Banyak yang bilang bahwa jodoh itu jorok. Bisa bertemu di mana saja,
bisa orang yang belum pernah bertemu sama sekali, bahkan bisa bertemu
di tempat yang tidak terduga. Tapi jodoh juga indah, pertemuan dengannya
tidak akan pernah bisa terlupakan selamanya.
Siang tadi saat aku hendak melaksanakan shalat zuhur di mesjid
kampus, aku bertemu dengan seorang wanita, ia cantik dan manis. Ia
menundukan kepalanya juga menjaga pandangannya, dengan jilbab yang ia
kenakan membuat mata ini tak mampu berkedip (karena jika berkedip maka
berdosalah) setelah itu aku palingkan pandanganku darinya. Aku tidak
berani memandangnya untuk yang kedua-kalinya. Pandangan pertama itu
adalah suatu anugerah-Nya. Alhamdulillah.
Malam ini aku terus membayangkan sosok wanita tadi. Bukan
membayangkan hal yang tidak-tidak, astaghfirullah, tapi aku membayangkan
apakah mungkin aku bisa mendapatkan wanita seperti dia?
Mungkin saja, jodoh, siapa yang tahu?
Wanita itu adalah wanita pertama yang aku damba. Apakah ini yang dinamakan cinta pertama?
Wanita shalehah adalah perhiasan yang paling indah, pakaian untuk
kelak suaminya. Maka dari itu, aku ingin memiliki istri shalehah agar
kelak bisa menjaga kehormatan suaminya. "Masyaallah, mengapa aku
memikirkan hal ini?!" Aku terbangun dari lamunan di siang bolong ketika
mata kuliah berlangsung. Aku masih merasakan keteduhan hati ketika
melihat wanita kemarin. Subhanallah, Engkau Yang Maha Kuasa telah
menciptakan makhluk yang sempurna.
Kulihat ke arah luar melalui celah jendela yang sedikit terbuka.
Rupanya sang surya masih menampakan keperkasaannya. Panas yang luar
biasa membuat udara semakin menggoda jiwa. Hasrat untuk segera pergi ke
kantin tidak tertahankan lagi, ingin kubeli minuman dingin untuk
menyegarkan tubuh yang nampaknya mulai kehabisan cairan.
"Pertemuan sekarang sampai di sini, untuk selanjutnya Bab dua tolong
dipelajari. Terima kasih, selamat siang." Dosen mengakhiri mata kuliah
hari ini. Semua mahasiswa pun mulai bertebaran ke luar ruangan. Sama
seperti aku yang langsung berburu menuju kantin.
Penuh. Kantin ini penuh tidak seperti biasanya. Semua tempat makan
sudah terisi oleh orang-orang yang telah memesan. Akhirnya aku pergi
saja ke koperasi hanya untuk membeli minuman. Belum sampai aku di
koperasi, pandanganku beralih ke arah lain, sosok wanita berjilbab yang
melintas dikedua mataku telah mengalihkan pandanganku. Wanita yang
kemarin kini ada di hadapanku. Aku berhenti, lalu mataku bergerak
mengikuti ke mana dia akan pergi. Ternyata dia menuju mesjid lagi.
"Astaghfirullah, ternyata sudah pukul satu lewat dua puluh." Aku
tidak jadi pergi ke koperasi karena aku juga harus shalat dulu sebelum
waktunya habis.
Ini adalah kali kedua aku melihat wanita itu, di mesjid ini dan pada
waktu shalat zuhur lagi. Rasanya aku memang baru pertama kali melihat
wanita ini dan belum pernah bertemu sebelumnya. Apa dia mahasiswi
semester satu? Fakultas apa? Apa aku harus mencari tahu tentangnya? Lalu
karena penasaran, seusai shalat aku mengikuti wanita itu, yang pasti
dari jarak yang lumayan jauh agar tidak mencurigakan.
Di sepanjang jalan, dia sama sekali tidak menyapa pada orang-orang
yang berpapasan. Apa dia tidak mengenal mereka? Walau hanya seorang?
Pandangannya terus tertunduk dan aku berharap tidak ada tiang di
depannya. Aamiin.
Setelah mulai mendekati gedung fakultas, wanita itu menengok ke
belakang. Padaku? Apakah dia merasa diikuti olehku? Aku segera berbelok
arah agar dia tidak curiga. "Ya Ampun, hampir saja. Ternyata dia anak
FMIPA." Kemudian aku berlalu dan sudah siap menjalani hari esok dengan
penuh semangat.
Allah tidak menjanjikan hidup ini mudah, tapi Allah berjanji bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan!
December 31, 2014
September 26, 2014
Let it go~
Sebenarnya, ingin sekali aku
menghajarmu. Tapi semua itu takan pernah mengubah apapun yang pernah terjadi di
masa lalu. Sakit hati yang dulu aku alami kini telah melebur menjadi luka yang
takan pernah terobati. Dendam? tidak! Ini bukanlah sebuah dendam, melainkan sebuah
emosi yang dulu tidak sempat tersampaikan. Aku terlalu lemah. Ya, aku memang
benar-benar lemah.
Ditemani lagu pop nan ngehits ini, lagu Afgan berjudul Entah yang
kudengarkan lewat earphone ini, nampaknya membuat pikiranku flashback ke masa lalu.
Lagu ini benar-benar pop, mampu menghipnotisku dalam sekejap saja.
Terlintas kembali bayangan semu kisah cintaku dahulu.
<><><><><><><><><><>
Hujan gerimis masih menemani
sabtu pagi yang sendu. Hari ini aku harus segera bergegas pergi ke sekolah untuk
mengikuti pemantapan matematika. Kelas XII adalah kelas yang super sibuk di
mana aku akan melaksanakan ujian nasional nantinya. Beruntunglah aku masih bisa
fokus, meskipun batin dan pikiranku sedang benar-benar pilu. Pilu karena
kecurigaanku padanya kini mulai semakin kuat.
Aku meminta untuk pergi ke
sekolah bersama dengannya. Dia sempat menolak, namun akhirnya dia mengiyakan
permintaanku. Dia yang selama ini aku percaya, dia yang selama ini aku cinta,
dia yang selama ini aku yakini takan pernah berdusta, ternyata dia menaburkan
benih-benih busuk dalam menjalani hubungan yang selama ini kita jalani.
Pertemuan dingin yang berujung
buncahan air mata ini sangat membuatku mengerti bahwa jangan pernah terlalu
percaya lebih pada perkataan lelaki.
“Ada hubungan apa kamu dengan
dia?” kubuka obrolan dengan pertanyaan yang selama ini ingin aku tanyakan.
“Siapa?” jawabnya dingin.
“Lisna. Jawab jujur!” tegasku.
Dia sempat terdiam, lalu kemudian
melanjutkan lagi langkah kaki. Cuaca begitu sangat dingin, kami berjalan melewati
gang-gang yang sedang penuh-penuhnya diisi oleh ibu-ibu dan anak-anak yang
sedang bermain. Maklum, sabtu memang selalu begini. Di tengah keramaian jalanan
gang ini, dia mulai membuka kembali ombrolan ini.
“Iya. Aku pacaran dengannya.”
Katanya dingin.
Mendengar ucapannya, aku tidak
bisa lagi berkata-kata. Air mata mulai menyembul di kedua sela mataku.
Jantungku tiba-tiba berdetak begitu kencang. Rasanya ingin aku berteriak Dasar Brengsek!!! Namun keadaan tidak
memungkinkan. Kucoba menarik nafas yang sangat-sangat dalam untuk menghentikan
air mata agar tidak memaksa untuk
keluar.
“Maaf!” katanya dengan suara
parau.
“Maaf untuk apa?” tanyaku sambil
menahan-nahan air mata yang sebenarnya sudah tak tertahan.
Dia kini mengajakku ke tempat
yang sedikit sepi, bahkan sangat sepi dan saat itu pula aku mulai menangis
sejadi-jadinya. Bodoh!
“Maaf ih, maaf jangan nangis ih
maaf.” Katanya sambil mengajakku untuk duduk di salah satu bangku di sekitar
jalan yang sepi. “Aku terpaksa menerimanya. Dia yang nembak duluan. Aku ngga
bisa nolak ih maaf.” Jelasnya. Tapi aku masih belum bisa berkata-kata. Tepatnya
masih belum bisa percaya. Inikah yang namanya SELINGKUH?! Dia selingkuh?!
Bodoh! Mengapa aku masih terus menangis?! Bodoh! Bodoh! Bodoh!
“Udah ih jangan nangis maaf. Apa
aku putusin aja dia sekarang?” katanya. Dan dia kini mulai terlihat berlinang
air mata. *Mungkin air mata buaya. Ya! Buaya darat!*
“Untuk apa?” tanyaku mencoba
tegar dan mencoba menghentikan tangisanku. “Kenapa tidak kamu putuskan saja
aku, dan jalani hubungan dengan dia!” kesalku mulai kusampaikan. “sumpah ya,
aku enggak nyangka!”
“Maaf ih. Aku enggak mau putus
sama kamu. Ini, kalo mau sekarang sms padanya bilang putus.” Dia menyodorkan
handphonenya padaku.
“Tidak! Sudahlah jalani saja
hubungan kalian.” Aku mulai melanjutkan langkah kaki. Dia menahanku.
“Tunggu dulu! Ini harus gimana?
Maaf ih.”
“Gak tau! Aku mau pemantapan
matematika ih, udah telat.” Kurasakan mataku sangat perih, kucoba bercermin di
kaca-kaca rumah orang ternyata mataku bengkak. Ingin aku pulang, tapi selangkah
lagi aku tiba di sekolah akhirnya aku melanjutkan. Aku mengambil tissue basah
yang selalu tersedia di dalam tasku. “Tolong pegang tasku.” Kataku sambil
berjalan selangkah lebih depan darinya. Aku mencoba sebisa mungkin mengompres
mataku yang bengkak dengan tissue ini. Aku tak berhenti menarik nafas panjang
untuk sedikit menenangkan perasaan. Rasanya aku tidak mau lagi menatap mukanya.
“Sini. Makasih.” Kataku tanpa menoleh padanya. Dia pun tak berkata-kata lagi.
Akhirnya kami pun tiba di
sekolah. Aku langsung masuk ke kelas tanpa berpamitan padanya. Tak lama
kemudian ada pesan masuk darinya, pulang
bareng ya, begitu katanya. Aku mengacuhkan. Rasanya hatiku masih sakit
bahkan sangat-sangat sakit. Dosa apa yang pernah kulakukan?! Teganya dia
menjalin hubungan lain dibelakangku!
-------------------
Aku terbayang masa-masa itu karena lagu pop ini yang tanpa permisi
mengajakku.
Jika dulu aku tak mencurigaimu, mungkin saat ini kita masih menjalani
hubungan yang tak pernah berujung bahagia. Aku yakin, kisah cinta kita takan
bahagia.
"Mbak, jadi kita mau ke mana?"
Ya Tuhan! Gara-gara mendengarkan musik dan larut di dalamnya aku lupa
segalanya. Abang ojek sudah melewati jalan menuju rumahku.
"Eh Bang, maaf. Putar arah ya, rumah saya terlewat. Hehe"
Dengan semangat Abang ojek pun memutar balik arah, "tenang Mbak, ojek
POP mah selalu siap sedia!"
*POP, Pangkalan Ojek Pharmindo memang selalu menyebut mereka paling pop.*
Akhirnya aku sampai di rumah dengan membayar ongkos dua kali lipat dari
biasanya.
Oh ya, tukang selingkuh itu adalah pengecut dan pecundang.
Dan kamu mungkin bisa dibilang POP juga, Perkumpulan Orang Pengecut.
But, Let it Go!
#Jumatulis Season 2 - 1 Pop - My Pop Art Love
Jauh sebelum aku mengenalmu, aku telah sukses menekuni hobiku. Hobi yang mungkin tidak terlalu terkenal ini, membuatku bisa lebih dekat mengenalmu.
Pop Art (Populer Art, seni yang mendobrak batas-batas artian seni yang agung). Seni yang telah mempertemukan kita sekaligus menyatukan cinta kita. Dari simbol-simbol dan gaya visual karya senimu, mampu membuat perasaanku terbang di tengah bunga-bunga yang indah bertebaran.
"Kau menyukai pop art juga?"
Itulah awal dari pertemuan indah kita di sebuah pameran lukisan di Kota Bandung.
Gayamu yang klasik membuat tanganku mulai menata satu demi satu titik fokus seni. Terbayang dibenakku untuk segera menggoreskan pensil dan mulai menggambar wajahmu dengan senyuman yang kian menghipnotisku.
Jika seni adalah keindahan, maka kamu pun adalah salah satu seni yang Tuhan ciptakan dengan segala kesempurnaan. Aku mencintaimu dengan segala kekuarangan dan kelebihanmu.
---------------
"Kau menyukai pop art juga?" Aku mendekati seorang perempuan yang terlihat sedang asyik dengan laptopnya di salah satu meja yang menghadap ke arah lukisan Pablo Picasso.
Ia sedang bermain seni di Photoshop C3nya. Membuat pop art dari wajahnya sendiri.
"....." Ia hanya diam lalu mengangguk tanpa sedikit pun menoleh padaku.
"Boleh aku melihatnya?" Sejurus kemudian aku duduk disebelahnya dan memperhatikan gerak lincah tangannya memainkan mouse.
Sekali lagi ia hanya mengangguk.
"Sangat cantik!" Kataku.
Tidak lama kemudian aku pun mengeluarkan laptopku yang pastinya ingin menunjukan karya-karya pop art-ku juga.
"Lihat! Ini karyaku." Aku mengarahkan laptop pada perempuan itu. Ia sedikit menoleh acuh. Namun tidak sampai sedetik pun ia menoleh lagi bahkan lebih dekat dan lebih lama, sangat lama.
Akhirnya ia memperlihatkan wajahnya padaku, kemudian ia tersenyum ceria sambil mengangkat kedua jempolnya.
Kumanfaatkan waktu yang singkat itu untuk memandangnya lekat-lekat. Kutemukan pancaran dari matanya yang sangat teduh mampu menenangkan hati.
"Terimakasih. Pop art-mu juga sangat keren! Maukah kamu berbagi ilmu denganku?" Aku sangat tertarik dengan gaya visual yang tak segan ia gunakan untuk karyanya itu. Karyanya seperti mengungkapkan sebuah perasaan yang tak sempat tersampaikan.
Angin berembus membuat dingin ruangan sekitar. Dan saat itu pula tercium aroma hujan yang sangat deras di luar.
Perempuan itu kini menutup jendela photoshopnya dan membuka jendela baru, microsoft word.
Lalu ia mengetik tanpa aku melihat apa yang ia tulis.
Dengan wajah menunduk, ia memperlihatkan laptopnya kepadaku.
Maaf. Aku tidak bisa bicara :)
Kini dingin semakin menjalar ke tubuhku. Perempuan cantik ini, yang bagiku sempurna, tidak bisa berbicara! Seketika lidahku kelu, tak bisa mengucapkan satu kata pun. Perempuan itu memperlihatkan lagi sebuah tulisan padaku.
Kamu kaget, ya? Pasti kamu akan membatalkan keinginanmu yang tadi. Berbagi ilmu. Iya kan?
Melihat tulisan itu, aku terperanjat dan langsung merebut laptopnya kemudian menghapus tulisannya.
"Tidak! Kamu bisa membagi ilmumu dengan cara mempraktekan langsung kan!" Aku masih bingung harus bagaimana. Tapi aku tidak ingin ia salah paham. "Walau tidak dengan ucapan, aku bisa mempelajarinya dengan gerakan yang kau instruksikan, karena..." Aku menunduk, "karena aku menyukai seni pop art-mu." sekaligus menyukai dirimu cinta pandangan pertamaku. Cinta datang kapan saja dan pada siapa saja.
Baiklah. Terima kasih sudah mengerti.
"Iya." Aku pun berterimakasih karena kamu mau memberi jalan untukku agar bisa lebih mengenalmu.
Kini, hampir setiap minggu kami bertemu, hanya sekedar untuk membuat pop art bersama. Sampai aku meminta untuk foto bersama dengan alasan untuk dijadikan bahan pembuatan pop art. Tapi dibalik itu aku akan mencetak fotonya dan kusimpan di dompetku. Aku benar-benar mencintainya.
Terima kasih untuk hari ini. Ternyata pop art-mu lebih luar biasa!
Kini ia tidak lagi mengetik melainkan menulis pada sebuah buku catatannya.
"Sama-sama. Hehe."
Mungkin, hari ini adalah hari yang tepat untuk menyatakan perasaanku. Tanpa berpikir panjang lagi, aku langsung mengungkapkan semuanya.
"Hmm, aku menyukai pop art-mu, selain itu aku pun menyukaimu. Emm atau bisa dibilang aku mencintaimu saat pertama bertemu." Jantungku berdebar lebih kencang.
Mungkin jika ia bisa bicara, ia pun pasti akan gugup untuk menjawab. Terlihat dari raut wajahnya yang kian memerah dan salah tingkah.
"Bagaimana, apa kau mau menerima cintaku? Emm aku tidak akan menjadikanmu pacar, emm mungkin menjadikanmu sebagai istriku. Apa itu terlalu cepat?" Entah apa yang telah merasukiku hingga aku tak sempat berhenti berbicara. Namun, ia langsung memandangku, memegang pundakku dan tersenyum malu.
"Bagaimana apa kamu menerimaku? Eh, emm tapi, sampai saat ini aku belum tahu namamu. Hehe." Aku baru menyadari itu.
Dengan menyobekan kertas dibuku catatannya, ia menulis sesuatu dan kemudian memperlihatkannya padaku. Ia menutup wajahnya dengan kertas itu yang bertuliskan.
Kamu akan mengetahui namaku saat pembuatan buku nikah nanti. Hihi :)
Aku juga mencintaimu yang telah menerima kekuranganku.
Ah! Jawaban sempurna! Kalau saja sudah halal, aku peluk ia!
Saat itu ia tak mau membuka wajahnya yang tertutup kertas itu. Sangat lucu. Aku berjanji akan setia bersamamu.
-------------
Sejak saat itu hingga kini, aku membuka galeri pop art bersama isteriku. Ya, kini perempuan itu sudah menjadi isteriku. Nama indah yang tertulis dibuku pernikahan kami itu adalah, Syafira Nadin Arsyafani. Perempuan yang luar biasa yang mampu menciptakan keindahan semesta melalui visual pop art-nya.
picture source |
Cinta dan seni tidak akan terpisahkan justru keduanyalah yang menyatukan. Dengan cinta mampu melengkapi kelebihan, dengan seni pasti menyempurnakan kekurangan dan menjadi berbagai macam keindahan. Itulah dirimu, membuatku mengerti apa artinya cinta dan seni.
September 17, 2014
#Lelah - Mungkin Mereka Lelah
Ya, mungkin mereka
lelah.
Aku berjalan di kegelapan
malam. Membayangkan kisah yang dulu pernah terukir indah.
Masa kecil yang
selalu dihiasi dengan senyuman-senyuman indah mereka, para pencari kebahagian.
Namun, aku merasa
kini senyuman itu hilang bersama bergulirnya waktu, seolah ditelan zaman.
Ada apa dengan
kenangan?
Apa masa lalu kita
sudah habis tak tersisakan?
Atau kalian sudah
lelah dengan semua kisah yang setiap tahun bergulir begitu saja?
Ya, aku tahu kalian
pasti lelah.
Mungkin secuil do'a
dari kejauhan, kalian panjatkan.
Atau hanya sebatas
ungkapan singkat tanpa terucap, aku menunggu.
Aku takan pernah
lelah hingga waktu tak lagi bersamaku.
Waktu yang amat
membuatku terpaku, karena menunggu sahabat yang kini nampak lelah.
Sabar.
Tengah melanda jiwaku
yang dirundung sejuta pertanyaan.
Apa harus aku yang
memulai?
Atau hanya menunggu
jiwa-jiwa itu datang menjelma menjadi sebuah cinta?
Ah! Mungkin mereka
lelah.
Takan bersedih, tak
akan gundah.
Aku percaya, hanya
kalianlah yang tahu apa yang tengah membuat diri kalian lelah tentang semua
kenangan yang tak akan pernah aku lupakan.
Bersama, menunggu
jawaban.
#20FactsAboutMe Challenge!
picture source |
Tulisanku kali ini bukan cerpen atau apa, tapi kali ini aku mau menuliskan fakta-fakta tentang diriku #duuuh. Ibarat kata pepatah, tak kenal maka tak sayang so yuk ah kenalan dulu meski sudah sedikit tahu. Hehe.
Aku ndeh. Udah sih
gitu aja :)
Mulai ah!
#20FactsAboutMe ini
tiba-tiba muncul di chat Grup Jumatulis. Katanya sih challenge gitu dari
BangJul. Beliau, iya beliau ngasih tantangan buat jujur-jujuran. Okelah buat
seru-seruan aja.
Nah ini dia
#20FactsAboutMe...
Tarraaaaaa......
- Namaku Siti Robiah Adawiyah, faktanya sering dipanggil Ndeh. Gatau berasal dari mana sih. Kata orangtua mah itu panggilan sayang. Kayaknya sudah hampir seribu orang bilang, "siti robiah kok jadi ndeh?" Entahlah. Hhe
- Pas pertama kali masuk SD, aku sering dikerumuni orangtua murid (ampir tiap hari) gegara rambut yang hitam legam dan tebal. #eaaa
- Kalo di sekolah lagi hujan, ngga segan-segan buka sepatu deh biar ngga basah. #krikkrikkrik
- Sering juara kelas. Ini hanya salah satu nilai plus yang Allah SWT berikan :3
- Takut sama ulat apalagi yang berbulu.Pernah lagi main petak umpet tiba-tiba ada ulat di punggung langsung lari, ehh malah kejedot sama temen dan diriku langsung mimisan tapi si ulat masih anteng aja di baju. hih.
- Nggak suka paria. Bukan pria, tapi paria sayur yang pahit itu.
- Alergi ikan peda. Pernah dijailin pas ulang tahun, kuenya dicampur peda. Langsung merah-merah dan lidah gatal. Temen-temen langsung pada nangis minta maaf.
- Ada benernya sih ucapan kak iyas, pas ngupil ya bingung mau peperin ke mana ya udah sih ke tempat yang dekat aja. Contohnya, karpet, bawah meja, kalo ke tembok hmmm pernah gak ya. Hehehe. *Dari pada ke baju*
- Pernah mau dimasukin ke pesantren padahal baru hari pertama belajar di SMP. Gegara main ngga bilang terus pulangnya malam.
- Pernah merasa iri sama temen-temen pas SD yang udah pada punya pacar.
- Sering kecebur bak mandi yang kayak kolam. Belum bisa renang, akhirnya ya, selamat!
- Enggak bisa nelen obat. Sedangkan sering sekali dokter ngasih obat. Gede-gede pula obatnya. Harus digerus dulu. Itu gegara sering ngejekin kakakku yang enggak bisa nelen obat. Jadinya karma kali yak!
- Kalo ada yang nyinggung-nyinggung tentang orangtua, suka langsung muruhpuy cai soca. Nangis sejadi-jadinya.
- Katanya suara aku bombastis. Padahal udah emang segini volumenya. Kalo ngobrol di kelas katanya paling keras suaranya. Yaaa nasiiib. Pernah lagi kuliah, aku cuma bilang sesuatu ke temen sebelah tapi yang nengok eh malah semua. Duhileeh!
- Gak bisa marah. Kecuali kalo lagi kegiatan diklat osis-mpk. Katanya aku yang paling galak. Aslinya sih baik hati. #duhhee
- Paling gampang gaul. Alias supel. Soalnya bawel dan SKSD. Anak perantauan mah harus SKSD ya biar enggak sesat di jalan.
- Pernah nabrak angkot pas ngendarain motor. Itu motor punya temen pula. Pecah dah semua bagian depan tu motor. Sambil nangis-nangis, aku juga ngambilin pecahan-pecahan tabrakan di pinggir jalan. Belum sempat ganti rugi. (Maaf yaaa, Regiii :3)
- Katanya aku sahabat paling bodor. Selalu membuat orang tertawa. Hehe
- Loading dulu kalo mencerna sesuatu. Pas yang lain udah kemana, baru dah aku ketawa-tawa.
- Nahh yang ini mah fakta sekaligus hobi. Kalo lagi bosen suka curat-coret gak puguh tapi alhasil jadi sebuah karya seni yang sering dibilang bagus. Suka bikin grafitty juga. Suka ngedekorasi dan membuat kriya.
Mungkin itu saja
fakta-fakta yang aku ingat tentang diriku. Hehe. Padahal masih banyak sih.
Enggak aneh-aneh kan
yaa. Yang pasti semua yang terjadi adalah suatu pengalaman indah bagiku. Hehe
Dan mungkin kakak-kakak lain pun sudah membeberkan masing-masing #20FactsAboutMe Challenge-nya.
ipehalena.tumblr.com
yogaprakosonugroho.wordpress.com
dear-diah.blogspot.com
punya-ian.blogspot.com
ainiamaliaaini.blogspot.com
iyassastra.blogspot.com
jejakwira.pun.bz
duniavy.tumblr.com
dweedy.blogspot.com
prahathea.blogspot.com
yogaprakosonugroho.wordpress.com
dear-diah.blogspot.com
punya-ian.blogspot.com
ainiamaliaaini.blogspot.com
iyassastra.blogspot.com
jejakwira.pun.bz
duniavy.tumblr.com
dweedy.blogspot.com
prahathea.blogspot.com
September 08, 2014
#Kamu - Sakitnya Itu di mana?
"Ceritakan padaku tentang seseorang yang pernah mengisi, memahami, menemani, ataupun menyakiti hatimu walau sebatas angin lalu!"
Pagi ini awan berarak entah menuju langit bagian mana. Kehadirannya membuat rintik-rintik hujan berjatuhan satu per satu membasahi bumi.
Aku tak pernah menyangka, jika arakan awan itu kini tepat berada di atas kepalaku. Membuat hariku yang sedang mendung menjadi semakin menggemung.
Terkadang, aku sering membandingkan kamu dengan hujan.
Mengapa? Karena kamu dan hujan banyak persamaannya.
Ketika bumi ini sedang kekeringan, akan sangat segar dan sejuk sehingga hujanlah yang mengisi kekeringan itu.
Begitu juga dirimu, saat aku sedang sendiri, kekeringan pengisi hati, kamu siap mengisi hati ini. Membuatku merasa bahagia kembali.
Ketika petani mengalami suatu masalah akan tanamannya, selain pupuk, hujanlah yang dibutuhkannya.
Dan hujan akan datang sewaktu-waktu untuk membantu para petani, memahami masalah itu sehingga petani akan senang pun jika hujan terjadi.
Begitupun dirimu. Kamu selalu membantu setiap kali aku sedang dalam masalah. Memahami segala perasaan yang sedang aku rasakan . Sulit bagiku untuk memahamimu, tapi kamu tak henti jua selalu ada untukku. Saat itu.
Entahlah, setiap aku merasa sedih selalu saja hujan datang menemani setelah itu ia pergi jua. Pergi untuk menghujani lagi daerah-daerah lainnya yang mungkin sedang menanti kedatangannya.
Seperti dirimu, saat sedang bersamaku, menjalin kebersamaan yang kurasa begitu bermakna, yang membuat hariku terasa sempurna, namun pergi kemudian bersama perempuan lain yang ada di luaran sana. Miris.
Dan semua itu hanya dilakukan oleh dirimu yang datang kepadaku, mengisi kekosongan hati, memahami hanya sekedar untuk mendekati, menemani hanya sebagai formalitas inti, setelah itu pergi jua untuk menyakiti.
Kamu tahu tidak?
Sakitnya itu di mana?
Ya di sini!
Sakitnya itu, di sini!
Pagi ini awan berarak entah menuju langit bagian mana. Kehadirannya membuat rintik-rintik hujan berjatuhan satu per satu membasahi bumi.
Aku tak pernah menyangka, jika arakan awan itu kini tepat berada di atas kepalaku. Membuat hariku yang sedang mendung menjadi semakin menggemung.
Terkadang, aku sering membandingkan kamu dengan hujan.
Mengapa? Karena kamu dan hujan banyak persamaannya.
Ketika bumi ini sedang kekeringan, akan sangat segar dan sejuk sehingga hujanlah yang mengisi kekeringan itu.
Begitu juga dirimu, saat aku sedang sendiri, kekeringan pengisi hati, kamu siap mengisi hati ini. Membuatku merasa bahagia kembali.
Ketika petani mengalami suatu masalah akan tanamannya, selain pupuk, hujanlah yang dibutuhkannya.
Dan hujan akan datang sewaktu-waktu untuk membantu para petani, memahami masalah itu sehingga petani akan senang pun jika hujan terjadi.
Begitupun dirimu. Kamu selalu membantu setiap kali aku sedang dalam masalah. Memahami segala perasaan yang sedang aku rasakan . Sulit bagiku untuk memahamimu, tapi kamu tak henti jua selalu ada untukku. Saat itu.
Entahlah, setiap aku merasa sedih selalu saja hujan datang menemani setelah itu ia pergi jua. Pergi untuk menghujani lagi daerah-daerah lainnya yang mungkin sedang menanti kedatangannya.
Seperti dirimu, saat sedang bersamaku, menjalin kebersamaan yang kurasa begitu bermakna, yang membuat hariku terasa sempurna, namun pergi kemudian bersama perempuan lain yang ada di luaran sana. Miris.
Dan semua itu hanya dilakukan oleh dirimu yang datang kepadaku, mengisi kekosongan hati, memahami hanya sekedar untuk mendekati, menemani hanya sebagai formalitas inti, setelah itu pergi jua untuk menyakiti.
Kamu tahu tidak?
Sakitnya itu di mana?
Ya di sini!
Sakitnya itu, di sini!
#Kamu - Hey, Kamu!
Hey!
Kamu...
Iya, kamu!
Iya, kamu yang di sana!
Aduuuuuh, iya kamu yang sedang diam menghalang, di dekat pintu.
Iya, kamu!
Mengapa kamu menghalangi jalan di pintu itu?
Tidak kah kamu biarkan saja orang-orang yang hendak masuk melewati pintu itu, mereka akan melewatimu. Membukakan pintu itu.
Atau kamu sebenarnya bukan sedang menghalangi pintu itu kan?
Yess!
Aku tahu, kamu sengaja menjaga pintu itu kan?
Menjaganya agar tidak ada orang yang seenaknya keluar masuk lewat situ.
Dan, aku pun tahu, kamu menjaga pintu itu sampai suatu hari nanti akan dibuka oleh seseorang yang memang benar-benar serius mengisi semua yang ada di dalamnya, setelah ia masuk lewat pintumu.
Kamu pasti tidak akan sedih, tidak akan galau, tidak akan tersakiti dan akan sangat bahagia saat orang yang masuk lewat pintu itu dengan setia dengan bijaksana membuka pintu dan mengisi apa yang nanti akan dilewati.
Dan kini aku tahu.
Mungkin, akan aku berlakukan untuk hatiku.
Akan aku jaga pintu hati ini, dan biarkan pintu hati ini dibuka oleh seseorang yang serius, untuk tetap diam didalamnya tanpa ada niat untuk keluar, pindah, lalu masuk ke pintu hati yang lain.
Aku akan menjaga hatiku untuk seseorang yang kelak menjadi Imamku.
Kamu...
Iya, kamu!
Iya, kamu yang di sana!
Aduuuuuh, iya kamu yang sedang diam menghalang, di dekat pintu.
Iya, kamu!
Mengapa kamu menghalangi jalan di pintu itu?
Tidak kah kamu biarkan saja orang-orang yang hendak masuk melewati pintu itu, mereka akan melewatimu. Membukakan pintu itu.
Atau kamu sebenarnya bukan sedang menghalangi pintu itu kan?
Yess!
Aku tahu, kamu sengaja menjaga pintu itu kan?
Menjaganya agar tidak ada orang yang seenaknya keluar masuk lewat situ.
Dan, aku pun tahu, kamu menjaga pintu itu sampai suatu hari nanti akan dibuka oleh seseorang yang memang benar-benar serius mengisi semua yang ada di dalamnya, setelah ia masuk lewat pintumu.
Kamu pasti tidak akan sedih, tidak akan galau, tidak akan tersakiti dan akan sangat bahagia saat orang yang masuk lewat pintu itu dengan setia dengan bijaksana membuka pintu dan mengisi apa yang nanti akan dilewati.
Dan kini aku tahu.
Mungkin, akan aku berlakukan untuk hatiku.
Akan aku jaga pintu hati ini, dan biarkan pintu hati ini dibuka oleh seseorang yang serius, untuk tetap diam didalamnya tanpa ada niat untuk keluar, pindah, lalu masuk ke pintu hati yang lain.
Aku akan menjaga hatiku untuk seseorang yang kelak menjadi Imamku.
#Kereta - Bersabarlah, Adikku Sayang!
Kau mulai bosan dengan kehidupanmu?
Lihatlah adikku, di luaran sana masih banyak orang yang tak bisa merasakan kehidupan sepertimu.
Kau mulai bosan dengan lingkungan di sekolahmu?
Sadarlah adikku, banyak orang yang tak pernah merasakan bagaimana rasanya lingkungan sekolah itu.
Kau tahu?
Hidup ini tak seberat yang kau kira.
Kesulitan hanya datang jika kau sendiri yang mendatangkannya.
Kemudahan akan segera hadir jika kau sendiri yang menghadirkannya.
Man Jadda Wajada!
Bukankah kau sendiri yang selalu menyerukan kalimat itu?
Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti berhasil.
Hamasah!
Atau kalimat ini yang sering kau ucapkan untuk membangkitkan semangatmu?
Ingat, hidup ini tidak semulus rel kereta, tidak selurus route kereta, yang hanya menemukan belokan dan merasakan kendala dalam seketika.
Tapi kau bisa mengendalikannya dengan semangat juang dan kerahkan segala kemampuan.
Kelak, kau akan mendapatkan keretamu sampai pada tujuan di mana kau sendiri yang akan bangga menikmati kemenangan.
Bersabarlah adikku, Allah akan menunjukan jalan untukkmu. :)
(Tulisan ini terinspirasi dari curhatan adikku tersayang :') ekekekek)
Lihatlah adikku, di luaran sana masih banyak orang yang tak bisa merasakan kehidupan sepertimu.
Kau mulai bosan dengan lingkungan di sekolahmu?
Sadarlah adikku, banyak orang yang tak pernah merasakan bagaimana rasanya lingkungan sekolah itu.
Kau tahu?
Hidup ini tak seberat yang kau kira.
Kesulitan hanya datang jika kau sendiri yang mendatangkannya.
Kemudahan akan segera hadir jika kau sendiri yang menghadirkannya.
Man Jadda Wajada!
Bukankah kau sendiri yang selalu menyerukan kalimat itu?
Barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti berhasil.
Hamasah!
Atau kalimat ini yang sering kau ucapkan untuk membangkitkan semangatmu?
Ingat, hidup ini tidak semulus rel kereta, tidak selurus route kereta, yang hanya menemukan belokan dan merasakan kendala dalam seketika.
Tapi kau bisa mengendalikannya dengan semangat juang dan kerahkan segala kemampuan.
Kelak, kau akan mendapatkan keretamu sampai pada tujuan di mana kau sendiri yang akan bangga menikmati kemenangan.
Bersabarlah adikku, Allah akan menunjukan jalan untukkmu. :)
(Tulisan ini terinspirasi dari curhatan adikku tersayang :') ekekekek)
August 19, 2014
#Ajal - Menanti Kematian
Senja telah menyerahkan diri pada keperkasaan langit malam. Sudah
saatnya bulan bersama kawanan bintang yang berhak menghiasi hamparan
langit maha luas dengan berjuta keindahan.
Terdengar suara burung hantu sebagai lagu kegelapan malam.
Angin pun tidak mau ketinggalan, hembusannya terasa menusuk tulang setiap insan.
"Bu, Ima takut." Gadis kecil itu memeluk erat Ibunya.
"Tidak apa-apa, sayang. Semoga malam ini tidak akan terjadi sesuatu." Ucap sang Ibu sembari menatap langit penuh hamparan bintang.
Riuh rendah suasana tempat ini. Banyak orang yang berteriak kesakitan, menangis dengan penuh segala pengharapan.
Jika diberi pilihan, mereka semua meminta lebih baik mati dari pada harus terus menerima dan merasakan penderitaan.
"Bu, kapan kita pergi dari sini?" Tanya Ima, lagi.
Ibunya hanya tersenyum kaku. Lidahnya kelu tak bisa berucap kata lagi.
"Ibu lihat! Ada yang meninggal Bu. Ima takut." Gadis itu terus merengek lalu bersembunyi di balik tubuh ibunya.
Acapkali dia melihat hal yang mengerikan, mulutnya tidak pernah berhenti merengek. Namun Sang Ibu tidak pernah menggubris ucapannya. Dengan penuh kehampaan, Sang Ibu mengajak Ima untuk segera tidur.
"Sayang, pekat malam sudah terasa dan sudah saatnya kita tidur sejenak untuk menghilangkan penat." Kata Ibu yang sejurus kemudian membaringkan tubuhnya yang mulai renta.
Ima tak lagi bersuara. Ia mengikuti apa yang ibunya perintahkan.
Dengan alas tidur seadanya, serta beratapkan langit kelam, mereka berdua mulai masuk ke alam bawah sadar. Berharap dapat merajut mimpi indah takan terlupakan.
Embun pagi masih menebal di dedaunan, ranting, dan tanah. Pekatnya kabut masih menemani dinginnya pagi.
Dalam pikiran satu insan, di tempat ini, hanya tertuju pada hal yang mungkin bisa membuatnya keluar dari penderitaan.
"Aku berharap, malaikat maut mendekat padaku. Saat ini juga!!!" Ucap salah satu bapak paruh baya di tempat itu.
Namun, tak ada respon yang menanggapinya. Hanya kemelut kesedihan menjadi jawaban dari semua keadaan.
"Ibu, apa kita akan selamat?" Tanya Ima yang tak pernah bosan mengajukan berjuta pertanyaan pada Ibu sang pelindung kehidupannya.
"Pasti sayang! Berdo'alah agar Tuhan segera menurunkan pertolongan!" Jawab sang Ibu lirih.
"Lebih baik kau tidur lagi, Nak! Biarkan tubuhmu merasakan keadilan setelah kehidupanmu yang tak merasakannya." Sambung Ibu yang belum merubah posisinya.
"Apa kaki Ima akan sembuh, Bu? Apa kaki Ima bisa normal kembali?" Kini pertanyaan Ima semakin membuat hati Ibunya menangis.
Tak kuasa berkata, Ibunya hanya menjawab dengan linangan air mata.
"Mengapa Ibu menangis?" Tanya Ima sambil mengusap air mata ibunya.
Ibunya tersenyum dan kemudian memeluk anak semata wayangnya.
"Tidak apa-apa, sayang. Kau pasti sembuh!" Ibu menjawabnya dengan sangat berat hati.
Melihat anak gadisnya yang baru berusia sembilan tahun itu, batinnya menjerit. Tidak mungkin kaki anaknya itu bisa normal kembali.
Bencana alam lima hari yang lalu telah memporak-porandakan segala yang ia punya.
Rumah, keluarga, harta termasuk kaki anaknya yang tertimpa pohon besar dekat rumahnya. Dan itu membuat anaknya tak dapat berjalan.
Bahkan, saat ini pun belum ada Tim Penolong yang datang. Desa mereka terpencil, bahkan listrik pun bergilir penyalaannya. Semua habis dihantam bencana alam. Kini mereka hanya bisa pasrah menerima keadaan. Bahkan mereka akan tetap sabar dan tabah hingga ajal datang menjelang.
#LatihanNulis #2-Ajal | @ndehyaminaris | ndehyaminari.blogspot.com
Terdengar suara burung hantu sebagai lagu kegelapan malam.
Angin pun tidak mau ketinggalan, hembusannya terasa menusuk tulang setiap insan.
"Bu, Ima takut." Gadis kecil itu memeluk erat Ibunya.
"Tidak apa-apa, sayang. Semoga malam ini tidak akan terjadi sesuatu." Ucap sang Ibu sembari menatap langit penuh hamparan bintang.
Riuh rendah suasana tempat ini. Banyak orang yang berteriak kesakitan, menangis dengan penuh segala pengharapan.
Jika diberi pilihan, mereka semua meminta lebih baik mati dari pada harus terus menerima dan merasakan penderitaan.
"Bu, kapan kita pergi dari sini?" Tanya Ima, lagi.
Ibunya hanya tersenyum kaku. Lidahnya kelu tak bisa berucap kata lagi.
"Ibu lihat! Ada yang meninggal Bu. Ima takut." Gadis itu terus merengek lalu bersembunyi di balik tubuh ibunya.
Acapkali dia melihat hal yang mengerikan, mulutnya tidak pernah berhenti merengek. Namun Sang Ibu tidak pernah menggubris ucapannya. Dengan penuh kehampaan, Sang Ibu mengajak Ima untuk segera tidur.
"Sayang, pekat malam sudah terasa dan sudah saatnya kita tidur sejenak untuk menghilangkan penat." Kata Ibu yang sejurus kemudian membaringkan tubuhnya yang mulai renta.
Ima tak lagi bersuara. Ia mengikuti apa yang ibunya perintahkan.
Dengan alas tidur seadanya, serta beratapkan langit kelam, mereka berdua mulai masuk ke alam bawah sadar. Berharap dapat merajut mimpi indah takan terlupakan.
Embun pagi masih menebal di dedaunan, ranting, dan tanah. Pekatnya kabut masih menemani dinginnya pagi.
Dalam pikiran satu insan, di tempat ini, hanya tertuju pada hal yang mungkin bisa membuatnya keluar dari penderitaan.
"Aku berharap, malaikat maut mendekat padaku. Saat ini juga!!!" Ucap salah satu bapak paruh baya di tempat itu.
Namun, tak ada respon yang menanggapinya. Hanya kemelut kesedihan menjadi jawaban dari semua keadaan.
"Ibu, apa kita akan selamat?" Tanya Ima yang tak pernah bosan mengajukan berjuta pertanyaan pada Ibu sang pelindung kehidupannya.
"Pasti sayang! Berdo'alah agar Tuhan segera menurunkan pertolongan!" Jawab sang Ibu lirih.
"Lebih baik kau tidur lagi, Nak! Biarkan tubuhmu merasakan keadilan setelah kehidupanmu yang tak merasakannya." Sambung Ibu yang belum merubah posisinya.
"Apa kaki Ima akan sembuh, Bu? Apa kaki Ima bisa normal kembali?" Kini pertanyaan Ima semakin membuat hati Ibunya menangis.
Tak kuasa berkata, Ibunya hanya menjawab dengan linangan air mata.
"Mengapa Ibu menangis?" Tanya Ima sambil mengusap air mata ibunya.
Ibunya tersenyum dan kemudian memeluk anak semata wayangnya.
"Tidak apa-apa, sayang. Kau pasti sembuh!" Ibu menjawabnya dengan sangat berat hati.
Melihat anak gadisnya yang baru berusia sembilan tahun itu, batinnya menjerit. Tidak mungkin kaki anaknya itu bisa normal kembali.
Bencana alam lima hari yang lalu telah memporak-porandakan segala yang ia punya.
Rumah, keluarga, harta termasuk kaki anaknya yang tertimpa pohon besar dekat rumahnya. Dan itu membuat anaknya tak dapat berjalan.
Bahkan, saat ini pun belum ada Tim Penolong yang datang. Desa mereka terpencil, bahkan listrik pun bergilir penyalaannya. Semua habis dihantam bencana alam. Kini mereka hanya bisa pasrah menerima keadaan. Bahkan mereka akan tetap sabar dan tabah hingga ajal datang menjelang.
#LatihanNulis #2-Ajal | @ndehyaminaris | ndehyaminari.blogspot.com
August 11, 2014
#Buku - Salah Jatuh Hati
Jakarta
Panas
terik mulai merayapi tubuh mungil Rima. Dengan napas tersengak dan menenteng
begitu banyak buku, Rima terus berlari menuju arah Bandara Soekarno-Hatta.
Belum sampai di pintu masuk, tiba-tiba seorang pemuda menabrak Rima dari arah
yang berlawanan. Brukkkss~
“Eh maaf Mbak, maafkan saya.”
Kata pemuda yang menabrak Rima tersebut. Seorang pemuda yang gagah dan nampak
belia.
“Oh iya, tidak apa-apa Mas.” Kata
Rima sambil membereskan buku-bukunya yang jatuh.
“Biar saya bantu!” kata pemuda
itu.
“Terima kasih.” Ucap Rima
padanya.
Setelah
buku-buku itu selesai dirapikan, Rima pergi berlalu dari hadapan pemuda itu.
Betapa tergesa-gesanya seorang Rima hingga iya melupakan sesuatu.
Tanpa disadari pemuda itu telah
lama menatap Rima hingga sosok bayangannya menghilang dari pandangannya. Begitu
sempurnanya ciptaan Tuhan, sampai mata ini tak mampu berkedip karena keindahan
perempuan itu.
“Cantiknya! Sayang aku belum tahu
namanya.” Kata sang pemuda sambil berlalu dari dari tempat itu. “Semoga aku
bisa bertemu lagi dengannya.” Ujarnya dalam hati.
Saat pemuda itu beranjak pergi, ia
menemukan sesuatu yang tidak lain dan tidak salah lagi adalah milik Rima. Nampak
terkejut terlihat dari raut mukanya. “Oh, namanya Rima.” Dingin.
<><><><><><><><>
Bandung
Rima
nampak gusar. Wajah mungilnya terlihat sangat cemas. Tidak ada wajah yang
begitu sangat sedih kecuali wajah Rima saat ini.
“Maafkan aku! Maafkan aku! Mungkin
aku menjatuhkannya saat menuju bandara kemarin. Maafkan aku!” Rima terus
menitikkan air mata karena telah menghilangkan salah satu barang berharga dalam
hidupnya.
“Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti kita
bicarakan lagi ya. Acaranya hampir dimulai.” Lelaki yang berada di samping Rima
mencoba menenangkannya.
“Baiklah.” Kata Rima lemas,
berharap keajaiban datang padanya.
Ramai. Suasana
hari itu sangatlah ramai. Tapi tidak dengan Rima, raut wajahnya masih penuh
dengan kesedihan. Dalam hati, dia terus saja memarahi dirinya karena
kecerobohan yang dilakukannya.
Tamu berdatangan silih berganti,
sampai tiba di mana Rima terkejut dengan kedatangan tamu yang satu ini. Ya. Pemuda
yang pernah dia temui di bandara kemarin.
“Bukankah Anda yang membantu saya
merapikan buku?” kata Rima sedikit kaget, pemuda itu hanya tersenyum.
“Kau mengenalnya?” kata lelaki
yang berada di samping Rima.
“Dia membantuku saat terjatuh
kemarin.” Kata Rima.
“Maafkan aku. Aku tidak sengaja
menabraknya saat di bandara kemarin, Yo.”
Kata pemuda itu.
“Ohh jadi kamu, Rik?! Haha kebetulan
sekali. Ini isteriku, Rima. Yang pernah aku ceritakan di Jakarta. Makasih ya
sudah datang di acara syukuran kami ini.”
“Iya Yo, aku sudah tahu. Hahaha.”
Yopi dan Rima tertegun melihat
tingkah pemuda yang bernama Riko dan
ternyata adalah teman Yopi juga. Yopi adalah suaminya Rima.
“Kamu kenapa, Rik?” Tanya Yopi.
“Maaf Yo, aku kemarin menemukan
ini. Mungkin terjatuh saat aku menabrak Rima.” Lalu Riko mengeluarkan sesuatu
dari dalam tasnya. Diperlihatkanlah barang itu pada Rima dan Yopi.
Tiba-tiba, Rima terlihat sangat
bahagia setelah mengetahui Rikolah yang menemukan barangnya itu.
“Ya ampun, terima kasih ya Riko. Aku
kira buku nikahku hilang” kata Rima berseri-seri.
“Iya sama-sama. Oh ya, selamat ya
untuk kalian berdua. Hehe.” Kata Riko menepuk-nepuk pundak Yopi.
“Sekali lagi makasih ya Rik. Sejak
kemarin isteriku sangat khawatir sekali. Okelah silakan dinikmati hidangannya.”
Kata Yopi mempersilakan.
“Oke, oke, sip!” jawaban Riko
yang sangat singkat. Kemudian ia berlalu dari pandangan temannya itu.
Keinginanku memang terkabul, aku bisa
bertemu lagi dengannya. Dengan perempuan yang cantik mempesona, Rima. Tapi, Buku Nikah
miliknya telah mematahkan hatiku.
Apakah ini pandangan pertama, atau mungkin ini adalah cinta pertama? Namun,
semua itu bukanlah untukku. Ah sudahlah! Jika dia bukan isteri dari temanku,
dan jika dia belum menikah pula mungkin aku akan jatuh cinta padanya. Batin
Riko. *salah jatuh hati*
Subscribe to:
Posts (Atom)