Adakah yang salah dengan kehidupan? Ataukah hidupku yang memang benar-benar penuh kesalahan dan masalah?
Sudah hampir enam tahun aku merantau di kota yang disebut kota kembang ini. Dari sejak kelas X SMA sampai dengan kini aku kuliah di semester V, selalu penuh liku dan tak pernah menemukan jalan keluar. Semuanya buntu, sampai akhirnya aku tak tahu lagi harus bagaimana.
Terkadang aku berpikir, apakah jalan hidupku memang seperti ini? Atau aku tak pernah mau berusaha memperbaikinya? Tidak! Aku pernah melakukan berbagai cara untuk memperbaiki segalanya, tapi pada akhirnya selalu berujung kecewa. Apakah memang nasibku seperti ini? Apakah hidupku akan terus begini? Bahkan untuk meminta uang jajan sepuluh ribu rupiah pun rasanya aku tak mampu. Akhirnya aku meratapi hidup yang rasanya selalu begitu.
Semua ini berawal dari aku punya "TEMAN JAUH", terpaksa aku menggunakan uang praktikum hanya untuk pergi menemuinya. Maaf. Bukan aku yang meminta bertemu, tapi teman jauhku itu yang meminta. Jujur, saat itu aku tak punya uang untuk naik bus, sekedar naik angkot pun uang itu tak ada. Kini aku menyesal, karena terlalu mencintainya akhirnya kuliahku berantakan. Dari situlah, masalah hidupku mulai berdatangan.
Menjadi anak rantau memang tidak bisa seenaknya, seperti saat bersama mama bisa minta segalanya, tidaklah seperti itu. Segalanya serba terbatas, kecuali makan dan minum, bisa minta kepada siapa saja. Saat SMA, uang tiga puluh ribu rupiah harus cukup untuk satu minggu termasuk ongkos, jajan, bayar uang kas kelas, bayar uang kas OSIS, bayar uang kas ROHIS, dan lain-lain sepertinya. Terkadang disitu saya merasa sedih. Tapi kesedihan itu kubuang jauh-jauh karena sekarang aku sedang dalam proses perjuangan.
Menjadi anak rantau itu harus kuat. Jauh dari orang tua bakalan susah kalau terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Contohnya, entah sejak kapan aku mulai sering sakit. Dari lahir sampai kelas tiga SMP rasanya aku tidak pernah sakit, kecuali sakit musiman seperti flu saat musim hujan, atau batuk saat musim panas. Tapi kini, dari SMA mulai sering sakit, maag lah, mimisan lah, ini dan itu silih berganti. Dan sekali lagi, minta uang untuk beli obat pun rasanya aku malu.
Kini puncak kesalahanku, aku tak tahu harus bagaimana lagi, ketika aku ditipu seorang teman yang baru seminggu kukenal. Aku lebih merasa dihipnotis olehnya, segala yang dia suruh aku turuti saat itu juga, akhirnya laptop dan uang tabunganku kandas semua. Sampai kini dia sulit dihubungi. Aku terus menangis mengingat apa yang kini sedang terjadi.
Dari kejadian itu aku berpikir, apakah hidupku akan terus sesulit ini?
Kini kumengadu kepada Sang Penerima Taubat, aku tahu bahwa aku memang belum sempurna menjalankan ibadah kepada-Nya. Tapi kepada siapa lagi kumengadu dan memohon pertolongan selain kepada-Nya?
Ya Allah, sebenarnya aku malu untuk mencurahkan segala masalahku. Aku merasakan segala nikmat yang Kau beri sudah lebih dari cukup. Namun aku masih sering tak bersyukur.
Hingga akhirnya aku menyadari, lika-liku yang kuhadapi di tengah ramainya kota yang kurantau ini, adalah kesalahanku sendiri.
Bahkan Allah sering memperingatkanku agar tidak melakukan hal yang tak mampu kujangkau. Entah mengapa aku selalu melakukan kesalah-kesalahan itu.
Aku yakin, setiap masalah yang kualami ini pasti ada hikmahnya. Bukankah semua masalah yang menimpa akan mendewasakan kita? Kuharap aku bisa bercermin dari musibah yang berlalu. Kuberharap takan pernah lagi jatuh di lubang yang sama.
Ya Allah, ampunkan aku..
No comments:
Post a Comment