#Tukang Tahu
Aku niat bikin cerita ini awalnya terinspirasi dari tukang tahu. Tukang tahu yang tidak tahu itu awalnya menyapaku. Tidak tahu siapa aku dan ya latar belakangku.
Jadi, begini ceritanya.
Setiap pagi, aku selalu beres-beres rumah. Menyapu dan mengepel termasuk teras depan. Nah, setiap pagi saat aku ngepel, selalu ada tukang tahu lewat. Dan berhenti tepat di depan rumah tetangga sebelah.
"Tahuuuuuu, bu hajii, tehhhh, tahuuu"
Seperti itulah dia setiap pagi teriak-teriak sambil menekan klakson motornya.
Selesai ngepel, aku langsung masuk dan Ibu memanggilku untuk membeli tahu.
Dengan pakaianku yang yaa baju tidur tak teratur dan dengan pedenya aku keluar gerbang, menghampiri tukang tahu.
"Bang, tahunya 5000eun." kataku sambil menyodorkan toples kotak warna oren.
Tukang tahu itu seperti orang Medan, jadi semua orang manggilnya Abang.
Ini adalah kali pertama aku beli tahu di Abang itu. Tiba-tiba dia nyeletuk bilang gini, "Hebat si teteh!" katanya sambil memasukan tahu-tahu yang masih panas ke dalam toples.
"Kenapa, Bang?" Tanyaku.
"Ya hebat, betah ya? Biasanya jarang liat yang kerja lama gitu kalo saya ke rumah-rumah di komplek ini, jual tahu." Jawabnya tanpa jeda sedikitpun.
Aku bingung sejenak, sambil mencerna ucapan tukang tahu itu.
"Udah berapa tahun teh kerja di situ?" Tanyanya lagi sambil memajukan wajahnya ke depan rumahku (ups, bukan rumahku sih).
Woalaaah, You know what i mean laaah ya.
Aku langsung jawab deh disitu dengan santai.
"Udah 8 tahun, Bang, hehe." sambil kuambil toples itu dan memberikan uang 5000.
"Wah hebat, lama banget ya. Nih teh makasih ya." Katanya sambil berdecak kagum kepadaku. Haha.
"Iya, Bang. Makasih juga yaa." ujarku sambil berlalu.
Sempat kepikiran sebenarnya.
Pokoknya banyak deh yang tiba-tiba terlintas di kepalaku dan menjadi bahan-bahan imajinasi liar dan hmmm sedikit menghujam jantungku juga sih. Lucu, jadi selama ini tukang tahu itu nyangkanya aku pekerja di rumah Ibu. Wk! Tapi ya tidak salah juga sih, hehe.
Besoknya, seperti biasa. Selalu ada si Abang tukang tahu. Hari ini beda, dia tiba-tiba turun sebentar di depan rumah saat aku sedang menyapu. Eh, dia menghampiri gerbang rumah dan memanggilku.
"Teh, saya minta maaf ya." katanya sambil menunduk-nundukan kepala.
"Loh kenapa Bang?" tanyaku, lagi-lagi dibuat bingung sama si Abang.
"Saya kira teteh yang kerja di sini, hehe, kata si ibu sebelah mah teteh anaknya, bukan yang kerja, aduh teh maaf banget gak tau." jawabnya.
"Ohhh haha, gapapa Bang, kalem aja." balasku dengan santai sambil meneruskan menyapu.
"Maaf ya teh, da si teteh gak bilang sih. Mari tehh." jawabnya lagi sambil berlalu.
"Hehe, iya Mari."
Terus gue musti bilang-bilang gitu ke semua tukang dagang yang lewat kalo gue bukan kerja di sini? Ujarku dalam hati. Lagian gak akan ada yang nyangka kalo aku anaknya Ibu sih, karena memang bukan anak kandung dan juga tidak mirip. Tapi tetap sayaaang banget sama keluarga ini. LOVE!
Jadi kesimpulannya, tukang tahu itu bergosip dulu kali ya sama ibu-ibu komplek.
Dia nanyain sama tetangga sebelah, ngomongin aku gitu. Aku sih gak masalah dibilang pekerja di rumah Ibu. Toh, ya emang kerja, bukan malas-malasan apalagi tidur-tiduran. Hahaha.
.
.
.
Makasih loh Bang, kamu yang membuat aku jadi ingin menulis cerita lagi.
-bersambung-
19 Januari 2019
No comments:
Post a Comment