Hai! Kamu yang jauh disana, apa kabar?
Dua bulan sudah, kulalui hari-hari ini sendirian. Ya,
sendiri, tanpamu.
Dari terbit fajar hingga ia tenggelam lagi, aku selalu membayangkan
kisah lama kita, kisah klasik yang kemudian kita rajut menjadi memori indah
takan terlupa.
Dulu, ya, itu waktu dulu. Aku pernah mendengar khotbah Jum’at
di satu mesjid yang tidak jauh dari rumahku. Kuceritakan apa yang aku dengar
dari khotbah itu. Kataku, “Tadi aku lewat mesjid pas lagi khotbah. Khotbahnya tentang
hak dan kewajiban seorang suami. Kata khatibnya, jika seorang dara telah
dipinang lalu dinikahi oleh seorang pemuda yang kemudian menjadi suaminya, maka
seluruh hak dan kewajiban juga tanggung jawab seorang istri tersebut ada
ditangan suami. Apapun yang diperbuat oleh seorang istri, semua harus
berdasarkan kehendak suaminya.”
Lalu dengan lugas kau katakan sebuah kalimat yang sampai
saat ini masih menggema di dalam hatiku. Atau mungkin sudah paten terekam di dalam
otakku. Kau bilang, “Nanti kamu harus jadi istri shalehah ya. Dan ingat, jangan
kangen terus. Kan nanti pasti serumah, tiap buka mata pasti liat aku.”
Tahu tidak, sampai saat ini pesan singkat itu masih aku
simpan. Bahkan semua pesan darimu itu aku lock dalam sebuah folder khusus
tentang bembicaraan kita dulu. Sampai semua perbincangan kita di telepon, semua
aku rekam dan aku simpan rapi dalam folder “masa lalu”.
Dulu, aku berharap apa yang kau ucapkan bisa menjadi
kenyataan. Namun, semua kandas, lenyap, seiring berjalannya waktu.
Kau tahu, kini tak ada lagi sosok yang selalu menyemangatiku
saat aku malas untuk menulis. Kini tak ada lagi sosok yang selalu menasihatiku
disaat aku melakukan kesalahan. Aku rindu omelanmu.
Aku hanya bisa menangisi semua yang telah terjadi. Bagaikan hujan
yang turun tak di undang, begitu pula dengan air mataku. Kenangan bersamamu
terus menggelayut di dalam pikiranku. Aku tak kuasa menahan tangis saat aku
mengingat semua itu.
Ada yang ingin aku tanyakan padamu.
Adakah yang salah dengan deraian hujan?
Apakah aku masih boleh menunggumu? Menunggu untuk
membuktikan semua ucapan-ucapanmu!
Mungkin itu tidak akan pernah terjadi. Atau mungkin kau
sudah lupa, dengan apa yang pernah kau ucapkan padaku? Entahlah.
Semula, ingin aku kubur semua kenangan tentangmu. Namun,
selalu nampak kegalauanku, berlari dan mengelak dalam kelabunya hati.
Aku sadar dan aku tahu rasanya kehilangan. Bukan aku tak
rela kau pergi, hanya saja aku tak kuasa menghapus semua kenangan tentangmu,
tentang kita.
Aku rindu kamu yang selalu menyemangatiku. :’)
No comments:
Post a Comment