Pada suatu hari
Anna sedang berjalan di tepi sungai yang di mana di sekelilingnya sesak dengan
tingginya gedung-gedung perkotaan. Anna adalah gadis kecil yang sangat menyukai dongeng. Di sana ia bertemu dengan seorang perempuan cantik, sangat cantik. Perempuan yang pernah
mengikuti gerakanfeminisme itu kemudian memberi Anna sebuah pelukan. “Anda siapa?” tanya Anna. Perempuan itu tersenyum.
“Kamu Anna kan?”
“I-Iya. Anda siapa?”
“Aku Ibu Peri yang akan
meyelamatkanmu dari kejamnya metropolitan ini.”
“I-Ibu Peri?! Tidak mungkin!”
“Lihatlah Anna!” Lalu perempuan
itu mengeluarkan tongkat ajaibnya yang berbentuk bintang.
Mengarahkan pada
pohon kering yang hampir mati. Diucapkannya Ladalaladala
Shiawase to kanashimi no iro! Lalu pohon itu kembali hijau dan tumbuh dengan kokoh. Anna takjub. Karena
ia memang sangat menyukai bahkan mencintai dongeng akhirnya ia percaya pada
perempuan itu.
“Aku percaya. Aku percaya Ibu
Peri.” Wajah Anna kini terlihat berseri-seri.
“Ikutlah denganku, Anna!”
“Kemana?”
“Bukankah kamu suka dongeng?
Bukankah semua orang menertawakanmu karena itu? Aku akan menunjukan semua.”
Kata perempuan itu sambil menggandeng tangan Anna. Anna pun mengikutinya tanpa
berkomentar apa-apa.
Setelah satu jam berlalu,
akhirnya Anna tiba di suatu tempat yang sangat indah dan memesona.
“Ibu Peri, di mana kita?”
“Di…. Ehmmm… ” perempuan itu kini
terlihat gugup.
“Di mana, Ibu Peri?” Anna semakin
penasaran.
“Kita di…” lalu perempuan itu
lari menghampiri sutradara yang sedari tadi sudah terlihat marah. “Aku lupa
naskahnya, Pak. Maaf.” Kata perempuan itu.
“CUT!” teriak sutradara itu.
“Aku kira bagian gugup itu ada di
naskah. Hihi.” Kata Anna tertawa kecil.
“Maafkan aku. maafkan aku.” kata
perempuan itu sambil membungkuk-bungkukan badan. “Kali ini aku akan serius. Aku
tidak akan lupa lagi. Ayo mulai lagi.”
Lalu latihan drama pun kini di
mulai lagi. Sampai peran mereka benar-benar menjiwai barulah latihan selesai
dan dilanjutkan besok.
“Anna, kamu percaya tentang Ibu
Peri yang aku perankan tadi?” tanya perempuan itu pada Anna.
“Hmm, menurutmu?” kata Anna
sambil meminum teh kotak yang dipegangnya.
“Entahlah. Kata pak sutradara,
jika kita tidak meyakini hal itu maka peran kita tidak akan pernah
menjiwainya.”
“Aku benci dongeng.” Kata Anna
dingin. “Dongeng itu bohong.” Lanjutnya. “Sejak aku masih sangat kecil, makanan
sehari-hariku adalah dongeng. Tidak di rumah ataupun sekolah selalu saja ada
dongeng yang membuatku menjadi seorang yang lemah yang selalu menanti
keajaiban.”
“Anna, sebenarnya aku memang
peri.” Kata perempuan itu dengan menghentikan langkah.
“Ini sudah bukan waktunya
latihan. Besok saja dramanya.” Kata Anna.
“Tapi Anna. Percayalah.” Sesaat
perempuan yang tadi ada di belakang Anna kini ada di depan Anna. Anna kaget
bukan main. “Huaaa! Sejak kapan kamu ada di depanku?!”
“Sejak aku mengeluarkan
kekuatanku.” Kata perempuan itu.
“Sudahlah.” Anna melanjutkan
langkah kakinya. Tetiba kaki Anna kaku tak dapat digerakkan. Perempuan itu
berjalan ke arah Anna.
“Aku yang mengendalikanmu.” Kata permpuan
itu.
“Ti-tidak mungkin!”
“Anna, sudah aku katakan bahwa
aku adalah peri yang memiliki kekuatan. Dan kini mari sama-sama menjadikan
dunia ini menjadi duia perempuan. Semua penghuni adalah feminisme. Aku akan
mengubah semua!”
“Ja-jangan! Tolong jangan seperti
itu. Jika isi dunia semua perempuan, maka tidak akan ada lelaki! Aku tidak mau!
Aku belum menikah. Aku ingin mendapat jodoh di dunia ini! Lepaskan aku.” kata
Anna yang sedari tadi masih tak bisa bergerak.
“Masa bodoh, Anna. Aku tidak
perduli dengan itu. Aku akan menjadikan dunia ini bersih tanpa ada lelaki!
Hahahaha!” kata perempuan itu sambil mengangkatkan tangannya bak penguasa dunia
ini.
“CUT!” kata sutradara. “Bagus!
Peran kalian bagus! Aku kagum dan tidak ada lagi kesalahan. Sakarang break sepuluh
menit.” Lanjut sutradara itu.
“Annaaaaa, akhirnya kita bisa!”
perempuan itu bahagia lalu memeluk Anna.
“Tentuuuuuu” Anna membalas
pelukannya.
Suasana di tempat itu kini ramai
penuh dengan kebahagiaan. Semua istirahat dan kembali menghapalkan naskah yang
dimilikinya masing-masing.
Keywords #Jumatulis kali ini
adalah Gadis kecil, feminisme, dongeng, peluk, perempuan.