Semula, aku
tidak begitu yakin dengan saran ayah yang mungkin bisa membuatku frustasi.
Namun setelah kau hadir menghiasi hariku, di tempat asing ini, aku menjadi
sangat bahagia. Bagai terang matahari sesudah hujan lebat, kesedihanku pun
menghilang menjadi keceriaan yang mendalam. Tapi, apakah kebahagiaan ini hanya
untuk sepekan saja? Oh Ranju, I have to go!
Dingin malam
menusuk tulang insan. Burung hantu mulai menyanyikan lagu sendu di tengah
kelamnya malam. Sepertinya para bintang enggan menampakan diri malam ini.
Langit luas hanya berhias bulan sendirian. Tepat malam ini ayah datang membawa
satu kabar yang entah aku harus bahagia
atau tidak. Liburan ini aku harus ikut tinggal di negara di mana ayah lahir.
Perceraianlah yang membuatku harus memilih ke mana aku akan ikut. Aku tinggal
bersama ibu karena aku harus menyelesaikan kuliahku di sini. Sementara ayahku,
setelah berpisah dengan ibu, beliau pulang kembali ke negaranya yakni Sri Lanka. Negara yang terletak di pulau ujung selatan India ini akan menjadi tempat tinggalku selama liburan semester tahun ini. Ayahku
menyuruhku untuk tinggal di sana walau sekedar untuk liburan saja. Katanya,
“Jika kau tidak ingin tinggal bersama ayah, setidaknya liburan semester nanti
tinggalah di sana!” Akupun menyetujuinya. Hanya liburan saja. Baiklah.
Malam ini ayah
datang membawakan paspor untukku, karena besok pagi aku harus segera
bersiap-siap untuk pergi ke Sri
Lanka. “Jangan terlalu banyak membawa
bekal pakaian, ayah sudah menyiapkan baju di sana untukmu.” Ayah menghampiri
aku saat aku sedang berkemas. Wajahnya yang masih segar nampak berseri sekali.
“Ayah terlihat beda!” aku berhenti berkemas lalu duduk bersama ayah di sofa
kamarku. “Jelas! Besok putri kesayangan ayah akan segera tinggal bersama ayah.”
Katanya dan sejurus kemudian senyumnya merekah. Tak pernah aku melihat ayah
sebahagia ini. “Iya, ayah.” Kataku sambil memeluk erat tubuhnya yang tinggi
besar itu. Akupun melanjutkan kembali hingga selesai dan segara tidur agar
besok jasmaniku segar bugar.
Ibu. Beliau
membangunkanku dari mimpi yang telah kurajut semalam. Bunga tidur itu kini
menghilang tanpa kenangan yang tersimpan. Entah mimpi apa aku tadi malam,
rasanya berdampak kebahagiaan untukku saat ini. Aku segera bergegas untuk
siap-siap. Tepat pukul delapan aku dan ayah pergi meninggalkan rumah.
“Baik-baik di sana ya,
Alisa
sayang!” nasihat ibu sembari memelukku. Ibu akan kehilanganku selama dua pekan
ini. Namun aku tidak begitu khawatir
karena ada Bi Inah yang siap menemani ibu. Setelah pelukan hangat, nasihat,
do’a-do’a dan ucapan “selamat tinggal dan sampai jumpa kembali” dari ibu, aku
segera pergi. Kulihat ayah pun berpamitan dan yang sangat aku rindukan adalah
momen di mana ibu mencium punggung tangan ayah. Dan saat inila kerinduan itu terbayarkan. Kini tibalah untuk
mengucapkan selamat tinggal pada kampung halaman.
Tidak terasa, tibalah aku di Colombo International
Airport yang merupakan bandara di Sri Lanka. Bandara ini dinamai sesuai dengan
Ibu Kotanya yakni Kolombo, ibu kota yang berada di pesisir pantai dengan
sederet bangunan tua bekas peninggalan Inggris. Katanya kota ini tidak
segemerlap Ibu Kota negara berkembang pada umumnya. Dibanding Jakarta, Kolombo
ini lebih sederhana. Sudah tidak sabar rasanya aku ingin pergi melihat-lihat
daerah-daerah bersejarah di Sri Lanka ini. Rasanya banyak yang berubah di
negara ini. Atau mungkin saat aku kecil, aku tidak menyadari ada keindahan di
negara ini. Entahlah.
Selama di perjalanan menuju rumah ayah, yang cukup
jauh dari bandara. Aku begitu menikmati pemandangan yang ada di sepanjang
jalan. Satu yang membuatku takjub hingga aku tak kuasa mengedipkan mata sembari
langsung membuka jendela mobil adalah ketika melihat sebuah bukit tinggi di
jalan itu. "Itu Adam's Peak. Kau suka?" Kata ayah yang tidak beralih
pandangan kecuali hanya menatap jalan. "Suka! Itu sangat Indah, Yah!"
Aku masih memandangi bukit yang amat tinggi. "Kau mau tahu sejarah Adam's
Peak?" Lanjut ayah. "Ayah tahu? Iya, iya! Ceritakan, Yah!" Aku
sudah tidak sabar untuk mendengar cerita tentang bukit itu. Nampaknya ayah
mengetahui apa yang diinginkan putrinya ini. "Adam's Peak adalah bukit
setinggi 2243 meter dan dianggap sakral loh! Nah siapa saja yang mendaki ke
sana, merupakan ziarah bagi empat agama utama di dunia seperti Islam, Kristen,
Budha dan Hindu." Terang ayah yang nampaknya sangat hafal sekali dengan
sejarah bukit itu. "Sakral bagaimana, Yah?" Tanyaku. "Iya, di
sana ada lekukan bukit yang masing-masing agama mengartikan hal yang berbeda.
Sesuai dengan kepercayaannya." Lanjut ayah. Aku masih mengamati Adam's
Peak itu. Meskipun jarak sudah menjauh tapi aku masih bisa melihat keindahan
bukitnya. "Bagaimana cara mereka mengartikan itu semua?" Tanyaku lagi
yang masih belum puas dengan penjelasan Ayah. "Begini, sayang. Menurut
agama Islam, lekukan di bukit adalah tanda nabi Adam a.s menangis saat diusir
dari surga. Lain halnya dengan agama Budha, menurut mereka itu adalah jejak
Sang Budha, menurut agama Hindu tanda itu merupakan tanda dari dewa siwa, dan
menurut agama Kristen lekukan bukit di Adam's Peak terjadi ketika Santa Thomas
berdo'a di puncak bukit tersebut." Sungguh ayah menjelaskan tanpa ada satu
keraguan. "Oh ya satu lagi yang mungkin kau ingin pergi ke sana adalah
ketika mendaki ke puncaknya tepat saat matahari terbit, kau bisa melihat fenomena
alam yang dinamai Shadow Of Adam's Peak. Yaitu munculnya siluet bayangan gunung
yang sangat terlihat misterius. Menakjubkan bukan?!" Keren! Aku mengagumi
bukit itu, tapi aku lebih kagum pada ayahku yang telah memberiku pengetahuan
yang selama ini tidak aku ketahui. "Sungguh sangat menakjubkan, Yah!"
Penjelasan yang sangat membuatku merasa puas dan sungguh aku ingin mencoba
mendaki ke sana. Semoga saja ada waktu untukku. Semoga saja!
Akhirnya, aku sampai di kediaman keluarga besar ayah
di kota Unawatuna, Sri Lanka. Sebagian besar keluarga di sana berbahasa
inggris, karena dulunya negara ini bekas jajahan Inggris. Aku sempat iri, dan
berpikir jika dulu Inggrislah yang pertama dan paling lama menjajah Tanah
Airku, mungkin aku akan sangat fasih berbahasa Inggris. Hihi. Sudahlah.
Tanda "Welcome" menghiasi pintu masuk rumah
yang berhalaman cukup luas itu. Aku bagaikan putri yang akan memasuki kerajaan
di negeri dongeng. Aku disambut meriah oleh keluarga ayah di sana. Segala macam
sambutan diucapkan juga segala macam hidangan lezat ada di sana. Ternyata,
memasak masakan-masakan lezat adalah cara bagi masyarakat sri lanka untuk
menjamu tamunya. Ah! Aku merasakan kebahagiaan penuh saat ini.
"Hallo Dear! How are you? Apa kabar?" Suara
itu terdengar dari arah belakangku, dengan logat yang tidak asing lagi aku bisa
menebak suara itu. Nenek! Ya, itu pasti nenek. Belum sempat aku membalikkan
tubuhku, beliau langsung memelukku. "Ahh nenek. Aku baik-baik, Nek."
Kataku sambil membalas pelukannya. Sudah lama rasanya aku tak bersua dengannya.
"Nenek apa kabar?" Tanyaku. Nenek pun adalah warga Indonesia yang
menikah dengan kakek, warga Sri Lanka. Mungkin sudah takdirnya Ayah pun seperti
kakek, namun sayang seribu sayang, pernikahan ayah dengan ibu tidak seabadi
kakek dan nenek. "Nenek baik juga, Sayang. Ah! Nenek sangat
merindukanmu!" Katanya semakin erat memelukku.
Setelah sekian lama aku bernostalgia dengan keluarga
di Sri Lanka, aku meminta istirahat sejenak untuk menghilangkan lelah. Segera
aku pergi ke kamar yang sudah di sediakan. Aku terpesona dengan apa yang aku
lihat saat ini. Indah! Saat aku membuka pintu, saat itu pula pandanganku
tertuju pada jendela yang terbuka. Mata ini disuguhi oleh keindahan pantai yang
sangat memukau. Pasir putih dan warna tosca lautnya membuatku tak sabar dan
segera berlari ke arah jendela kamar. Tak kusangka, ternyata di belakang rumah
ada pantai. "Indahnya!" Kurasakan angin sepoy menggodaku, udaranya
cukup panas, tapi menyejukkan. Ah! Aku tak kuasa berpaling dari keindahan
pantai ini. "Kau suka?" Suara itu mengagetkanku. Aku tak menyadari
ternyata sudah ada seseorang di sampingku. "Ss-siapa kamu?! Tidak sopan
masuk kamar tanpa permisi!" Kataku pada lelaki yang saat ini ada di
kamarku. Dia tampan, hidung mancung, tubuh tinggi dan tegap. Walau kulitnya agak
sedikit gelap, tapi, tapi, ah sudahlah!
"Maafkan aku, maafkan aku! Aku sudah menyapamu
beberapa kali tapi kau tidak menjawabnya." Katanya sambil
membungkuk-bungkukkan badan tanda mohon maaf. "Oh begitu." Jawabku
ketus. Aku malu, mungkin aku terlalu takjub pada keindahan pantai sampai tak
mendengar ada seseorang menyapaku di sana. "Itu pantai Unawatuna. Dikenal
di seluruh dunia loh. Apa kau mengetahunya?" Katanya. "Emm aku tidak
tahu." Jawabku masih ketus. "Oh iya, kamu siapa?" Tanyaku
padanya. Dia tersenyum padaku. Senyumnya merekah bagaikan bunga yang sedang
mekar, sungguh indah. "Kau tidak mengenalku?!" Katanya sambil tertawa
kecil. "Aku tidak akan menjawab sebelum kau menebak walau salah.
Haha." Lanjutnya sambil berkacak pinggang dan memalingkan wajah.
"Ish! Menyebalkan." Aku langsung pergi meninggalkan dia yang tidak
aku tahu namanya. Sejurus kemudian dia pun menghalangi jalanku. Dengan
merentangkan tangan seperti orang yang hendak senam dia menjagaku. "Eitss
tunggu! Kau masih saja seperti dulu. Aku Ranju! Salam kenal!" Katanya
sambil mengulurkan tangan bagai orang hendak berkenalan, dengan tingkah dan
nada mengejekku pula. Menyebalkan. "Emm aku tidak mengenalmu!" Aku
langsung pergi dan berlari kecil darinya. Namun, tersimpul senyum saat aku
pergi meninggalkannya. Dasar Ranju! Batinku bahagia bertemu dengannya. Teman
saat aku masih kecil, sekitar usia empat tahun ketika tinggal di Sri Lanka. Dia
masih fasih berbahasa Indonesia karena sempat bersekolah dasar selama dua tahun
di Indonesia. Setelah itu dia pun ikut pindah lagi ke Sri Lanka.
Aku pergi berjalan-jalan di pesisir pantai Unawatuna.
Di sana ada pula hotel yang begitu mewah dan banyak wisatawan asing lainnya.
Tak kusangka, Ranju mengikutiku hingga ke pantai ini. "Jangan jalan-jalan
sendirian loh, nanti ada penculik!" Kata Ranju yang berada di belakangku.
Aku berhenti sejenak dan membalikan wajah pada Ranju, "Iya,
kamu penculiknya! Hahaha." Kemudian aku berlari menuju laut yang warnanya
begitu memukau. Ditemani Ranju, kami pun tidak sadar bahwa senja mulai
menampakkan diri pertanda malam akan segera datang. Akhirnya kami pulang.
Hari mulai gelap. Latar malam telah menyelimuti
seluruh bagian kota Unawatuna, Sri Lanka. Aku masih belum bosan memandangi
langit malam penuh bintang di atas laut Unawatuna yang memesona. Hari pertamaku
di sini sangat menyenangkan. Sayang Ibu tidak ikut denganku. Akan kuceritakan
semua yang ada di sini jika aku sudah pulang nanti. Tiba-tiba terdengar ada
seseorang yang mengetuk pintu. "Alisa, sudah tidur kah?" Suara berat
itu membuatku segera membukakan pintu. "Belum, Ayah." Kubuka pintu
dan kusambut kedatangan ayah dengan hangat. "Bagaimana, kamu suka? Kamu
betah?" Tanyanya tanpa ada jeda disetiap ucapannya. "Baru satu hari,
tapi aku sudah sangat merasa senang, Yah!" Kataku sembari menggandeng
tangan ayah menuju jendela yang sedari tadi masih terbuka. "Pemandangannya
indah sekali!" Lanjutku. "Ini belum seberapa, sayang. Besok kau boleh
jalan-jalan kemanapun kau mau." Kata ayah mengelus rambut panjangku. Mendengar
ucapan ayah aku langsung terperanjat, bahagia. "Beneran, Yah?" Kataku
memastikan. "Tentu benar, Sayang! Tapi bukan ayah yang nanti menemanimu.
Ayah ada tugas ke India. Jadi nikmati perjalananmu besok ya!" Katanya.
Ayah akan pergi? Yang benar saja! Lalu aku di sini bagaimana?! Batinku
kesal. "Ayah kok begitu?! Aku ke
sini kan ayah yang mengajak! Mengapa ayah yang pergi?!" Aku kecewa atas
keputusannya. "Kalau tahu ayah pergi, aku tidak ingin ikut ke sini.
Mending sama ibu, selalu ada waktu untukku!" Lanjutku penuh kekecewaan.
Bulan mengintip dari kejauhan, langit kini semakin
menampakkan wujud aslinya saat malam. Ayah mengajakku pergi ke ruang keluarga
untuk membicarakan ini semua. "Ayo, ikut ayah dulu." Aku pun mengiyakan ajakannya. Kulihat keluarga masih
ramai di sana. Ada Ranju pun, duduk dengan senyum menyeringai saat melihatku.
"Jangan cemberut! Jelek!" Katanya dari kejauhan. Masa bodoh jawabku
dalam hati tanpa mengucapkannya pada ranju.
"Sini duduk!" Kata ayah dan langsung
melanjutkan pembicaaran ketika aku sudah duduk. "Besok ayah harus pergi ke
india. Ayah ada pekerjaan di sana. Kau harus mengerti, Sayang. Ayah janji
sepulang di sana ayah pasti membawa hadiah untukmu. Besok, Ranju akan
menemanimu kemanapun kau ingin pergi." Mendengar penjelasan ayah dengan
sedikit keterpaksaan aku menyetujuinya. Mungkin ini untuk kebaikanku juga. Aku
tidak boleh egois. Meskipun ayah tak ada, setidaknya aku merasa sangat dekat
dengan keluarga di sini. "Baiklah." Jawabku. "Senyum dong, kalo
cemberut Alisanya jadi jelek." Ranju terus saja mengoceh dari kejauhan.
Dengan terpaksa pula aku memberikan senyuman terindah kepada ranju,
"heeeeee" kataku. Ranju hanya tersenyum melihatku. "Nah kalau
begitu, sekarang kamu istirahat! Siapkan diri untuk berpetualang besok. Ranju,
jaga Alisa!" Ayah menepuk pundak Ranju. "Siap, paman!" Katanya
sambil menunjukan jempolnya pertanda ok! Dan aku segera pergi ke kamar untuk
beristirahat.
Suasana pagi di Unawatuna begitu nampak istimewa.
Kulihat saudara-saudara perempuanku berseliweran mengenakan busana tradisional,
sari. Oh ya, perempuan di Sri lanka sangat menjunjung tinggi nilai
kebudayaannya jadi jangan heran jika di jalanan banyak yang memakai sari.
Cantik sekali! "Ayah sudah pergi kah?" Tanyaku pada Salina saat
melewat di hadapannku. "Sorry?" Katanya sambil tersenyum malu. Ups!
Dia tidak mengerti bahasaku! "My father...." Saat aku hendak
menanyakan lagi dengan bahasa inggris tiba-tiba ranju langsung menjawab tanpa
disuruh. "Ayahmu sudah berangkat tadi pagi. Katanya, "sampaikan salam
pada anakku yang sedang tidur, Paman tak kuasa membangunkannya. Alisa nampak
lelah." Begitu katanya." Terang ranju menghampiriku membawakan
segelas teh khas Sri Lanka. Sri lanka adalah salah satu negara penghasil teh di
dunia. "Terima kasih." Kataku. "Kapan kita pergi jalan-jalan?"
Lanjutku menagih apa yang sudah dijanjikan tadi malam sebelum ayah pergi ke
India. "Kau sudah tidak sabar rupanya." Ranju pergi keluar,
"Habiskan tehmu! Lalu ayo kita berangkat!" Katanya sambil menyiapkan
sepeda motor yang sudah dipanaskan. Entah mengapa aku sangat senang bisa pergi
dengannya. Bagaikan dikelilingi bunga-bunga, hatiku merasa bahagia.
"Ok!" Aku segera menyeruput habis teh yang tadi ranju berikan. Seusai
itu aku segera bersiap kemudian langsung berangkat. I wish I have a nice day!
Sungguh liburan yang takan pernah aku lupakan. Tujuan
pertama kami adalah Kandy. Aku meminta pada Ranju agar setiap kota atau tempat
wisata yang dikunjungi harus sambil diceritakan sedikit tentang keunikan
ataupun informasi yang bisa aku dapatkan. Supaya, sekali merengkuh dayung, dua
tiga pulau terlampaui. Atau sambil berenang minum air. Aku tidak ingin hanya
memuaskan kesenangan saja, tapi pengetahuan pun harus terpenuhi.
"Kandy adalah kota terbesar di sri lanka. Kota
yang sejuk ini dinobatkan sebagai salah satu warisan dunia oleh UNESCO."
Ranju menjelaskan sambil mengendarai sepeda motor. "Oh ya, Kandy juga
termasuk tempat transit yang cocok bagi wisatawan sebelum melanjutkan
perjalanan ke daerah wisata lainnya." Lanjutnya. "Oh begitu! Memangnya
ada tempat wisata apa saja di Kandy ini?" Tanyaku yang selalu penasaran
untuk mengetahui hal baru. "Di sekitar kota ini ada tempat menarik.
Seperti Temple Of Sacred Tooth dan juga ada danau buatan yaitu Kandy Lake,
nanti kita kesana!" Katanya meyakinkanku. Aku merasa puas dengan semua
penjelasannya. Perjalanan ini terasa sangat menyenangkan.
"Berpeganglah! Aku tidak ingin kau terjatuh. Atau
peluk saja aku agar lebih aman lagi. Hehe." Katanya. Aku ingin tertawa
mendengarnya. "Ah kau ini. Lanjutkan ceritamu!" Aku tidak menggubris
ucapannya, tapi ada rasa senang mendengar ucapannya barusan. "Baiklah Tuan
Puteri." Seraya langsung tancap gas sepeda motornya. Otomatis aku langsung
kaget dan sejurus kemudian memeluk erat padanya. "Ranjuuuuu!" Hanya
gelak tawa menghiasi perjalanan kami.
Akhirnya kami tiba di Temple of Sacred Tooth. Kata
ranju, di tempat ini ada kuil yang paling terkenal yaitu Temple of Sacred Tooth
Relic dan bagi para penganut Budha, tempat ini merupakan agenda wajib bila
berkunjung ke sri lanka. "Ranju, danau itu indah sekali. Apa itu Kandy
Lake?" Tanyaku saat pandanganku beralih ke tempat yang indah. "Oh
iya, aku lupa memberi tahumu. Temple ini bersebelahan dengan danau Kandy jadi
kita tidak akan lelah untuk mencapainya." Katanya sambil menggandeng
tanganku mengajak ke Kandy Lake. Jantungku berdegup kencang, seperti genderang
yang mau perang. "Kau kenapa?" Tanya ranju. "Ehhe tidak apa-apa.
Ayo!" Kami kembali melanjutkan langkah kaki. Menikmati danau buatan namun
keindahannya nyata dan alami. "Ranju, terima kasih." Ucapku dan Ranju
membalas dengan senyum tulus dari dasar hatinya.
Setelah puas berkeliling, mungkin ranju kelelahan, dia
mengajakku istirahat sejenak. "Aku lapar, Alisa. Ayo kita pergi ke Hotel
terdekat!" Ajak ranju. Aku kaget bukan main, hanya sekedar lapar mengapa
harus ke hotel?! Dan aku merasa takut karena dengan santainya dia mengajakku ke
hotel, berduaan?! "Hotel? Aku tidak mau!" Kataku sambil mundur
selangkah, menjauh darinya. "Kau tidak lapar? Kau tidak haus?" Tanya
ranju. "Aku lapar! Aku haus! Tapi mengapa harus ke hotel?" Aku
semakin takut padanya. Aku takut sesuatu terjadi. Ranju diam sejenak, nampaknya
dia sedang berpikir. Setelah itu, tawa pecah dari mulutnya. "Hahaha.
Alisa, Alisa. Aku lupa menjelaskan padamu dan akupun tidak tahu harus menjelaskan
apa. Di sini Restoran itu dinamai Hotel hahaha." Tawanya semakin pecah.
"Kau pikir aku akan mengajakmu ke Hotel? Tidur berdua? Hahaha."
Katanya masih belum puas tertawa. Aku kesal bercampur malu. "Aku lapar,
ayo kita ke Hotel!" Kataku sambil pergi mendahului ranju ke restoran yang
tidak jauh dari Kandy. Ranju masih tertawa kecil menyaksikan tingkah bodohku.
Menyebalkan!
Satu minggu berlalu. Banyak sekali tempat yang telah
aku dan ranju kunjungi. Seperti saat hari kedua, kami mengunjungi kota Galle
yang berdiri sejak abad ke-16. Objek paling menarik adalah situs warisan dunia
bernama Galle Forst. Situs ini berbentuk Kota Benteng, dianggap Kota Benteng
terbaik yang pernah dibangun oleh masyarakat Eropa di Asia Selatan. Saat itu
aku berharap waktu berjalan lambat. Aku masih ingin menikmati semua yang ada di
Sri lanka. Dan yang paling membuatku tertegun adalah aku menemukan Gado-gado
dan Nasi Goreng, saat hendak berkeliling menggunakan sepeda di Old Town Galle.
"Makanan khas Indonesia! Diperkenalkan oleh Belanda ke masyarakat Sri
lanka pada masa kolonial. Silakan bernostalgia!" Dengan senyum yang
dipaksakan, Ranju menggodaku dan saat itu terbesit kerinduanku pada kampung
halaman terutama ibu. Ibu aku
merindukanmu.
Dan rencana
minggu selanjutnya kami akan mencoba mendaki Puncak Adam's Peak. Sungguh
perjalanan yang sangat menyenangkan!
Kini tiba saatnya ayah pulang. Keluarga ayah di Sri
Lanka ini selalu mengadakan pesta saat menyambut salah satu anaknya yang telah
pulang dari luar kota ataupun luar negeri. Adat ini hanya ada di keluaga ayah.
Semua perempuan harus mengenakan pakaian tradisional yaitu Sari. Aku pun
memakainya. Rasanya aku seperti Kajol atau prety zinta artis-artis bollywood
dalam film-film india. Hihi. "Kau cantik sekali!" Ranju mengagetkanku
untuk yang kedua kalinya. Ternyata dia sudah berada disampingku sejak lima
menit yang lalu. "Ranjuuu! Kau ini hantu atau apa? Selalu saja datang
tanpa sepengetahuanku." Aku mencubit lengannya. Dan ternyata keributan itu
mengundang perhatian semua keluarga. Mereka semua tersenyum dan ada pula yang
menggoda dengan mengatakan, "kalian berdua cocok!" Ah mereka ini
ada-ada saja. Namun, di hati yang paling dalam aku bahagia mendengarnya. Dan
sesekali aku mengucapkan Aamiin atas ucapan-ucapannya. Hehe.
Ayah datang. Terompet, gendang dan bunga-bunga
bertaburan saat ayah hendak turun dari mobil. Suasana ramai sekali.
Dibawakannya hadiah-hadian dari india untuk semua sanak saudara. Tak lupa ayah
memberikan hadiah untukku dan juga ibu. Ternyata ayah masih peduli pada ibu,
pikirku.
Saat semua sedang menyantap hidangan, kutemukan
ponselku bendering dan itu adalah panggilan dari Ibu. Segera aku jawab dan
ingin segera pula aku menceritakan semuanya. "Hallo, ibu. Aku merindukan
ibu!" Kataku yang sudah sangat merindukannya. Tapi ada yang aneh, ibu
tidak langsung menjawabku. Hening, ibu tak bersuara. "Hallo? Hallo?
Ibu?" Aku mengulangi obrolan. "Iya sayang, ibu di sini. Ibu juga
merindukanmu." Katanya dengan suara yang sedikit berbeda, lemas. "Ibu
sehat? Ibu tidak apa-apa kan?" Tanyaku dan pikiranku berubah menjadi
kekhawatiran. "Ibu sehat sayang. Tapi tolong sebentar berikan ponselmu
pada ayahmu!" Tidak biasanya. "Baik, Bu." Aku segera menghampiri
ayah yang sedang duduk di teras rumah. "Ayah, ini ibu." Kuberikan
ponsel pada ayah dan aku menunggu di sampingnya. Wajah ayah terlihat serius.
Dan nampak sekali matanya mulai berkaca, berlinang air mata. Setelah itu ayah
menutup teleponnya tanpa menanyakan padaku apa aku akan mengobrol lagi dengan
ibu? Tidak! Panggilan kini sudah terputus.
"Ada apa Ayah?" Aku mulai panik. Ayah
mengajakku masuk ke dalam rumah dan mencoba menghentikan semua kegiatan pesta
yang sedang dilakukan. "Semuanya, dengan khidmat mari kita do'akan semoga
Ayah mertuaku tenang di alam sana. Ibunya Alisa menelepon bahwa kakeknya
meninggal tadi malam. Mari berdo'a!" Serentak semua menundukan kepala
untuk berdo'a. Aku yang belum percaya dengan ucapan ayah menangis terisak di hadapan
semua. Aku tak kuasa berkata, tubuhku bergetar, lidahku kelu, dan hanya
linangan air mata yang menjadi jawaban atas perasaanku saat ini. Aku ingin
pulang!
Ayah memelukku. Semua
acara dihentikan. Tidak baik rasanya jika di sini berpesta dan di sana, di
kampung halamanku sedang berduka. Aku mengurung diri di kamar, ditemani Ranju
sementara ayah menyiapkan tiket untukku pulang.
"Aku turut berduka,
Alisa. Kau harus tabah! Kakek pasti bahagia di alam sana." Ranju mencoba
menenangkan hatiku. Dia menggenggam erat jemariku. Aku merasakan ketenangan
yang begitu mendalam. "Aku akan pulang, Ranju." Air mata terus
mengalir dan membasahi pipiku. Sesaat Ranju mengusap air mata itu. "Jika
kita ditakdirkan bersama, kita pasti akan dipertemukan lagi." Ranju
menatapku, menatap kedua mata yang basah ini. Dia mengusapnya dengan penuh
kelembutan. "Alisa, aku menyayangimu dan sampai kapanpun aku akan tetap
menyayangimu." Tiba-tiba jantungku berdegup kencang. Aku tak bisa berkata
apa-apa mungkin karena aku juga menyayanginya. Air mata kembali mengalir. Lalu
saat itu pula Ranju memelukku. Kurasakan kehangatan yang tak pernah aku rasakan
sebelumnya. Apakah ini cinta? Lelaki yang selalu membuatku tertawa walau hanya
sepekan saja. Lelaki yang menenangkan hatiku saat dirundung duka. Aku ingin
selalu bersamanya tapi Ranju, aku harus pergi.
Kini tibalah saatnya aku
pergi meninggalkan Sri lanka. Kenangan indah bersama keluarga di sana takan
pernah kulupa. Terlebih Ranju, akan menjadi bagian manis dalam hidupku. Satu
minggu yang sangat berarti bagiku. Untuk terakhir kalinya sebelum aku pergi
Ranju memelukku. Mengucapkan selamat tinggal dan semoga kita dipertemukan lagi.
"Suatu saat aku akan mengunjungimu." Bisiknya padaku. Aku segera
masuk ke mobil dan semua keluarga melambaikan tangan pertanda salam perpisahan.
Oh Sri Lanka, I have to go!
Tiba di Tanah Air, di
kampung halaman yang ternyata jasad kakek telah di ke bumikan. Aku bersama ayah
juga ibu pergi berziarah ke makam kakek yang tanahnya masih basah. Ingin
kuceritakan pengalamanku padanya namun sepertinya takan pernah lagi terlaksana.
Kakek, selamat tinggal. Bersama angin, kuingin menyampaikan rinduku pada kakek
yang sangat aku cintai.
Pengalaman indah terukir
selama satu minggu. Aku membuka satu barang yang Ranju berikan saat hendak
pulang dari Sri Lanka. Isinya boneka gajah Sri Lanka beserta sepucuk surat
darinya. Tak menunggu waktu aku pun langsung membacanya.
Alisa, saat kau datang entah mengapa hatiku menjadi
tenang. Kerinduanku kini terobati saat aku melihat senyumanmu yang menawan.
Sudahi kesedihanmu dan kembalilah ceria seperti dulu.
Rencana kita untuk mendaki ke Adam's Peak yang belum
terlaksana adalah tempat yang tadinya ingin aku curahkan semua perasaanku
padamu.
Aku menyayangimu bahkan lebih dari yang kau tahu. Satu
pekan rasanya sangat singkat bagiku setelah bertahun-tahun aku menunggumu.
Selesai aku lulus kuliah nanti, aku akan datang
menemuimu. Meminangmu dan menjadikanmu ibu untuk anak-anakku. Anak-anak kita.
Aku berjanji!
Salam kebahagian untukmu selalu, Alisa.
Bahagia, sungguh sangat bahagia. Air mata ini kini
berubah menjadi air mata bahagia karena Ranju lah penyebabnya.
Sejalan dengan berjalannya waktu, kebahagiaan pun
tercipta saat dua insan saling mencinta. Sampai suatu ketika, saat dua hati
mulai bahagia, saat itu pula kita harus merasakan duka.
Satu hal yang aku rasakan saat ini adalah bahwa
bertemu itu tidak selalu bisa bersama. Namun bertemu itu akan selalu membuat
kenangan indah takan terlupa. Mungkin perpisahan ini menjadi awal terciptanya
kebersamaan, kebahagiaan untuk selamanya. Semoga kita bisa dipertemukan lagi.
Ranju, aku pun mencintaimu.
No comments:
Post a Comment