Dia akan datang?! Gusar Mira dalam hati. Mira terkejut
ketika Ayahnya memberitahukan kabar itu siang tadi. Hatinya dagdigdug seperti
bedug, bila mengingat kembali pada kisah indah yang dulu pernah dialaminya.
Dilihatnya gantungan kunci “Fortune Cookie”
berbentuk hati, yang masih menggantung di kunci motornya. Itu adalah barang
terakhir yang Dia berikan pada Mira, sebelum Dia pergi.
Mira pergi ke halaman belakang rumah sambil mengemut lollipop dimulutnya. Mira merasakan
hembusan angin kenangan, yang melintas di penglihatannya. Matanya tertuju pada
satu titik. Dimana itu adalah tempat yang pernah menciptakan kenangan manis, kebahagiaan indah yang kemudian
berlalu begitu saja. Ya. Ayunan tua yang kini sudah tidak pernah digunakan
lagi.
“Mira, ini untukmu.” Diberikanlah sebuah gantungan kunci
kepada Mira.
“Fortune Cookie?”
“Aku juga punya. Lihat. Jangan sampai hilang ya! Semoga
keberuntungan selalu bersama kita.”
Itulah kebersamaan terakhir Mira dengannya. Ayunan itupun
tak pernah lagi digunakan bahkan disentuh sekali pun, semenjak Dia pergi. Dan
hanya menyisakan sebuah fortune cookie.
“Duuuuh. Anaknya Ayah melamun saja!” Mira tersentak dari
lamunanya. Ayahnya kini duduk menemani Mira di halaman belakang.
“Ayah, Mira degdegan.”
“Ya baguslah. Itu tandanya Mira hidup kan. Hehehe.” Canda
sang Ayah.
“Ihh serius, Yah. Rasanya sangat asing.”
“Sudahlah Ra, sekarang kamu sipa-siap. Sebentar lagi Dia
akan datang. Nanti Ayah yang akan menjemputnya ke bandara.”
“Iya, Yah.” Lalu Ayah pergi. Berlalu dari pandangan Mira. Mira
belum beranjak, masih menikmati sisa-sisa kenangan indah waktu dulu.
Beberapa menit kemudian, terdengar ada suara telepon
bendering. Mira segera bergegas mengangkatnya.
“Hallo?”
“Ini Mira?” Tanya sang penelepon itu.
“Iya? Ini dengan siapa?” Tanya Mira yang masih bingung.
“Tolong berikan pada Ayah. Aku ingin bicara dengannya.”
Perintahnya.
“Ayah?”
Tak banyak bicara, Mira langsung memanggil Ayahnya. Dan Ayah
segera menghampiri dan menerima panggilan telepon itu.
Mira memperhatikan gerak gerik Ayahnya di telepon itu.
Terlihat satu keresahan di wajah Ayahnya. Lalu seusai bicara di telepon, Ayah menghampiri Mira.
“Mira, Dia tak jadi datang, Nak.” Usap Ayah pada anak yang
selama ini selalu menemaninya.
“Jadi yang menelepon itu Dia? Kenapa Dia tak mau bicara
denganku, Yah?” Mira mulai berlinang air mata. “Ini hari ulang tahunku. Ulang
tahun kita. Dia sudah berjanji akan datang kan, Yah!” Kini Mira mulai
meneteskan air mata.
“Tenang Ra. Mungkin Dia ada keperluan mendadak. Atau mungkin
besok, Dia datangnya.” Ayah menenangkan Mira yang mulai menagis terisak-isak.
“Ayah, aku tidak meminta lebih padanya. Aku tidak meminta
kue ulang tahun yang besar. Bahkan untuk satu cupcake pun aku tak meminta. Aku hanya ingin Dia datang, Yah!”
“Dia pasti datang.” Sahut Ayah tersenyum.
Tiba-tiba, terdengar bel rumah berbunyi. Kini Ayah yang
membukanya. Terlihat ada bingkisan besar tersimpan di depan pintu. Ayah mencoba
memanggil Mira.
“Ra, ini bingkisan untuk kamu, Nak. Atas nama kamu. Coba
sini.” Teriak Ayah dari arah pintu.
“Dari siapa?” ketus Mira yang masih sembab dalam
tangisannya.
Lalu dibukalah bingkisan besar itu.
“Happy birthday……… saudaraku tersayang.” Sosok Dia muncul
dari dalam bingkisan itu. Dia yang sekarang sudah tumbuh menjadi pria dewasa.
Lelaki yang dulu menjadi teman bermain Mira, kini berubah menjadi pria yang
gagah, dewasa.
“Diaaaaaaa……” Mira memeluk Dia, saudara kembar Mira yang
sudah lima belas tahun berpisah karena perceraian orang tuanya. Dia ikut
bersama Ibunya, sedangkan Mira tinggal bersama Ayahnya.
“Kamu masih saja cengeng. Loh, kok jantungmu berdegup sangat
kencang?” sahut Dia yang masih memeluk Mira.
“Aku kan masih hidup ya pasti kayak gini lah.” Muka Mira
mulai merah.
“Sudah..sudah.. ayo masuk.” Ayah memotong pembicaraan
mereka. Lalu mereka masuk.
“Di, Ibu mana?” Mira yang dari tadi tak melihat sosok Ibunya.
“Ibu tidak bisa datang, Ra. Ibu hanya menitipkan ini.”
Diberikannya surat untuk Mira dari Ibunya. Mira mencoba untuk membuka dan
membacanya.
Mira sayang, selamat
ulang tahun, Nak. Ibu kangen kamu. Maaf Ibu tidak bisa datang. Ibu sedang di
Jerman. Ibu ingat sekali, bahwa kamu dan Dia sangat menyukai Ice Cream. Ibu sudah pesan kue ulang
tahun untukmu dan Dia yang terbuat dari ice cream coklat seperti yang kamu
pesan. Sampaikan salam Ibu pada Ayahmu.
Salam sayang, anakku.
Ibu.
“Ibu sibuk ya, Di?” Tanya Mira dengan wajah cemberutnya.
“Ya begitulah. Ra, fortune cookie-mu masih ada, kan? Aku selalu menjaganya.” Balas Dia dengan nada cueknya.
"Masih dong. dan itu selalu membawaku kepadamu, ketika aku merindukanmu."
Tak lama kemudian kue ulang tahun itu datang. Mungkin kue
itu bisa dibilang ice cream, ice cream coklat dengan taburan chocochip diatasnya.
Mira dan Dia juga Ayah menikmati kue ice cream itu. Terasa
seperti kembali pada kisah lamanya. Kisah si kembar yang terpisah karena perpisahan
Ayah dan Ibunya.
6 comments:
Suka ceritanya ndeh :)
Gusar Mira dalam hati
Bagian itu kayaknya masih baru aku baca.
Kalo aku lebih sreg, bisik hati Mira dengan gusar. Gitu, eh gak tau juga deh. Sorry.
'Bendering' --> Berdering
Duh, agak sedikit rancu sama nama 'Dia', kirain kata sapaan 'dia'. Mungkin pemilihan nama perlu dipertimbangkan.
Itu si Dia masuk ke kotak kado ya? Bahahahaha. Lucu.
Oia itu kalo boleh mah kasih alasan kenapa cerai gitu. IMO
“Mira, Dia tak jadi datang, Nak.” Usap Ayah pada anak yang selama ini selalu menemaninya.
Usap Ayah? Aku bacanya ngeri loh :p
Aku suka ceritanya, tapi mungkin alur menuju konflik batinnya Mira agak terlalu cepet. Padahal kayaknya bisa ditambahin semacam diksi yang menambah kegalauan Mira pas tau si Dia nggak dateng. mungkin si Mira kayaknya jangan dulu dibikin nangis, dibikin dia ngomong "Oh, begitu?" tapi auranya suram itu sebetulnya udah cukup nyesek. Oke? Tapi overall bagus kok! :D
Post a Comment