Sebenarnya, ingin sekali aku
menghajarmu. Tapi semua itu takan pernah mengubah apapun yang pernah terjadi di
masa lalu. Sakit hati yang dulu aku alami kini telah melebur menjadi luka yang
takan pernah terobati. Dendam? tidak! Ini bukanlah sebuah dendam, melainkan sebuah
emosi yang dulu tidak sempat tersampaikan. Aku terlalu lemah. Ya, aku memang
benar-benar lemah.
Ditemani lagu pop nan ngehits ini, lagu Afgan berjudul Entah yang
kudengarkan lewat earphone ini, nampaknya membuat pikiranku flashback ke masa lalu.
Lagu ini benar-benar pop, mampu menghipnotisku dalam sekejap saja.
Terlintas kembali bayangan semu kisah cintaku dahulu.
<><><><><><><><><><>
Hujan gerimis masih menemani
sabtu pagi yang sendu. Hari ini aku harus segera bergegas pergi ke sekolah untuk
mengikuti pemantapan matematika. Kelas XII adalah kelas yang super sibuk di
mana aku akan melaksanakan ujian nasional nantinya. Beruntunglah aku masih bisa
fokus, meskipun batin dan pikiranku sedang benar-benar pilu. Pilu karena
kecurigaanku padanya kini mulai semakin kuat.
Aku meminta untuk pergi ke
sekolah bersama dengannya. Dia sempat menolak, namun akhirnya dia mengiyakan
permintaanku. Dia yang selama ini aku percaya, dia yang selama ini aku cinta,
dia yang selama ini aku yakini takan pernah berdusta, ternyata dia menaburkan
benih-benih busuk dalam menjalani hubungan yang selama ini kita jalani.
Pertemuan dingin yang berujung
buncahan air mata ini sangat membuatku mengerti bahwa jangan pernah terlalu
percaya lebih pada perkataan lelaki.
“Ada hubungan apa kamu dengan
dia?” kubuka obrolan dengan pertanyaan yang selama ini ingin aku tanyakan.
“Siapa?” jawabnya dingin.
“Lisna. Jawab jujur!” tegasku.
Dia sempat terdiam, lalu kemudian
melanjutkan lagi langkah kaki. Cuaca begitu sangat dingin, kami berjalan melewati
gang-gang yang sedang penuh-penuhnya diisi oleh ibu-ibu dan anak-anak yang
sedang bermain. Maklum, sabtu memang selalu begini. Di tengah keramaian jalanan
gang ini, dia mulai membuka kembali ombrolan ini.
“Iya. Aku pacaran dengannya.”
Katanya dingin.
Mendengar ucapannya, aku tidak
bisa lagi berkata-kata. Air mata mulai menyembul di kedua sela mataku.
Jantungku tiba-tiba berdetak begitu kencang. Rasanya ingin aku berteriak Dasar Brengsek!!! Namun keadaan tidak
memungkinkan. Kucoba menarik nafas yang sangat-sangat dalam untuk menghentikan
air mata agar tidak memaksa untuk
keluar.
“Maaf!” katanya dengan suara
parau.
“Maaf untuk apa?” tanyaku sambil
menahan-nahan air mata yang sebenarnya sudah tak tertahan.
Dia kini mengajakku ke tempat
yang sedikit sepi, bahkan sangat sepi dan saat itu pula aku mulai menangis
sejadi-jadinya. Bodoh!
“Maaf ih, maaf jangan nangis ih
maaf.” Katanya sambil mengajakku untuk duduk di salah satu bangku di sekitar
jalan yang sepi. “Aku terpaksa menerimanya. Dia yang nembak duluan. Aku ngga
bisa nolak ih maaf.” Jelasnya. Tapi aku masih belum bisa berkata-kata. Tepatnya
masih belum bisa percaya. Inikah yang namanya SELINGKUH?! Dia selingkuh?!
Bodoh! Mengapa aku masih terus menangis?! Bodoh! Bodoh! Bodoh!
“Udah ih jangan nangis maaf. Apa
aku putusin aja dia sekarang?” katanya. Dan dia kini mulai terlihat berlinang
air mata. *Mungkin air mata buaya. Ya! Buaya darat!*
“Untuk apa?” tanyaku mencoba
tegar dan mencoba menghentikan tangisanku. “Kenapa tidak kamu putuskan saja
aku, dan jalani hubungan dengan dia!” kesalku mulai kusampaikan. “sumpah ya,
aku enggak nyangka!”
“Maaf ih. Aku enggak mau putus
sama kamu. Ini, kalo mau sekarang sms padanya bilang putus.” Dia menyodorkan
handphonenya padaku.
“Tidak! Sudahlah jalani saja
hubungan kalian.” Aku mulai melanjutkan langkah kaki. Dia menahanku.
“Tunggu dulu! Ini harus gimana?
Maaf ih.”
“Gak tau! Aku mau pemantapan
matematika ih, udah telat.” Kurasakan mataku sangat perih, kucoba bercermin di
kaca-kaca rumah orang ternyata mataku bengkak. Ingin aku pulang, tapi selangkah
lagi aku tiba di sekolah akhirnya aku melanjutkan. Aku mengambil tissue basah
yang selalu tersedia di dalam tasku. “Tolong pegang tasku.” Kataku sambil
berjalan selangkah lebih depan darinya. Aku mencoba sebisa mungkin mengompres
mataku yang bengkak dengan tissue ini. Aku tak berhenti menarik nafas panjang
untuk sedikit menenangkan perasaan. Rasanya aku tidak mau lagi menatap mukanya.
“Sini. Makasih.” Kataku tanpa menoleh padanya. Dia pun tak berkata-kata lagi.
Akhirnya kami pun tiba di
sekolah. Aku langsung masuk ke kelas tanpa berpamitan padanya. Tak lama
kemudian ada pesan masuk darinya, pulang
bareng ya, begitu katanya. Aku mengacuhkan. Rasanya hatiku masih sakit
bahkan sangat-sangat sakit. Dosa apa yang pernah kulakukan?! Teganya dia
menjalin hubungan lain dibelakangku!
-------------------
Aku terbayang masa-masa itu karena lagu pop ini yang tanpa permisi
mengajakku.
Jika dulu aku tak mencurigaimu, mungkin saat ini kita masih menjalani
hubungan yang tak pernah berujung bahagia. Aku yakin, kisah cinta kita takan
bahagia.
"Mbak, jadi kita mau ke mana?"
Ya Tuhan! Gara-gara mendengarkan musik dan larut di dalamnya aku lupa
segalanya. Abang ojek sudah melewati jalan menuju rumahku.
"Eh Bang, maaf. Putar arah ya, rumah saya terlewat. Hehe"
Dengan semangat Abang ojek pun memutar balik arah, "tenang Mbak, ojek
POP mah selalu siap sedia!"
*POP, Pangkalan Ojek Pharmindo memang selalu menyebut mereka paling pop.*
Akhirnya aku sampai di rumah dengan membayar ongkos dua kali lipat dari
biasanya.
Oh ya, tukang selingkuh itu adalah pengecut dan pecundang.
Dan kamu mungkin bisa dibilang POP juga, Perkumpulan Orang Pengecut.
But, Let it Go!
No comments:
Post a Comment