Tak pernah bosan kusampaikan perasaanku, ketika aku sedang bersamamu. Tapi mengapa kau tak pernah merespon semua pernyataan itu? Ya. Karena perasaan itu kusampaikan lewat angin yang hanya berlalu di depanmu.
Jika kau bertanya sejak kapan aku mulai menyukaimu? Jawaban yang mungkin bisa membuatmu terpaku, adalah sejak pertama kali aku mengenalmu di saat kegiatan seminar welcome student di kampus itu.
Hari-hari sebelum kegiatan belajar di mulai, sedang ospek saat itu, aku terus memperhatikanmu. Aku sudah tahu namamu dan aku pun sudah pernah berjabat tangan denganmu. Kau tahu, jantungku berdegup kencang saat itu. Mungkin kaulah cinta pertamaku di Sekolah Tinggi yang baru saja kujejakan langkah kakiku.
Malam itu, ketika kegiatan ospek selesai, kudapati namaku terdaftar di kelas A dan namamu tak ada di situ. Tubuhku terasa lesu dan hatiku mulai kaku. Ah Tuhan, apakah aku benar-benar menyukainya? Rasanya aku tak mampu mengalihkan pandanganku padamu saat itu. Aku mulai sedih karena aku tak bisa bersamamu selama kuliah nanti. Aku mungkin akan merindukanmu.
Hari demi hari telah berlalu. Entah apa penyebabnya kini aku mulai dekat denganmu. Awal kedekatan kita bermula saat kau memanggil namaku dengan nada yang bagiku lucu. Dan terus saja kau lakukan itu padaku. Kulihat senyumanmu merekah dan terdengar renyah, membuatku semakin mengagumimu. Ah angin, sampaikan rasa cintaku pada lelaki yang memiliki senyuman indah itu.
Kau tahu, aku sangat bahagia ketika kita bisa bersama dalam unit kegiatan mahasiswa. Di situlah awal lain dari kedekatan kita. Aku mulai memperhatikanmu lagi. Kau ternyata perhatian, pada semua orang. Itulah yang kukagumi darimu. Kau ramah dan tak pernah terlihat marah, sampai detik ini pun tetap begitu.
Oh Tuhan, mengapa aku terus memperhatikan gerak-geriknya? Apa aku mulai jatuh cinta padanya?
Semester satu telah usai, dan aku masih menyembunyikan perasaan ini. Oh ya, teringat ketika senam Jumat, kulihat kau semakin dekat dengan seorang teman perempuan. Rasanya aku tak bersemangat untuk melaksanakan senam, mataku terus tertuju padamu yang sedang asyik bercanda ria dengan dia. Sampai pulang kuliah pun aku melihatmu membonceng teman perempuanmu itu. Kau tahu, aku sangat cemburu. Kecerianku hilang sesaat ketika kau tersenyum saat membonceng temanmu itu. Ah Tuhan, tapi aku bersyukur karena ternyata kau tak ada hubungan dengannya. Aku mulai bisa menarik napas panjang. Bagaikan mendung yang mulai pergi karena tersusutkan pelangi. Aku bahagia kau masih sendiri.
Selama semester dua, kulalui hari-hariku biasa saja. Aku merasa jauh darimu. Kau sekarang lebih dekat dengan teman-temanmu. Bahkan untuk bertegur sapa pun sangat sulit bagiku. Kulihat kau sedang duduk di bangku cafe ketika aku pun sedang duduk di salah satu bangku di situ. Kurasakan hembusan angin menusuk tubuhku. "Aku mencintaimu" adalah pernyataan pertama rasa cintaku padamu. Kuharap angin menyampaikan perasaan itu. Namun, kau tak jua menoleh padaku. Aku mulai lesu, ternyata angin belum menyampaikan perasaanku.
Semester dua tengah berlalu. Sampai detik ini pun aku belum berani menyatakan perasaanku. Masih melalui angin kusampaikan rasa cintaku untukmu. Pernah terpikir olehku bahwa aku sangat ingin berada di dekatmu walau sebatas duduk berboncengan di motor bersamamu. Ya Tuhan, jika aku tak mampu menyatakan perasaan ini, tolong simpanlah hatiku untuk dia yang selalu kukagumi.
Pernah seorang teman curiga padaku bahwa aku menyukaimu. Namun, aku tak mau perasaanku diketahui orang lain. Oleh sebab itu, kualihkan pembicaraanku pada hal lain agar rasa cintaku tetap terjaga untukmu. Prinsipku hanya satu, bahwa perasaan yang diumbar-umbar hanyalah untuk menutupi perasaan hatiku yang sebenarnya. Ya, itu hanya untukmu.
Kualihkan pembicaraanku bahwa aku sedang menyukai lelaki yang bukan dirimu. Bukan kubermaksud mengkhianatimu, tapi itu semua hanya untuk menjaga perasaan cintaku padamu. Kini gosip-gosip mulai menyebar dimana-mana bahwa aku sedang menyukai lelaki yang bukan dirimu. Namun di samping itu, mata, hati, dan perasaanku hanya dan terus tertuju pada dirimu.
Untuk bisa bersamamu, kubisa apa?
Semester tiga segera dimulai. Entah ini sebuah settingan atau hanya kebetulan, bahwa aku bisa mengambil jadwal kuliah di kelasmu. Tapi yang pasti ini adalah kebetulan yang telah disetting oleh Tuhan agar aku bisa bersamamu. Kau tahu betapa bahagianya aku saat itu?
Walau hanya dua mata kuliah saja, aku bisa satu kelas denganmu, itu sudah sangat cukup. Setidaknya aku bisa tahu bagaimana sikapmu yang sebenarnya. Karena hal itu, aku jadi sering duduk di bangku yang bersebelahan denganmu. Kau tahu, selalu jantungku berdegup kencang saat itu. Aku takut perasaan ini kau ketahui. Kucoba tenang, dan kulalui semua hanya biasa saja.
Sempat kuberpikir bahwa aku ini bodoh. Ada kesempatan di saat aku bersamamu, namun aku tak mampu mengatakan apa yang saat itu aku rasakan. Ah Tuhan, katakan padanya bahwa aku tak mampu jauh darinya. Aku sangat mengaguminya, mencintainya. Karena aku satu mata kuliah denganmu, kita mulai sering berkirim pesan, walau sebatas untuk menanyakan tugas. Kau tahu, mulutku tak henti-hentinya berkata bahwa aku mencintaimu namun jemari ini enggan untuk mengetik kata-kata itu dan tak mungkin kukirimkan lewat pesan padamu.
Untuk mengungkapkan isi hatiku padamu, kubisa apa?
...........
No comments:
Post a Comment