, semua pun tahu tentang segala kebaikanmu. Kami yakin bahwa Allah SWT pasti menempatkanmu di tempat yang diridhoi-Nya. Tempat yang takan mampu merasa pedihnya siksa. Kami di sini selalu mengirimkan cinta, rindu dan kebahagian melalui do'a untukmu.

Pak Haji, sekarang, aku sendiri yang ingin menyampaikan sesuatu padamu. Aku tahu, aku bukan bagian dari keluargamu. Aku di sini hanya seseorang yang telah diangkat anak, oleh anakmu. Tapi kuhaturkan segala rasa hormat dan kebanggaan karena telah mengenal Pak Haji yang tak pernah memandang sebelah mata kepadaku.

Sama seperti anak-anak Pak Haji di sini, mereka semua sangat baik kepadaku, sangat ramah dan menerimaku. Begitu pula cucu-cucumu, mereka sangat dekat denganku dan mereka pun sangat menghormatiku. Aku di sini yang bukan siapa-siapa sangat bahagia bisa mengenal keluaga besar Pak Haji. Aku tahu, semua berkat ajaran dan didikan Pak Haji yang mampu membuat anak-anak Pak Haji begitu sangat baik dan menjadi orang yang baik.

Pak Haji, semoga engkau di sana, di alam yang kini berbeda dengan kami, selalu diterangi cahaya atas segala kebaikanmu. Selalu diwangikan oleh amal-amal yang kau lakukan semasa masih berkumpul dulu.
Terima kasih atas segala yang engkau berikan untuk kami, yang sangat mencintaimu.

Salam Rindu, dari kami, yang kini mulai mencoba mengikhlaskan kepergianmu.

February 05, 2016

Tak Mau Menulis

Jika aku sedang tidak mau menulis, apakah aku harus menulis? Tidak, kan?! Lah tapi mengapa aku terus saja menulis? Entahlah, jemariku ini yang memaksaku untuk bercerita.

Jadi, apa yang harus aku tulis? Apa aku harus menuliskan namamu di sini? Hmm kukira jangan lah, takut diketahui orang banyak. Jadi apa yang harus aku tulis? Aku bingung sebenarnya.

Apa ya? Aduh bingung!
Coba, kuingin melihat ke luar rumah. Mungkin saja ada sesuatu yang dapat kutulis. (Dua menit kemudian). Ouhh, aku hanya melihat ada pepohonan yang melambai-lambai padaku. Kuharap tak ada makhluk yang bersuara nyaring ikut melambai juga. Amit-amit!
Pohon itu terlihat segar karena sang hujan telah menyuruh koloninya untuk menyerang bumi. Kudengar pula suara mungkin jangkrik, (karena Semut tak bisa kudengar suaranya) yang terus menggodaku untuk berkeliling semakin jauh. Seperti mengusirku mungkin?

Ah, aku mau masuk rumah lagi. Dingin malam menusuk tulangku, aku tak mau bermain dengan koin dan minyak urut malam ini. Tubuhku langsung tembus ke tulang, jika koin itu dicelup ke dalam minyak urut lalu di gesekan pada punggungku, sudahlah Wassalam.

Ah ternyata aku sudah menulis lumayan banyak (karakternya). Akan kuakhiri saja. Kuakan menyisakan untuk besok dan seterusnya.

Kapan Kita Berjumpa?

Siang tadi, aku mencoba mencari udara segar, di tengah cuaca yang sangat panas.
Coba tebak, apa aku menemukannya?
Tentu tidak, yang kutemukan hanya bayangan wajahmu yang hari kemarin tak jadi berjumpa.

Hallo Viska, selamat sore..
Kemarin kita tak jadi berjumpa. Padahal kemarin adalah moment terakhir, dimana kita bisa membuka jendela-jendela ilmu. Selain itu, aku pun merindukanmu.

Lewat surat ini, kuingin tanyakan kapan kita akan berjumpa lagi? Rasanya rindu yang tak berbatas ini ingin segera kuadukan padamu. Walau dua minggu yang lalu kita telah berjumpa, apa daya waktunya begitu singkat, tak cukup tuk mencurahkan, menceritakan kisah-kisah yang kita lalui dalam hidup kita.

Viska, sungguh bertemu denganmu adalah hal yang aku tunggu. Sahabat SMP yang tak pernah bosan menyemangatiku. Yang selalu memberi motivasi dalam segala hal di hidupku. Ah, rasanya aku sudah tak sabar menceritakan hal yang terjadi kemarin di pesta buku.

Oh ya, kemarin aku ke Braga sendirian. Andai saja kau jadi pergi, mungkin aku tak akan kesepian.

Tahu tidak, kemarin kuberjalan menelusuri jalanan Braga ditemani gerimis yang tak romantis. Pepohonan pun terlihat gelisah karena tak sepenuhnya basah. Andai kemarin kau ada di sini, mungin kita bisa berfoto di dekat pepohonan itu, agar ia tak lagi gelisah.

Kau bingung bukan, mengapa aku mengirim surat? Bukankah bisa lewat pesan singkat? Nah, inilah hal yang spesial, aku mengirimiku surat karena aku juga sedang tak punya pulsa hehe.
Selain itu, surat yang kukirim ini adalah surat cinta loh.

Iya, aku mencintaimu karena Allah. Aku mencintaimu, karena kau adalah sahabat terbaik yang dikirim Allah untukku.

Kutunggu balasan suratmu yaaa, Viska. Jika sudah ada waktu yang cocok tuk berjumpa, segera kabari aku.

Salam rindu.
Ndeh.

February 04, 2016

Untuk Kau Yang Akan Segera Menikah

Selamat sore!

Pagi tadi, saat mentari masih enggan menampakan sinarnya, saat awan gelap masih berkeliaran di langit, aku melihat kau tersenyum, namun bukan kepadaku. Kuhanya mengintip dari balik jendela kamarku, untuk kesekian kalinya, menantikan kehadiranmu. Apa kau tak menyadari itu?

Satu minggu kau tak kunjung menghubungiku. Sudah satu minggu pula kau hanya diam saja di rumahmu. Apakah ada sesuatu yang terjadi padamu?

Jadi begini, surat ini kutulis hanya untuk menyampaikan rasa penasaranku akan berita yang sering dibicarakan ibu-ibu, ketika sedang berbelanja itu. Aku ingin bertanya, kau akan menikah dengan siapa? Maaf, aku tak bermaksud lancang. Tapi datangnya surat ini kuingin menagih semua janji-janjimu. Janji yang baru saja kita buat satu bulan yang lalu.

Kau bilang, akan segera melamarku, bukan? Lantas, ibu-ibu yang bergosip, termasuk tanteku itu, bukankah sedang membicarakan dirimu? Katanya kau akan menikah secepatnya? Apa benar, tapi dengan siapa? Jika denganku, mengapa aku tak pernah tahu? Sekali lagi kubertanya, kau akan menikah dengan siapa?

Sebulan yang lalu, kau sengaja mengajakku ke tempat yang romantis di kota Bandung itu. Kau bilang akan segera melamarku, walau aku masih kuliah semester enam ini. Kau tahu, betapa berbunganya hatiku, betapa terbangnya anganku saat aku mendengar ucapanmu itu. Tapi kini, di komplek sedang ramai membicarakanmu. Membicarakan rencana pernikahanmu.

Apakah ada keuntungan yang kau sembunyikan dari hubungan backstreet kita? Coba jelaskan padaku, agar aku tak harus bertanya pada tanteku yang bawel itu.
Jika memang benar kau menyembunyikan sesuatu, aku akan menutup kembali pintu hati yang baru saja kau buka sebulan lalu.

Oh, ya, jika benar kau akan menikah bukan denganku, lantas mengapa kau memaksaku untuk merubuhkan gerbang istiqamahku? Mengapa kau beraninya memberiku janji-janji semu?
Dan jika memang benar kau akan menikah, kirimkanlah kartu  undangan itu, jangan padaku, tapi pada tanteku, karena aku tak akan datang. Sebelum kau menjelaskan semuanya padaku.

Satu lagi, apakah aku harus tetap mencintaimu? Jawab!

Terima Kasih atas berita yang telah mematahkan hatiku.

February 03, 2016

Ma, Pa, Maafkan Aku!

Assalamualaikum, Ma.

Ma, apa kabar? Semoga Mama selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT, begitu juga Bapak. Lewat surat ini kusampaikan beribu kata maaf, yang tak mampu kuucapkan langsung kepadamu, Ma. Aku ingin mengatakan sesuatu yang mungkin bisa menyakiti hatimu. Maafkan aku, Ma. Aku sudah tak mampu memendam ini sendirian.

Aku ingat Ma, saat aku bilang aku telah mendapat beasiswa untuk membayar kuliah, kulihat kebahagiaan tak henti-hentinya terpancar di wajah lelahmu. Beasiswa yang mampu meringankan bebanmu demi menyekolahkan aku, demi mengangkat derajatmu kelak aku lulus nanti. Tapi Ma, ada sesuatu yang harus aku sampaikan, namun Mama harus berjanji jika kuceritakan, takan membuatmu menangis bersedih hati. Maafkan aku, Ma.

Dua bulan lalu, aku kena musibah Ma. Aku ditipu orang, dihipnotis, Ma. Aku bingung harus bilang pada siapa, aku kaget dan aku takut, Ma.
Orang jahat itu mengambil semua yang aku punya.

Mama, tahu laptop yang Abang berikan padaku? Laptop yang dengan susah payah didapat dari keringat Abang demi melancarkan tugas kuliahku itu? Sekarang telah kandas, Ma, diambil orang jahat itu, orang yang telah menghipnotisku. Maafkan aku, Ma. Aku telah menyia-nyiakan perjuangan Mama dan Abang.

Selain itu, mungkin, bukan, tapi pasti Mama juga akan kecewa padaku. Uang beasiswa dari kampus pun kandas, Ma. Orang jahat itu menghipnotisku dan menyuruhku mencairkan semua uang tabunganku. Sakit hatiku, Ma. Sangat sakit karena aku telah menghancurkan kepercayaanmu, kepercayaan kampus, karena orang jahat itu.

Ma, jika Mama ingin marah padaku, silakan, Ma. Jika Mama ingin memukulku seperti yang pernah terjadi lima belas tahun yang lalu, silakan, Ma. Ini semua salahku, karena kecerobohanku, karena kebodohanku, dan karena kebiadaban orang yang telah menghipnotisku. Mama, maafkan aku! Aku masih belum siap pulang ke rumah, untuk menceritakan ini semua.

Mama, jika kau telah membaca suratku ini, janganlah kau risau, aku di sini baik-baik saja. Hanya saja proses kuliahku sedikit terganggu. Kegiatan belajarku tak kondusif lagi, Ma. Tapi tenang, aku masih bisa mengatasinya.

Ma, do'akan aku agar aku tak lagi ada yang ganggu. Do'akan pula untuk orang yang telah menghipnotisku, agar dia sadar dan diberi balasan oleh-Nya. Maafkan aku, Ma. Sekali lagi maafkan aku. Dulu aku berjanji, merantau ke kota besar untuk mencari ilmu demi membahagiakanmu, membahagiakan Bapak. Lantas, kini aku malah mengecewakanmu. Kuingin memelukmu, mencium tanganmu agar aku tak menjadi rapuh.

Ma, jangan terlalu dipikirkan tentang musibah yang telah menimpaku. Aku ingin Mama tetap sehat, Mama tetap kuat, cukup saja aku yang akan mencari solusi untuk kejadian ini. Aku hanya ingin memberi tahumu bahwa saat ini aku masih baik-baik saja.

Ma, aku akan pulang dan menceritakan segalanya, jika aku sudah siap nanti ya, Ma. Maklumi aku yang belum berani menghadapmu. Belum berani menghadap Bapak yang aku sudah bayangkan bagaimana nanti responnya. Ma, sehat selalu ya, Ma. Salam untuk Bapak juga. Maafkan aku atas kelalaian dan kecerobohanku.

Salam kangen, salam sayang dan cinta dari anakmu, yang masih belum bisa membahagiakanmu.

February 02, 2016

Saitama, Aku Tetap Mencintaimu ❤

Siapa yang akan menyangka, jika selama ini, aku menyimpan rasa kepada si Botak Saitama. Walau orang-orang bilang dia orang aneh, tapi bagiku dia tetap pahlawan nomer satu. Di hatiku.

Banyak orang bilang, "Ah, Saitama mana mungkin ada yang suka!" Dengan nada merendahkan seperti itu, mereka berkata seenaknya. Siapa bilang? Saya menyukainya, saya mengaguminya! Sebelum Saitama botak, dia keren kok, dia ganteng kok, dan sampai sekarang pun akan terus begitu. Tak ada yang berubah! Mungkin hanya bagian kepala saja sih yang berubah.

Pagi itu, saat matahari mulai menampakan diri, aku sedang asik jogging-jogging santai di lapangan komplek, terlintas pikiranku tentang bayang wajah rupawan Saitama. Aku senyum-senyum sendiri. Ah, dasar si Botak, berani-beraninya dia mengganggu joggingku ini.

Aku berlari-lari kecil seputaran lapangan. Dari kejauhan kulihat ada sesuatu yang mengkilat, silau, memakai baju warna kuning dengan jubah putih di punggungnya. Saitama! Sedang apa dia?! Dia berjalan seolah jalanan itu milik nenek moyangnya. Sempoyongan, tak karuan.

"Woy, Sai?!" Kataku memanggil Saitama dari kejauhan. Tapi Saitama tak menoleh juga. Akhirnya aku lebih memilih menghampirinya, dibandingkan harus teriak-teriak tapi tak didengarnya.

"Saitama!" Aku menepuk pundaknya. Dan alangkah kagetnya aku, melihat darah yang bercucuran dari hidungnya.
"Ya Tuhan! Kamu kenapa, Sai? Duduk dulu!" Aku langsung menariknya untuk duduk di kursi pinggir jalan dekat lapangan.
Kulihat mata Saitama berkaca. Wajahnya lesu, pasrah, nan putus asa. Aku khawatir, apa yang telah terjadi? Aku mulai membersihkan darah di hidungnya, dengan handuk kecil yang kubawa.

"Maafkan aku, Ra!" Katanya kepadaku. Dia menunduk dan ternyata ada tetesan-tetesan air keluar dari matanya. Ya, itu air mata namanya.
"Laaah kok nangis? Minta maaf kenapa?" Aku bingung dan ingin tertawa juga. Baru kali ini aku melihat lelaki menangis, dengan ingus berwarna merah keluar dari hidungnya. Itu namanya menangis di saat yang tidak tepat.
"Aku belum bisa menjadi pahlawan!" Saitama sedikit berteriak. Aku bingung, kaget dan melongo. "Aku tidak bisa menjadi Saitama yang selalu kamu dambakan!" Lanjutnya sambil menatap mataku yang berbinar heran.

<><><><><><><><><><>

Saat itu senja mulai menjelma. Sebagian langit kini dipenuhi warna oranye semu merah. Mataku masih belum terlepas dari anime yang sedang aku tonton. Bagiku, anime adalah sinetron berepisode pendek yang lebih menyenangkan dan mengasikan, dibanding sinetron-sinetron yang ahh sudahlah tak usah dibahas, kalian pasti tahu maksudku.

Di samping itu, ada seseorang yang sejak tadi siang terus cemberut. Wajahnya seperti jeruk purut, keriput. Bibirnya sesekali manyun, monyong-monyong tak imut. Terkadang seseorang itu menghempaskan kakinya ke lantai, pertanda mulai kesal.
"Gak bosen apa nonton anime terus?!" Katanya, sambil memalingkan wajah.
"Suuuutttt, diamlah, ini sedang seru-serunya!" Kataku dengan mata masih terpaku pada monitor laptop.
"Masa anime begitu, seru?! Botak pula!" Katanya lagi dengan nada bicara semakin kesal.
"Walau botak, tetap saja aku suka. Saitama namanya, dia pahlawan keles! Meski botak, liat saja, wajahnya rupawan!" Penjelasanku berakhir dan langsung mematikan laptop. Kulihat wajahnya, wajah Riko, yang daritadi mengoceh tentang anime yang kutonton, terlihat kacau. Nampaknya dia marah padaku. Aku terlalu asik dengan Saitama dibanding Riko.

"Ayo, berangkat!" Ajak Riko, menggandeng tanganku.
"Kemana?" Tanyaku. Tapi dia menghiraukanku. Aku mengikuti saja. Kubiarkan kemana dia melangkah, sebagai tanda rasa bersalahku karena tadi mengacuhkannya.

Satu jam lamanya, kami berputar-putar entah mau kemana. Aku bingung dibuatnya. Sebenarnya mau apa sih dia?! Batinku menggerutu.
"Oy Riko! Mau kemana sih kita? Udah sejam nih, ah!" Kataku.
"Tadi, kamu nonton anime berapa jam?" Jawabnya. Seolah-olah aku adalah orang yang paling bersalah.
"Oh! Balas dendam?" Aku mendekatkan suaraku pada telinganya yang tertutup helm SNI.
"Oh tidak. Aku hanya sedang mencari distro baju-baju anime." Jawabnya dengan nada datar. WHAT?!
"Jadi dari tadi muter-muter cuma nyari itu?! Hellaaaw, kenapa gak bilang sih, ah! Aku tau tempatnya! Lama kan jadinya!" Sepanjang perjalanan aku terus menggerutu. Kesal, marah, capek, pegal, pokoknya si Riko menyebalkan!
"Yasudah, ayo tunjukan arahnya!" Hanya menjawab seperti itu.

Akhirnya kami menuju distro baju-baju anime, entah apa yang akan Riko lalukan di sana. Rasanya mustahil jika dia akan membeli salah satu baju atau sekedar menyewa untuk acara cosplay. Bahkan arti cosplay saja tidak mungkin tidak tahu. Dia anti anime. Anehkan? Lelaki, tak suka anime!

Sesampai di distro, Riko langsung menghampiri pemilik toko. Aku asik sendiri melihat-lihat gantungan, miniatur, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan anime. Ada boneka Midorima Shintaro pun di sana. Ada pula miniatur perahu One Peace dengan Luffy berdiri di atasnya. Oaah, rasanya ingin kumiliki semua. Tak lama kemudian, Riko menghampiriku dan mengajak pulang.
"Lah? Sudah? Tadi habis apa?" Tanyaku yang masih betah melihat-lihat di sini.
"Tidak habis apa-apa. Ayo kita pulang, sudah malam!" Katanya.
Dan akhirnya aku harus pergi meninggalkan dunia anime yang kucintai. Sesampai rumah, aku langsung rebahan dan sambil melanjutkan menonton One Punch Man, Saitama, yang tadi sempat terlupakan.

Aku teringat akan satu hal, sebelum Riko pergi setelah mengantarku pulang, dia berkata "Dira, besok kau pasti tak mau menjauh dariku. Besok kau akan terus memujiku. Kau pasti akan semakin mencintaiku." Sambil berlalu, Riko menghilang dari pandanganku, begitu pula dengan suara motornya, menghilang juga.

Hari ini hari minggu. Seperti biasa, aku selalu olahraga di lapangan komplek dekat rumah. Biasanya aku ditemani Riko. Sambil menunggu Riko datang, aku membuka akun Facebook dulu. Aku klik tab Beranda, dan popular post saat itu adalah salah satu teman komplekku memposting foto yang mirip Saitama, nampak dari belakang. Backgroundnya masih tampak gelap, belum ada cahaya matahari. Kubaca komenannya itu, ada yang bilang: Oy, ada Saitama di komplekku. Wah nekat bener tuh orang ngecoser Saitama. Owwwh aku takut ditonjok. Wah pasti tidak akan ada cewek yang suka padanya. Dan lain-lain komentar yang membuatku ingin tertawa. Ya Tuhan, ada-ada saja itu orang.

Tepat pukul 05.30 WIB ada seseorang yang mengetuk di balik pintu. Dapat kutebak, pasti Riko. Kubukalah pintu itu, betapa kagetnya aku, kukira aku sedang bermimpi, namun ternyata ini kenyataan.
"Tuyuuul!" Aku berteriak ketakutan. Suasana masih gelap dan dingin karena masih subuh.
"Dira, Oy! Kok tuyul sih, Saitama, Ra. Ini Saitama!" Kata lelaki berkepala botak itu.
"Ya ampun ih, tuyul! Apa-apaan sih ini?!" Dengan segala rasa tidak percaya, aku mengajak tuyul itu masuk.
"Aku hanya ingin menjadi seseorang yang kamu kagumi, kamu cintai, itu saja. Jangan panggil aku Riko, apalagi tuyul! Panggil aku, SA-I-TA-MA!" Ya ampun, ini memang benar-benar nekad namanya. Dan aku tersadar, mungkin foto yang diposting temanku tadi, itu adalah Riko. Ya Tuhan, anak ini!

"Gila ya! Beda ih, kamu beda sama Saitama. Dia pahlawan, dan kamu bukan. Hahaha." Aku geli melihatnya. Rasanya ada seseorang yang terus menggelitikku, sampai aku tak henti-hentinya tertawa.
"Baiklah, aku akan jadi pahlawan untukmu. Selamat tinggal!" Kata Riko, dan langsung berlalu dari pandanganku. Dia entah mau pergi kemana, ditengah suasana masih gelap ini. Dengan baju ketat kuning dan jubah putihnya, dia membatalkan acara olahraganya. Ya ampun, jadi kemarin dia beli kostum itu. Aku menepok jidat. Akhirnya aku pergi olahraga sendirian.

<><><><><><><><><><>

Aku masih bingung harus bagaimana. Sedih, bahagia, tertawa atau harus bagaimana? Rasanya semua terjadi begitu cepat. Saitama yang kudambakan memang ada tepat di depan mataku. Namun, Saitama yang ini nampaknya tak sekuat Saitama di anime One Punch Man.
"Aku searching tentang Saitama tadi malam. Aku langsung ke barber shop botakin ini, kepala. Aku ingin kamu gak nonton Saitama di anime terus, jadi kamu bisa pergi sama aku, Saitama beneran!" Alasan yang membuatku terharu. Tetap saja itu semua adalah konyol. Aku hanya mengangguk-angguk, karena sepertinya Saitama akan bercerita panjang lebar.

"Tadi pagi di rumahmu, kamu bilang Saitama itu pahlawan. Jadi aku juga mau kayak pahlawan. Tadi ada kucing kejebak di pohon. Aku mau tolongin, ehh jubah ini malah nyangkut di ranting, aku ketarik kan akhirnya. Jadinya malah jatuh, kan ini mimisan!" Katanya sambil mengelap darah mimisan yang bercampur air mata. Sialnya aku tak bisa bersedih saat ini. Aku tak mampu menahan tawa yang sejak tadi subub kutahan. Akhirnya kulepaskan semuanya di depan Saitama.

"Hahahahahahahaha." Saitama mengerutkan dahinya. "Aku kan enggak nyuruh kamu jadi Saitama! Hahaa! Lucu banget sih, hahaha." Aku masih larut dalam tawa. Perutku sakit, pipiku pegal.
"Malah ketawa!" Kata Saitama yang sejurus kemudian menunduk.
"Ya sudah, tidak apa-apa. Aku terima kasih karena kamu udah berkorban banyak. Berkorban rambut pun itu. Hahaha." Aku masih belum puas tertawa.
"Ayo, tertawa aja terus, puas-puasin!" Saitama kini marah.
"Haha. Maafkan aku Saitama ganteng. Makasih banget loh udah bikin aku bahagia hari ini. Maaf kalau aku sering nonton anime dan malah diemin kamu. Hehe. Nanti, gak akan gitu lagi deh." Kataku menghibur Saitama yang sedang berduka. Syukur-syukur kalau dia terhibur.

"Aku botak sekarang." Katanya.
"Siapa bilang kamu berambut? Hahahha." Aku masih tak sanggup mengakhiri rasa bahagia ini. Tapi saitama tak berkutik, dia diam, menunduk, lesu. "Hmm, begini, kamu mau botak, mau enggak, mau pake kostum kayak cosplayer mau kayak biasa, aku tetap sayang dan cinta kok sama kamu. Makasih ya, Saitama!" Kataku. Semoga apa yang aku katakan tak membuatnya sedih lagi. Kini kulihat senyum tersimpul dibibirnya. Bagaimanapun dirimu, kau tetap kekasihku.

"Aku menyayangimu, Ra." Katanya, dengan menggibaskan kepala botaknya.
"Hahaha. Iya, Saitamaku." Jawabku.
"Udah dong, jangan panggil aku Saitama lagi!" Katanya sambil senyum mesem-mesem, malu.
"Lah tadi minta dipanggil SA-I-TA-MA. Hahaha. Aku akan berhenti memanggil Saitama, jika rambutmu telah tumbuh kembali. Haha." Kataku sambil tertawa lagi.
"Baiklah, aku akan membeli obat penyubur rambut. Haha." Kata Saitama, Riko, kekasihku tercinta.

Oh Riko, sebesar itukah perjuanganmu demi merebut perhatianku? Maafkan aku yang selalu asik dengan dunia anime dan melupakan duniamu, dunia kita. Tapi aku senang, tak harus pergi ke event cosplay untuk menemukan Saitama, yang memang jarang bahkan mungkin belum ada yang mau jadi cosernya. Cukup kamu saja menjadi Saitama dalam hidupku.

Untukmu Sahabat Sejatiku

Bandung, 02 Februari 2015

Ketika matahari mulai naik, teriknya terasa di atas kepala, kusampaikan rasa bahagiaku untuk sahabat-sahabatku yang telah menemaniku pergi ke Pesta Buku Bandung.
Rasanya bagai pelangi yang datang setelah hujan, begitu pula kebahagiaan ini, datang ketika hati telah lama menanti.

Untuk kalian sahabatku, aku bahagia bisa menjadi bagian dari hidup kalian.
Aku bahagia bisa bertemu dan menjalin persahabatan dengan kalian.
Jika aku boleh meminta pada Allah SWT, kuingin kita dipertemukan lagi di Syurga.

Untuk kalian sahabatku, kemarin di Book Fair itu, hatiku tak henti-hentinya berbunga. Hatiku tak bisa menahan segala rasa yang ada.
Jika kuharus menulis segala perasaan ini, mungkin dapat menghabiskan berlembar-lembar halaman.

Untuk kalian sahabatku, waktu memang tak bisa kita putar, tapi kenangan itu akan terus teringat sepanjang masa.
Waktu pertemuan yang singkat kemarin, menjadi bagian terindah yang kusimpan dalam memori hidupku untuk selamanya.

Aku tahu, entah kapan kita dapat bertemu lagi, entah kapan kita merajut senyum bahagia lagi, entah kapan kita berfoto lagi, namun setiap detik bersama kalian adalah hal yang paling terbaik dalam hidupku.

Untuk kalian sahabatku, aku selalu berdo'a agar kalian tetap sehat, bahagia dan selalu berada dalam lindungan-Nya.
Selalu dilancarkan segala urusan, dan dijauhkan dari marabahaya.

Untuk kalian sahabat sejati, disaat kita berpijak di dunia kerja, disaat kita mulai berjuang dalam kehidupan nyata, kuberharap kalian tak pernah ragu, tak perlu takut, karena disini kita selalu saling menjaga, mendukung dan mendo'akan.
Semoga kesuksesan senantiasa menyertai kalian semua.

Salam cinta untuk kalian, harta yang paling berharga.

February 01, 2016

Surat Kangen Untuk Si "M"

Hai! Kamu yang jauh disana, apa kabar?
Dua bulan sudah, kulalui hari-hari ini sendirian. Ya, sendiri, tanpamu.
Dari terbit fajar hingga ia tenggelam lagi, aku selalu membayangkan kisah lama kita, kisah klasik yang kemudian kita rajut menjadi memori indah takan terlupa.

Dulu, ya, itu waktu dulu. Aku pernah mendengar khotbah Jum’at di satu mesjid yang tidak jauh dari rumahku. Kuceritakan apa yang aku dengar dari khotbah itu. Kataku, “Tadi aku lewat mesjid pas lagi khotbah. Khotbahniya tentang hak dan kewajiban seorang suami. Kata khatibnya, jika seorang dara telah dipinang lalu dinikahi oleh seorang pemuda yang kemudian menjadi suaminya, maka seluruh hak dan kewajiban juga tanggung jawab seorang istri tersebut ada ditangan suami. Apapun yang diperbuat oleh seorang istri, semua harus berdasarkan kehendak suaminya.”

Lalu dengan lugas kau katakan sebuah kalimat yang sampai saat ini masih menggema di dalam hatiku. Atau mungkin sudah paten terekam di dalam otakku. Kau bilang, “Nanti kamu harus jadi istri shalehah ya. Dan ingat, jangan kangen terus. Kan nanti pasti serumah, tiap buka mata pasti liat aku.”

Tahu tidak, sampai saat ini pesan singkat itu masih aku simpan. Bahkan semua pesan darimu itu aku lock dalam sebuah folder khusus tentang bembicaraan kita dulu. Sampai semua perbincangan kita di telepon, semua aku rekam dan aku simpan rapi dalam folder “masa lalu”.

Dulu, aku berharap apa yang kau ucapkan bisa menjadi kenyataan. Namun, semua kandas, lenyap, seiring berjalannya waktu.

Kau tahu, kini tak ada lagi sosok yang selalu menyemangatiku saat aku malas untuk menulis. Kini tak ada lagi sosok yang selalu menasihatiku disaat aku melakukan kesalahan. Aku rindu omelanmu.

Aku hanya bisa menangisi semua yang telah terjadi. Bagaikan hujan yang turun tak di undang, begitu pula dengan air mataku. Kenangan bersamamu terus menggelayut di dalam pikiranku. Aku tak kuasa menahan tangis saat aku mengingat semua itu.

Ada yang ingin aku tanyakan padamu.
Adakah yang salah dengan deraian hujan?
Apakah aku masih boleh menunggumu? Menunggu untuk membuktikan semua ucapan-ucapanmu!
Mungkin itu tidak akan pernah terjadi. Atau mungkin kau sudah lupa, dengan apa yang pernah kau ucapkan padaku? Entahlah.

Semula, ingin aku kubur semua kenangan tentangmu. Namun, selalu nampak kegalauanku, berlari dan mengelak dalam kelabunya hati.

Aku sadar dan aku tahu rasanya kehilangan. Bukan aku tak rela kau pergi, hanya saja aku tak kuasa menghapus semua kenangan tentangmu, tentang kita.
Aku rindu kamu yang selalu menyemangatiku. :’)