Jakarta
Panas
terik mulai merayapi tubuh mungil Rima. Dengan napas tersengak dan menenteng
begitu banyak buku, Rima terus berlari menuju arah Bandara Soekarno-Hatta.
Belum sampai di pintu masuk, tiba-tiba seorang pemuda menabrak Rima dari arah
yang berlawanan. Brukkkss~
“Eh maaf Mbak, maafkan saya.”
Kata pemuda yang menabrak Rima tersebut. Seorang pemuda yang gagah dan nampak
belia.
“Oh iya, tidak apa-apa Mas.” Kata
Rima sambil membereskan buku-bukunya yang jatuh.
“Biar saya bantu!” kata pemuda
itu.
“Terima kasih.” Ucap Rima
padanya.
Setelah
buku-buku itu selesai dirapikan, Rima pergi berlalu dari hadapan pemuda itu.
Betapa tergesa-gesanya seorang Rima hingga iya melupakan sesuatu.
Tanpa disadari pemuda itu telah
lama menatap Rima hingga sosok bayangannya menghilang dari pandangannya. Begitu
sempurnanya ciptaan Tuhan, sampai mata ini tak mampu berkedip karena keindahan
perempuan itu.
“Cantiknya! Sayang aku belum tahu
namanya.” Kata sang pemuda sambil berlalu dari dari tempat itu. “Semoga aku
bisa bertemu lagi dengannya.” Ujarnya dalam hati.
Saat pemuda itu beranjak pergi, ia
menemukan sesuatu yang tidak lain dan tidak salah lagi adalah milik Rima. Nampak
terkejut terlihat dari raut mukanya. “Oh, namanya Rima.” Dingin.
<><><><><><><><>
Bandung
Rima
nampak gusar. Wajah mungilnya terlihat sangat cemas. Tidak ada wajah yang
begitu sangat sedih kecuali wajah Rima saat ini.
“Maafkan aku! Maafkan aku! Mungkin
aku menjatuhkannya saat menuju bandara kemarin. Maafkan aku!” Rima terus
menitikkan air mata karena telah menghilangkan salah satu barang berharga dalam
hidupnya.
“Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti kita
bicarakan lagi ya. Acaranya hampir dimulai.” Lelaki yang berada di samping Rima
mencoba menenangkannya.
“Baiklah.” Kata Rima lemas,
berharap keajaiban datang padanya.
Ramai. Suasana
hari itu sangatlah ramai. Tapi tidak dengan Rima, raut wajahnya masih penuh
dengan kesedihan. Dalam hati, dia terus saja memarahi dirinya karena
kecerobohan yang dilakukannya.
Tamu berdatangan silih berganti,
sampai tiba di mana Rima terkejut dengan kedatangan tamu yang satu ini. Ya. Pemuda
yang pernah dia temui di bandara kemarin.
“Bukankah Anda yang membantu saya
merapikan buku?” kata Rima sedikit kaget, pemuda itu hanya tersenyum.
“Kau mengenalnya?” kata lelaki
yang berada di samping Rima.
“Dia membantuku saat terjatuh
kemarin.” Kata Rima.
“Maafkan aku. Aku tidak sengaja
menabraknya saat di bandara kemarin, Yo.”
Kata pemuda itu.
“Ohh jadi kamu, Rik?! Haha kebetulan
sekali. Ini isteriku, Rima. Yang pernah aku ceritakan di Jakarta. Makasih ya
sudah datang di acara syukuran kami ini.”
“Iya Yo, aku sudah tahu. Hahaha.”
Yopi dan Rima tertegun melihat
tingkah pemuda yang bernama Riko dan
ternyata adalah teman Yopi juga. Yopi adalah suaminya Rima.
“Kamu kenapa, Rik?” Tanya Yopi.
“Maaf Yo, aku kemarin menemukan
ini. Mungkin terjatuh saat aku menabrak Rima.” Lalu Riko mengeluarkan sesuatu
dari dalam tasnya. Diperlihatkanlah barang itu pada Rima dan Yopi.
Tiba-tiba, Rima terlihat sangat
bahagia setelah mengetahui Rikolah yang menemukan barangnya itu.
“Ya ampun, terima kasih ya Riko. Aku
kira buku nikahku hilang” kata Rima berseri-seri.
“Iya sama-sama. Oh ya, selamat ya
untuk kalian berdua. Hehe.” Kata Riko menepuk-nepuk pundak Yopi.
“Sekali lagi makasih ya Rik. Sejak
kemarin isteriku sangat khawatir sekali. Okelah silakan dinikmati hidangannya.”
Kata Yopi mempersilakan.
“Oke, oke, sip!” jawaban Riko
yang sangat singkat. Kemudian ia berlalu dari pandangan temannya itu.
Keinginanku memang terkabul, aku bisa
bertemu lagi dengannya. Dengan perempuan yang cantik mempesona, Rima. Tapi, Buku Nikah
miliknya telah mematahkan hatiku.
Apakah ini pandangan pertama, atau mungkin ini adalah cinta pertama? Namun,
semua itu bukanlah untukku. Ah sudahlah! Jika dia bukan isteri dari temanku,
dan jika dia belum menikah pula mungkin aku akan jatuh cinta padanya. Batin
Riko. *salah jatuh hati*
No comments:
Post a Comment