Akhirnya kebiasaaan burukmu bisa
hilang, Mas. Entah obat apa yang membuatmu menjadi seseorang yang normal
kembali layaknya manusia sungguhan. Jika dulu aku tidak menyemangatimu mungkin
sekarang aku tak tahu kau akan menjadi seperti apa. Kau beruntung mendapatkan
hatiku dan akupun sangat beruntung bisa memilikimu cintamu seutuhnya. Walaupun
dulu kau sering kena marah, hinaan, dan segala hal yang membuatmu down tak
terkendali. Kini kau menjadi sosok yang sangat keren bahkan gadis-gadispun
banyak yang naksir padamu. Tapi sekarang kau sudah menjadi milikku, Mas. Jangan
pernah sekali-kali menghianati cintaku setelah perjuangan yang selama ini aku
berikan, selama ini kita lewati.
Dibawah pohon rindang ini aku
jadi mengingat hal-hal yang dulu pernah kau alami. Pengalaman yang mungkin
ingin kau lupakan. Tapi bagiku jangan pernah kau menghapus kenangan itu. Walau
menurutmu pahit, tapi berakhir dengan sangat indah bukan?
<><><><><><><><><><><><>
Hujan deras masih mengguyur kota
kembang ini. Aku melihat ada sebuah warteg diseberang sana. Karena aku sangat
lapar dan sudah sangat kedinginan, aku memutuskan untuk makan di warteg itu.
Aku berlari kecil untuk menyeberangi jalan yang masih ramai dengan gemercik air
itu. Ketika aku masuk kedalam ternyata sangat sepi tak ada pengunjung sama
sekali. Tapi tak apa, aku segera duduk dan memesan.
Setelah beberapa menit aku
menyantap hidangan khas Tegal itu, ditengah sepinya warteg muncul sosok pria
yang ngos-ngosan kecapean. Dia langsung duduk di kursi sebelahku. Lalu dia
menatap tajam padaku, dan aku kembali menatapnya juga. Tak sadar kami saling
bertatapan. Namun tatapan kami pecah dengan suara petir dari luar.
“Ehh maaf.” Katanya sambil memalingkan wajah. Aku tak
menjawabnya dan akupun melanjutkan kembali menikmati hidangan Tegal tersebut.
Tapi tiba-tiba, mengapa ada sesuatu yang aneh? Aku mencium bau yang tidak
sedap. Aku mencoba mengendus-endus sekitar darimana bau itu berasal.
Penciumanku berhenti tepat didepan pria tadi. Dia gemetar dan anehnya dia malah
langsung pergi begitu saja. “Bu, saya ndak jadi pesan ya.” Teriaknya sambil
lari keluar. Padahal hujan masih sangat deras. Aku bingung, apa dia kentut ya dan
malu sehingga dia memutuskan untuk kabur. Entahlah.
Keesokan harinya, aku bertemu
lagi dengan pria itu di Taman Kota. Tapi setiap dia melihatku, dia selalu
langsung pergi menghindar. Dia sosok yang baik sepertinya, wajah oke,
penampilan cool dan sangat gagah dengan jas yang dipakainya. Tapi ya mengapa,
dia selalu kabur ketika melihatku.
Kini, aku sering bertemu
dengannya, dengan pria itu. Tapi seperti biasa dia selalu pergi jika melihatku.
Apa dia tidak suka denganku ya? Yasudahlah. Lagian aku tidak mengenalnya dan
begitupun sebaliknya. Sampai suatu ketika, mungkin dia memberanikan diri untuk
menemuiku hanya untuk meminta number handphone saja setelah itu dia pergi lagi.
Namun, entah angin mana yang membuatku langsung begitu saja memberitahukan
number handphoneku. Apa aku mulai memiliki rasa yang tidak biasa? Sampai kami
berdua mulai dekat walau hanya sebatas sms dan teleponan saja. Namanya Reno.
Saat itu pula dia tidak segan menyatakan perasaannya padaku. Dan entah mengapa
aku langsung menerimanya, menerima cintanya. Apa mungkin ini yang dinamakan
jatuh cinta?
Suatu malam, handphoneku
berdering dan ternyata dari Reno itu. Dia mengirim pesan singkat “Ra, besok
pukul sembilan temui aku di Café LaTansa yang seberang Jalan Sunda itu ya. Tks.”
Aku tidak membalasnya karena saat itu aku tidak punya pulsa.
Keesokan harinya, saat itu panas
terik menemani perjalananku menuju Café LaTansa. Sesampai disana dia sudah
standby duduk di kursi number 6. Dari kejauhan dia tersenyum padaku. Aku
langsung duduk dan membalas senyumannya. “Hey, akhirnya bisa bertemu.” Dia
hanya membalas dengan senyuman menawan. Kulihat dia mulai gemetar.
Indah, terlalu indah. Dirimu tak ada bandingannya. Senyummu mengalahkan
indahnya bunga mawar. Gerak-gerikmu membuatku semakin penasaran. Mengapa engkau
hanya diam? Wajah lugumu membuatku semakin terpaku. Terpaku pada satu titik
yaitu pesonamu. Kau terlihat gelisah. Matamu memancarkan satu makna yang
mungkin oranglain takan mengetahuinya. Dan mengapa kau tak pernah usik dari
tempat dudukmu? Wajahmu beku, semakin kaku. Namun, mengapa tiba-tiba aku
mencium sesuatu yang tidak asing lagi dihidungku??
“Bau apa ini?!” bau itu mengusik
lamunanku. “Kamu kentut?!” tanyaku pada lelaki yang saat ini bergelar sebagai
pacarku. “Ti.. tidak! Aku tidak kentut.” Jawabnya sembari gugup dan gemetar.
“Ohh kamu tidak kentut ya.. apa kamu cepirit????” aku menerka dan menunjuk dia
dengan garpu yang sedang aku pegang. “Hey hati-hati! Aku tidak.. tidak
cepirit!” tangkisnya pada garpu yang sedang aku pegang itu. “Lantas, bau ini
berasal darimana? Masa iya yang kentut baunya keterusan begini?!” jelasku yang
masih mengendus-endus dimana sumber bau itu berasal. Dia hanya diam, seperti
kijang yang telah dimangsa raja hutan. Tak bisa berkutip.“Kamu kenapa diam saja?!” aku kini mulai kesal, ditambah bau aneh itu semakin kesini semakin menyengat saja aromanya. Saat itu Reno mulai membuka pembicaraan, “Ra, entah mengapa saat aku melihatmu aku langsung menyukaimu, bahkan ingin melabuhkan cintaku di hatimu. Akhirnya aku bisa memilikimu walau saat itu aku tidak langsung mengatakannya. Ini adalah waktunya aku harus jujur.” Mendengar semua ucapannya, aku jadi bingung. “Kamu mau jujur apa Ren?” dia mulai menundukan lagi kepalanya, “Aku bingung dengan diriku sendiri. Sebelumnya aku tidak mau membuka hati. aku tidak ingin jatuh cinta. Namun kini, entah mengapa saat melihatmu rasanya aku menemukan orang yang tepat. Kamu mau kan jadi pendamping hidupku?” matanya tajam menatapku. “Jadi kamu mau jujur tentang ini? Haha. Oh ya Reno, aku juga menyukaimu. Hehe. Aku sudah lelah dengan semua sandiwara cinta. aku ingin menjalani semua ini dengan serius.” Jawabku sedikit malu.
Terlihat pancaran
bahagia dari binar-binar wajahnya. “Serius Ra, aku akan serius. Tapi ada yang
lebih ingin aku katakan padamu Ra. Mungkin ini adalah kekuranganku. Kamu jangan
kaget ya!” aku hanya mengangguk pertanda mengiyakan ucapannya. “Ini adalah alasan
mengapa dulu aku menutup hati dari yang namanya percintaan. Setiap aku menyukai
seseorang, entah mengapa Ra aku suka cepirit, bau lagi. Jadi aku tidak berani
mendekati wanita yang aku suka. Aku sakit hati saat terjadi seperti itu Ra. Aku
periksa ke dokter namun tak ada yang salah denganku. Akhirnya aku datang ke orang bisa, katanya jika ingin cepiritmu
sembuh kamu harus menikah. Sampai akhirnya, aku menemukanmu Ra. Aku mencintaimu
Ra.” Oalaaah! Apa semua yang dia katakan adalah benar??? Aku masih belum bisa
berkomentar. Sepertinya dia akan berbicara lagi. “Maafkan aku Ra, seperti yang
sudah aku katakan tadi. Aku tak kuasa menahan beban. Aku kira hanya hembusan
angin yang keluar tapi ternyata angin itu membawa puing-puing bongkahan hajat
yang tidak diinginkan.” Dia kembali menunduk.
“Kamu ngomong apa sih? Kamu baca
puisi Ren?” aku melongo kebingungan dengan apa yang barusan dia katakan.
“Dasar! Kamu ini tulalit.” Dia menjitak kepalaku dengan tangannya yang kemayu.
“Aku emang enggak ngerti!!” aku teriak, dia terdiam, pengunjung café tertegun,
kami semua saling berpandangan. “Suuuutttt!!! Jangan berisik Ra! Sebenarnya,
bau yang tidak sedap itu berasal dariku Ra. Aku cepirit.” Bisiknya padaku.
Namun aku tak dapat menahan luapan penasaranku yang kini telah terbongkar.
“Tuuuuhhhkaaaan!!! Kamu cepiriit!!!” teriakanku membuat semua pengunjung café
menatap kearah tempat kami duduk.
“Raraaaaa!!!!” kali ini Reno tidak bisa lari dari kenyataan.
Dia terjebak dalam ruang (bukan) nostalgia. Tapi dia terjebak oleh semua tatapan
mata. Mata mata itu membuat dia malu dan tak bisa berkata seakan lidahnya kaku
dan kelu. Dia menunduk lesu.
Semua
pengunjung tertawa. Ada yang saling berbisik (dasar tukang ghibah!) ada yang
sinis menatap kami. Ada juga yang cuek, mungkin pikirnya untuk apa mencampuri
urusan oranglain. Mungkin. Aku jadi ikut menunduk. Untuk memecah kesunyian, aku
mencoba membuat Reno tenang. Ini semua kesalahanku. Mengapa aku malah
berteriak! “Reno, bagaimanapun dirimu aku akan tetap mencintaimu kok.” Reno
memandangku, matanya mulai berlinang, jika tidak segera aku hentikan sepertinya
akan terjadi hujan badai. “Raraaaa, aku terharu. Terima kasih…” dia mengusap
linangan air matanya yang hampir mengalir. “Ya sudah. Sekarang kita pulang yuk!
Sebelum cepiritmu mempermalukanmu ehh mempermalukan kita.”
Reno
tersenyum. Setelah kami membayar makanan, kami segera meninggalkan café itu.
Saat kami akan keluar, semua mata tertuju pada kami yang sedang lewat. Rasanya
langkah kaki kami telah mengalihkan dunia mereka. Lalu aku teriak, “Mas…Mbaa…
tenang saja. Pacarku tidak meninggalkan jejak!” Mulai saat itu, aku berjanji
tidak akan datang ke café itu lagi. Dan kini baru kusadari, dibalik diammu
tersimpan naasnya cepiritmu.
<><><><><><><><><><>
Jika
ingat tentang kejadian itu, aku jadi semakin mencintaimu Mas. Kini kita sudah
berkeluarga, mempunyai seorang buah hati tercinta. Semenjak kita menikah,
cepiritmu sembuh. Kau sekarang menjadi pribadi yang sempurna. Cintaku mengobati
Cepiritmu.
4 comments:
Ihihihihihi. Cepirit bisa buat orang jatuh cinta juga yakk :)
Mas di sini panggilan kan ya? Setauku kata Mas ini menggunakan huruf kapital. CMIIW
Nice story telling, udah mulai bisa melebur, gak ngebosenin lagi. Twistnya udah okeh. Di asah lagi ya.
Aku sih yes...mas anang dan mas dhani gimana??
saya jg yes :))
Terima kasih semuanya :)
siap..sudah diperbaiki :D
Post a Comment