Apalah
aku ini? Hanya mahasiswa yang hidup alakadarnya. Mana mungkin aku bisa membeli
tiket untuk pergi menonton konser Taylor Swift! Untuk membeli makan di
warteg pun pikir-pikir dua kali. Hidup jauh dari orangtua itu sangat sulit.
Sulit mendapatkan kasih sayang, sulit mencari perhatian, dan sangat sulit
mendapat pengisi dompet tambahan. Pokoknya hidupku serba pas-pasan, jangan
pernahlah berpikir bahwa hidup sendirian itu enak. Nyatanya, sangat tidak enak.
Kecuali hidup sendirian yang satu ini beda lagi. Ya, jomblo. Walau jomblo itu
adalah makhluk yang hidup sendirian
(dalam masalah hati), tapi bagiku kejombloan itu sangat
menyenangkan. Bisa bebas mengekspresikan segala hal yang kita inginkan. Bisa
terbang bebas kesana kemari tanpa hambatan. Pokoknya jomblo itu menyenangkan. Keep Smile.
Lah,
mengapa malah membahas tentang jomblo ya? Entahlah, terbawa suasana hati. Oke,
aku masih berusaha bagaimana caranya untuk bisa memiliki tiket nonton Taylor
Swift. Ini pertama kalinya dia datang ke Indonesia loh. Masa iya aku akan
melewatkannya??!! Rasanya bagai sayur tanpa garam bila seorang swifty tidak melihat secara
langsung perform penyanyi favoritnya itu. Memang, masih dua bulan lagi konser itu digelar.
Tapi apa daya, dengan keadaan dompet yang tidak memadai ini, mungkin saja aku
akan mengurungkan niatku untuk tidak lagi terobsesi pada konser Taylor Swift
itu.
Early in the morning, aku sudah siap untuk pergi ke kampus. Teman-teman sudah sangat mengetahui
kebiasaanku. Setengah jam sebelum dosen datang, aku
sudah nangkring di kampus, duduk di kursi kelas, dengan pakaian yang rapi, rambut cepak, juga tubuh yang wangi dan aku
siap menjalani petualangan hari ini.
Oh ya, aku dikenal sebagai mahasiswa yang
paling rajin, paling tekun, dan paling rapi juga paling bersih. Kalian tahu kan
bahwa kebersihan itu sebagian dari iman? Ya! Prinsip yang aku pegang itu
membuat semua orang merasa nyaman dekat denganku. Katanya, “Yon, gue seneng
punya sohib kayak lo. Rapi dan selalu wangi haha.” Oke, thank you banget buat teman-teman yang sudah nyaman bersamaku. Itu
merupakann satu penghargaan untukku.
Sepulang kuliah, aku berjalan menelusuri jejak
langkah yang tak tentu arah. Menikmati setiap detiknya hembusan angin senja,
menyaksikan dendangan kicau burung yang terbang riang di udara, juga nyanyian
alam lainnya yang membuat aku tak kuasa memalingkan panca indra. Saat aku
menikmati segalanya, tiba-tiba ada seorang pengendara motor berhenti
dihadapanku dan memberikan selembar brosur iklan kepadaku, setelah itu dia
berlalu.
Tak banyak berpikir, aku langsung membaca brosur itu.
Terdengar suara merdu dari nomer yang aku hubungi itu. Suara wanita yang
kemudian memulai pembicaraan kami ditelepon.
“Hallo Selamat Sore, dengan Lian PT Raxeno bisa kami bantu?” mendengar
ucapannya itu aku mendengar sesuatu yang sudah tidak asing lagi. Raxeno?
Bukankah itu merek produk paling terkenal di Indonesia? Sepertinya muncul
sinyal positif dan jangan sampai aku sia-siakan. “Selamat Sore Mbak, saya
Riyon. Saya membaca brosur iklan dan saya berminat untuk mendaftarkan diri Mbak.”
Dengan antusias, saya langsung saja menerima segala perintah dari mbak
tersebut. “Oke Mas Riyon, nama Anda telah kami cantumkan. Untuk castingnya akan
dilaksanakan dua hari kemudian setelah Anda mendaftar. Apa ada pertanyaan?”
kata mbak itu. “Tidak Mbak, kalau begitu terima kasih.” Kataku dan segera
dijawab oleh Mbak itu yang kemudian telepon terputus beberapa detik kemudian.
“Iya, kembali kasih. Selamat Sore.”
Percakapan tadi itu memunculkan satu kesan
dalam pikiranku. Sepanjang jalan, aku terus menebar senyuman kepada setiap
insan yang berlalu lalang di jalanan. Senyum sumringahku terus menyungging
indah sampai aku tiba di kosan. Kosan yang tidak terlalu besar ini menjadi basecamp paling difavoritkan
teman-teman. Mengapa? Karena sudah aku bilang bahwa aku dikenal sebagai
mahasiswa yang paling rapi dan bersih, tak jarang teman-temanku selalu datang
ke kosanku ini. Kosan yang dihuni oleh tiga masketir ini menjadi sangat ramai
jikalau sudah dikunjungi para antek-antek mahasiswa yang bernasib sama. Hanya
untuk menikmati kenyamanan kosan.
“Hey Yon, darimana aja lo? Sorry ya gue barusan minta mie instan lo. Gue
kehabisan dana Yon. Hehe.” Rojak, teman kosanku. Dia orang Sumatera dan
kerjaannya morotin mie instan milikku. “Ya ya ya, gue paham Jak.” Rojak hanya
nyengir kuda. Hih. Sementara itu, satu penghuni lagi sedang asik membaca
koleksi-koleksi komik Detective Conan
favoritenya. Dia Ali, berasal dari Kalimantan si Kutu Buku dan si Perindu
Mantan. Dia selalu gagal moveon. Kesian banget kan.
Dua hari berlalu, dan kini adalah waktu dimana
aku harus pergi ke tempat casting. Kebetulan hari ini adalah hari Sabtu. Tak
ada jadwal yang membuatku harus pergi ke kampus. All is save. Aku meminta Rojak dan Ali untuk menemaniku pergi ke PT
Raxeno itu. Sebelumnya mereka menertawakanku saat aku bercerita akan mengikuti
casting iklan sebuah produk. Tapi kata Rojak, “Okeh lah Yon, demi kebaikan
bersama, gue setuju lo ikut itu casting.” What?! ((Kebaikan bersama)) “Lo kayak
gitu pasti ada maunya deh. Iya kan Jak? ” cetus Ali yang matanya masih terpaku
pada Conannya. Semua hanya tertawa menanggapi hal seperti itu. Sahabat itu
selalu berbagi saat suka maupun duka, kan? “Oke, sekarang ayo kita berangkat!”
aku yang sangat semangat segera bergegas pergi.
PT RAXENO JAYA. Gedung tinggi hampir menjulang
ke langit, ada dihadapanku. Aku segera masuk ke dalam gedung perusahaan itu
begitu pula dengan Rojak dan Ali tapi mereka langsung duduk menunggu di ruang
tunggu. Aku menghampiri Mbak yang ada di bagian informasi. “Maaf Mbak, saya
Riyon.” Belum selesai aku bicara, Mbak itu langsung memotongnya begitu saja.
“Ohh Mas Riyon. Saya Lian yang kemarin menjawab panggilan.” Mbak itu yang
kemarin? Memang benar, suaranya sangat cocok dengan penampilannya. Cantik
aduhaaai. “Eh Mbak Lian. Iya saya harus gimana ya Mbak?” aku sedikit malu. “Ayo
Mas, ikuti saya. Kita menuju ruang casting. Mas Riyon datang terlalu siang.
Dari pukul enam kami sudah melakukan casting pada 63 orang peserta.” Mbak Lian
sangat piawai. Dia mengobrol layaknya seperti sudah saling mengenal, sangat
akrab. “Wah, banyak juga ya Mbak? Saya jadi putus asa.” Jawabku sedikit lemas.
“Setiap orang punya talent masing-masing Mas. Jangan pesimis dulu lah. Silahkan
Mas masuk, di dalam sudah ada yang menunggu.” Mbak Lian, senyumanmu menenangkan
pikiranku. “Oh iya Mbak, terima kasih.” Aku langsung masuk dan Mbak Lian pergi
kembali.
“Permisi Pak, Bu, Selamat Siang.” Aku memasuki ruangan yang didalammya
ada orang-orang yang berwajah cukup serius. “Silahkan duduk.” Kata salahsatu
Bapak berjas rapi dan berkumis. Beliau melanjutkan bicara. “Riyon Harfiyandi.
Mahasiswa tingkat dua semester 3, benar?” tegangnya bapak yang satu ini. “Iya
Pak. Benar.” Gugup. Aku menjadi sangat gugup. “Dari 63 orang yang mendaftar,
belum ada criteria yang pas sesuai dengan yang kami butuhkan.” Kata salahsatu
Ibu yang duduk dengan wajah belagu. Sebut saja Ibu Juri. “Semoga kali ini kamu
tidak mengecewakan. Kita langsung saja ya, sebagai penutupan.” Lanjutnya.
Saat itu aku tidak tahu produk apa yang akan
aku iklankan. Rasanya aku ingin membatalkan pendaftaranku saat aku disuruh
membuka baju. Memang, hanya baju atasan saja yang dibuka tapi tetap saja aku
malu. “Oke fix, kamu lolos Riyon.” Lah? Hanya sekedar membuka baju, aku langsung
lolos begitu saja? Casting yang aneh. “Memangnya saya mau mengiklankan produk
apa ya Bu? Hehe.” Aku sembari memakai kembali bajuku. “Kami disini akan
mengiklankan produk terbaru kami. Yaitu Lotion Softy Raxeno. Saya lihat kulitmu
sangat bagus. Cocok sekali untuk mengiklankan Lotion Softy ini.” Lotion? Aku
sedikit terkejut. “Bukankah mayoritas Lotion itu diiklankan oleh wanita? Bahkan
saya belum pernah melihat iklan Lotion oleh lelaki, Bu.” Aku berbicara seperti
itu, membuat Ibu Juri menghampiriku. “Pertanyaan yang bagus. Oleh sebab itu
kami menciptakan resolusi baru. Lelaki juga bisa memiliki kulit putih dan halus
bila memakai lotion, khususnya dari produk kami ini.” Senyumnya sangat
sinis. Rasanya aku sedang ditawan oleh
para pemburu hutan. Jujur, aku menjadi tidak semangat dengan semua ini. “Bu,
maaf sebelumnya. Sebelum saya benar-benar mendapat kontrak, boleh saya ditolak
saja bu.” Aku menunduk. “Loh? Banyak orang yang ingin menjadi bintang iklan
loh! Mendapatkan royalty yang sangat besar.” Kata Bapak berkumis, meyakinkan.
“Memangnya kenapa, Riyon? Kamu tidak mau?” Tanya Ibu juri yang nada suaranya
mulai meninggi. “Daripada saya iklan Lotion, saya lebih baik iklan deodorant
Bu.” Itu adalah reflek. Namun, kalian pernah mendengar tentang bahwa setiap
ucapan adalah do’a? dan ucapanku berubah menjadi nyata. “Riyon mau iklan
deodorant?” Tanya Ibu Juri yang sangat terlihat jelas ada pancaran kebahagiaan
diwajahnya. “Ehh hehe, I iya bu, iya. Hehe.” Aduh! Aku bingung. “Akhirnya ada
juga yang mau menjadi bintang iklan produk deodorant kami ini. Sekarang, maaf
Riyon, boleh dibuka lagi bajunya? Perlihatkan ketiakmu. Jika sesuai criteria,
kami akan langsung mengontrakmu.” Kata Ibu Juri. Lagi. Untuk yang kedua
kalinya, aku membuka lagi baju. Masih ingat tentang diriku? Paling rapi dan
paling bersih. Termasuk masalah ketiak, aku selalu berusaha merawatnya demi
kebaikanku.
“Oke Riyon, kamu lolos dan kita mulai sekarang saja ya shooting
iklannya.” Kata Bapak berkumis sembari menepuk-nepuk pundakku. Dengan sedikit
tidak terpaksa aku mulai melakukan shooting. Baru kali ini aku menjadi orang
pertama yang memakai produk paling terkenal di Indonesia. Aku hanya mengoleskan
saja deodorant ke ketiakku. It’s so
simple, right? Setelah itu, selesailah sudah segala perjalananku di ruang
casting itu. “Seminggu kemudian, kami akan menghubungimu kembali. Terima kasih
sudah bekerjasama.” Ibu Juri dan Bapak Kumis merentangkan senyum dibibirnya.
“Terima kasih kembali.” Aku segera pergi meninggalkan ruangan itu. Ruangan yang
sangat berkesan.
Aku melewati bagian Informasi. Kulihat Mbak
Lian masih ada disana. Dia tersenyum sambil mengangkatkan jempolnya padaku. Aku
membalas senyumannya. Rojak dan Ali. Apakabar mereka? Aku segera pergi ke ruang
tunggu. Kulihat Ali masih membolak-balikan halaman komik yang sedang dibacanya.
Rojak? Dia tertidur pulas. “Etdah Yon, lo lama banget. Ngapain aja sih? Si
Rojak kayaknya udah bikin cerita lima episode di mimpinya.” Sepertinya Ali
kesal menungguku. “Sorry Li. Gue negosiasi dulu disana.” aku duduk dulu di
ruang tunggu. “Trus hasilnya gimana? Lo jadi bintang iklan apasih?” aku tidak
sungkan memberitahu Ali. “Gue jadi bintang iklan ketek Li. Hahaha. Deodorant
broooh! Udah shooting gitu lah tadi. Langsung ngolesin deodorant nih ke ketek
gue. Wangi kan wangi!!” Ali langsung tertawa terbahak-bahak mendengar ucapanku.
“Hahaha. Pantesan lama banget. Langsung dikontrak ternyata. Ketek Lo gak
diapa-apain kan? Hahaha.” Pertanyaan konyol. “Kagaklah. Li, untung tadi pagi
gue bersiin dulu ketek gue, pakek Veet yang dari promosi di kampus ituloh.
Hahahaha. Alhasil, ketek gue jadi halus bebas bulu. Hahaha.” Ali tertawa, aku
terbahak, dan Rojak kini terbangun. “Berisik amat sih. Ehh si Oyon udah keluar.
Lo lama Yon. Pulang buruan. Kursi disini tak senyaman kasur di kosan.” Rojak
yang mungkin nyawanya belum terkumpul segera pergi meninggalkan kami yang masih
duduk di ruang tunggu. “Oke Li. Si Rojak ngelindur. Ayo kita pergi.” Kami
bertiga pergi meninggalkan gedung itu.
Hari yang dinanti, kini mulai mendekati. Datang
berbisik padaku, meniupkan angin kebahagiaan. Telepon berdering, dengan segera
aku langsung mengangkatnya. “Hallo?” aku mengawali pembicaraan. “Selamat pagi
Riyon. Kami dari PT Raxeno. Selamat atas kerjasamanya, produk kami telah masuk
di pasaran. Dengan omset yang sangat tinggi. Anda mendapat royalty 25% dari
hasil penjualan. Kami sudah mengirimkannya ke rekening anda.” Mendengar berita
bahagia ini rasanya aku ingin teriak, ((SUMPEHH LOOHHH??)). “Wah, selamat yak
Pak. Terima kasih kembali karena sudah menerima saya. Terima kasih.” Telepon
ditutup. Aku segera bersiap-siap pergi ke Bank untuk mengecek saldoku. “Jak,
Li, gue ke Bank dulu. Hahahaha.” Aku melihat Rojak dan Ali melongo melihat
tingkahku. “Kayaknya si Riyon udah hasil tuh. Siap-siap kita bajak, Li.” Kata
Rojak menghasut Ali. “Hahaha.” Ali selalu begitu. Cueks bebeks.
Yes! Saldoku benar-benar bertambah. Segera aku
kembali lagi ke kosan. Ingin membagikan kebahagiaan ini kepada kedua sahabatku.
Sepanjang jalan, aku merasa berjalan diatas uang. Berlebihan memang, tapi pokoknya ini memang rejeki nomplok.
“Rojaaak, Alii, tebak dong gue dapet royalty berapa duit??” teriakku
dibalik pintu. “Berapapun duitnya, lo jangan lupa kita-kita hahaha.” Rojak yang
terlihat ikut bahagia. “Gue dapet royalty 25% brooohh.” Aku kipas-kipaskan buku
tabunganku yang sudah ditransfer itu. “25%? Kecil banget sih Yon. Coba gue liat
saldo lo.” Ali merebut buku tabunganku. Seketika, mata Ali dan Rojak menajam,
melotot setajam pedang. Sementara aku, tersenyum riang. “Serius ini Yon?? Dua
puluh juta mau lo apain????” teriak Rojak. “Tenang Jak, gue traktir lo bakso
tahu di depan. Gocengan aja. Hahaha.” Rojak mencibir. Tiba-tiba, Ali
mengagetkanku. “Yon, Yon, lihat. Jak lihat Jak.” Ali menunjuk iklan yang muncul
di saluran TV. Waaahhh. Itu iklan terbaru Raxeno. Iklan yang baru saja aku
mainkan seminggu yang lalu, akhirnya muncul. “Yooooonnnn, ketek lo mulus bener
lah Yon. Gue mau beli ah Raxeno Men. Hahaha.” Rojak memujiku atau mengejekku
ya? “Ehh eh tunggu, Lo cuma ngiklanin ketek lo doang Yon?? Modal ketek doang??
Wajah lo kagak dimunculin Yon?? Hahahahaha. Yang muncul wajahnya si Artis Luar
Negeri, yang dipake ketek Orang Lokal. Hahaha.” Baru kali ini si Ali puas
banget ngebully. Ya. Aku hanya diminta untuk menunjukan ketek saja. Katanya ketekku
udah paling sempurna dari pendaftar lelaki yang ada. Tapi, wajahku kurang oke.
Kurang gagah katanya. “Ahh gue gak peduli ya, iklannya mau kayak gimana, yang
penting gue udah nerima duitnya. Hahahaha.” Suasana kosan kini penuh dengan
suara-suara tawa. Ya! Yang penting bayarannya.
Dua puluh juta. Mungkin jika aku pakai tiga
juta, tidak akan habis begitu saja. Kini, harapanku tercapai sudah. Aku membeli
tiga tiket konser Taylor Swift, untukku, Ali dan Rojak. Dulu dengan keadaan
dompetku, aku tak bisa membeli satu tiketpun. Namun sekarang, aku bisa
membelikanpula untuk kedua sahabatku. We are Swifties! Terimakasih Tuhan,
Karena-Mu lah aku bisa seperti ini. Sepuluh persen dari hasil itu, aku
sumbangkan ke Yayasan. Dan tak lupa memberi tahukan berita ini kepada keluarga.
Akhirnya, aku menonton konser Taylor Swift
secara langsung. Bahkan bersama kedua sahabatku ini. Kini, dompetku tidak lagi
kelaparan. Selalu sehat sentausa. Semua ini karena si ketek. Bermodal dari
ketek, aku bisa mewujudkan semua harapan. Terima kasih ketek keberuntunganku. You
Belong With Me.
4 comments:
Bagus, lho!
Etapi, ndeh, itu referensi 3 tokoh protagonisnya itu siapa? Kok berasa familiar gitu ya? hahaha
Err-- sedikit masukkan nih, mungkin penulisan yang benar itu 'brosur', bukan 'browsur'. Kesannya jadi mau nyebutin 'browser' gitu..
Terus satu lagi nih, ndeh. Di bagian ini: "..dan Bapak Kumis merentangkan senyum dibibirnya.", mungkin lebih tepatnya 'menyunggingkan', bukan 'merentangkan'. Jadi kesannya kayak merentangkan tangan gitu.
Yaudah, segini aja deh ya responnya. See you next story!
Jaa mata ne!
aoihoshifiqih
Mbaaaak makasiihhh hehehe, siap sipp ndeh perbaiki :)
Jaa mata ne!
akhirnya bisa nonton taylor swift gara2 deodorant ya :D
Post a Comment