Kalian pikir ini di
istana, apa?!
Dengan mudahnya kita
bisa memanggil dayang-dayang untuk mengkipas-kipasi
tubuh yang kepanasan?! Tidak! Kita ini sedang dalam perjalanan! Jadi, kalian
semua tidak usah manja!
Lihatlah jalan itu! Dipenuhi dengan kabut tebal, dan itu harus kita lewati
bersama. Tidak boleh ada yang egois! Harus tetap berbagi jika kita ingin sampai
di puncak gunung itu. Dan ingat, buku panduan itu harus tetap kalian
pegang, jangan sampai hilang!
Itulah pidato dadakan yang kudengar
dari Aryo, saat kami istirahat di salahsatu tempat yang masih jauh menuju
puncak gunung tersebut. Ya, puncak Gunung Jaya Wijaya. Satu-satunya gunung di
Indonesia yang puncaknya diselimuti salju.
Salahsatu temanku terus saja mengeluh dengan perjalanan ini. Akhirnya Aryo emosi membara-bara. Katanya, “Jika kalian tidak sanggup, mengapa kalian memaksa untuk ikut?!” Namun taka da yang menjawab. Semua hanya bisa diam, membisu.
Langit masih tetap jauh di atas sana. Ketika senja merayap perlahan untuk melumat alam dengan tenang dan menenggelamkannya diam-diam ke kegelapan malam.
Aku masih duduk menikmati indahnya suara alam. Di tengah hutan
ini, aku semakin merasakan bahwa sangat besar sekali Kuasa Tuhan. Tak ada
kekurangan pun di alam ini. Aku mensyukuri atas nikmat-Nya.
Selain suara alam di sini, di senja hari, suasana hutan yang
rimbun dengan pepohonan berumur tua, tampak romantis. Bahkan bagi tupai dan
burung yang kasmaran di dahan-dahan pohon di atas sana. Aku tak kuasa
memalingkan pandanganku karena keindahannya.
“Nis, melamun saja.” Kata Aryo mengagetkanku.
“Eh, Yo. Alam ini indah sekali ya? Subhanallah!” Kataku.
“Iya Nis, sungguh indah. Cantik. Subhanallah!” Aku melirik
Aryo yang ternyata dia malah menatap ke arahku.
“Hey!” Aku menepuk tangan di depan wajahnya.
“Eh, ya ampun maaf. Aku terlalu terkesima pada ciptaan-Nya.”
Katanya, dengan wajah yang mulai memerah.
“Hmm.” Ujarku.
“Sudah hampir gelap. Ayo semua istirahat! Tenda sudah siap.”
Kata Aryo, kemudian berlalu dari pandanganku.
Ya. Aryo masih saja seperti itu. Lelaki yang mencintaiku, tapi tak mau menjadikanku sebagai pacarnya. Dia selalu bilang, “Aku akan selalu menjagamu, sampai tiba saatnya aku benar-benar memilikimu.”
Sepanjang perjalanan, dia selalu mengawasiku. Aku tidak keberatan, karena aku nyaman seperti itu. Aku berjanji akan selalu menjaga diri ini. Karena, bukan cinta yang memilihmu, tapi Tuhan yang memilihmu untuk kucintai. Semoga kita bisa bersama-sama mencapai puncak, segala puncak kehidupan ini.
1 comment:
Serius itu mengkipas-kipas? Bukan mengipas?? Duh saya bingung, maaf saya awam.
Post a Comment