Laman

Life Must Go On !

Life Must Go On !
Tulis apa yang ingin kau kerjakan, kerjakan apa yang telah kau tulis !

January 22, 2014

Hujan Senja

Biarkan Stasiun Kereta Api itu menjadi saksi. Ya, saksi saat hati ini benar-benar merasakan kebahagiaan.

Aku, namaku Alisa yang telah menyelesaikan kuliah S1 di salasatu Perguruan Tinggi Negeri di kota Bandung. Sebagai hadiah kelulusan itu, ada yang akan memberikan hadiah indah padaku dan sekarang aku akan mempersiapkan segalanya untuk hari yang ditunggu itu.

Pagi itu aku bergegas mandi padahal waktu masih menunjukan pukul 05.00 WIB. Kalian tau kan bagaimana masih gelapnya langit pada saat itu? Bagaimana dinginnya pagi pada waktu itu? Entahlah, semua itu aku lakukan karena hari ini aku sudah ada janji dengan seseorang. Seseorang yang sangat aku tunggu kedatangannya. Seseorang yang berada nan jauh disana. Sebenarnya kami janjian untuk bertemu sudah sejak lama. Rencana yang sudah aku siapkan sejak jauh-jauh hari, jauh sekali sampai aku berhasil menyiapkan segalanya jika aku bertemu nanti. Mengapa aku siapkan segalanya? Karena ini adalah pertemuan pertama aku dengannya setelah sekian lama kami berpisah saat kami masih Sekolah Menengah Atas. Oke, kembali lagi pada cerita semula. Aku segera mandi saat udara masih dingin itu. Seusai mandi ya seperti biasa aku dandan supaya cantik jika nanti bertemu.

Setelah selesai semuanya, sekitar pukul 05.45 WIB aku SMS dia. Ya dia, seseorang yang sedang aku ceritakan. Aku belum menceritakan siapa dia itu. Siapa seseorang yang sedang aku ceritakan itu. Tak apa, karena setelah ini akan segera terungkap siapakah seseorang akan ku temui itu.

 “Ka, aku udah siap nih. Aku tunggu kamu di Stasiun Kereta Api Bandung itu ya ka. Aku berangkat sekarang. Kamu jangan sampai telat. Sampai ketemuuu” 
Ka? Oh jadi seseorang yang sedang ditunggu itu bernama kaka? Atau seseorang yang ditunggu itu adalah kakakku? Semuanya salah. Siapakah ka itu? Dia adalah kekasihku yang sekarang berjauhan denganku namanya Raka. Dia selalu memotivasi hidupku. Ketika tidak ada harapan untuk hidup, setidaknya ada dia yang selalu menghidupkan semangatku. Long Distance Relationship atau orang-orang sering menyebutnya LDR itu adalah hubungan yang sedang aku jalani saat ini. Kalian tau kan resiko seorang yang menjalani LDR itu seperti apa? Ya, kesepian. Hanya SMSan dan teleponan yang cukup bahkan lebih dari cukup dapat mengobati kerinduan hati. Dan sekarang adalah waktu dimana kami seorang LDR akan dipertemukan. Hal yang paling dinanti bagi pasangan yang menjalani LDR itu adalah bertemu langsung.

Kembali lagi, setelah aku sms saat itu dia tidak langsung membalasnya. Tak apa, mungkin dia sedang bersiap-siap pula untuk menyiapkan pertemuan yang selama ini aku tunggu. Aku segera pamit kepada orangtuaku. Mereka tidak bertanya mau kemana aku pergi sepagi ini karena sebelumnya aku sudah bicara kepada orangtuaku jadi ya mereka tidak bertanya lagi.

Waktu menunjukan pukul 06.00 WIB dan saat itu aku masih di dalam kendaraan umum atau angkot yang menuju ke tempat dimana kita akan bertemu yakni Stasiun Kereta Api Bandung. Tapi masih belum ada balasan pesan dari dia. Padahal tadi malam kami sudah membicarakan tentang pertemuan ini. Dan akupun mulai khawatir sehingga aku coba untuk sms dia lagi.
“Ka, aku bentar lagi nyampe. Kamu udah dimana? Jangan telat ya. Aku nunggu kamu.” “…” ( tak ada balasan)
“Ka, hari ini jadi kan?? Aku udah di Stasiun nih. Aku nunggu di halte ya. Kalo udah nyampe sini sms.” “…” ( masih belum ada balasan)

Tibalah aku di depan gerbang pintu masuk stasiun. Aku langsung berjalan ke halte dan berharap dia sudah ada disana. Aku terus berfikir positif alasan dia tidak membalas smsku, mungkin saja dia tidak ada pulsa ya mungkin saja. Aku langsung berjalan menuju halte di stasiun tersebut. Begitu cepatnya waktu berputar. Saat itu jam tanganku sudah menunjukan pukul 07.30 WIB dan taukah aku menunggu di halte itu hampir dua jam. Dan bodohnya, aku terus saja sms dia tanpa ada balasan sedikitpun dan mengapa aku tidak coba telepon dia?! Tidak terpikirkan olehku saat itu. Setelah aku sadar, aku langsung coba menelpon dia.
“tuuuuuut…tuuuut…tuuuuuut…tuuuuut……” itulah yang aku dengar saat aku menelponnya. “maaf, nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi silahkan……”
Mendengar jawaban seperti itu segera aku matikan karena sebal walau aku tau itu adalah operator. Dan setelah itu aku terus menghubungi namun selalu saja operator yang menjawab panggilanku. Dalam hati aku mengeluh, ini orang niat ngga sih buat ketemu?!! Kalo tau bakal kayak gini mending tadi aku tidur aja. Menyebalkan rasanya karena sudah tiga jam aku menunggunya disini. Aku terus mencoba mengirimi sms lagi dan terus mencoba menelpon lagi tapi nihil tak ada balasan sedikitpun.

Ramai sekali Stasiun ini, namun tidak dengan hatiku. Hanya nyanyian sendu yang berasal dari hati yang sekarang sedang menemaniku. Aku ingin menangis tapi aku tau ini adalah tempat umum dan apabila aku menagis sekarang, jelas pasti akan menjadi pusat perhatian. Mengapa? Ya karena aku sendirian masa iya tiba-tiba aku menangis tanpa sebab. Itu menurut orang-orang tapi kenyataannya aku ingin menangis karena ada sebabnya. Pikiranku terus saja terpusat pada beberapa pertanyaan. Apakah hari ini tidak akan ada pertemuan? Apakah hari ini aku harus menangis di tempat yang seharusnya memberikan kisah indah? Tidak tidak tidak, aku harus menahan air mata ini.

Sebenarnya dia kemana? Jangan buat aku khawatir dengan keadaan seperti ini. Jika memang dia tidak bisa datang ya aku akan pulang, tapi mengapa aku masih belum pulang setelah sekian lama menunggu di halte ini? Aku tidak tau, aku hanya ingin menangis hari ini. Aku terus mengecek handphone dan berharap ada balasan darinya. Tapi apa yang sedang aku lakukan ini adalah tindakan yang bodoh sampai sampai ada petugas yang mendatangiku. 

“neng, lagi nunggu seseorang?” 
“hehe, iya pak saya lagi nunggu.” Aku hanya menunuduk. 
“saya lihat neng dari subuh nunggu disini ya?” Malu banget ternyata ada yang memperhatikanku huh. 
“oh ngga juga pak, saya dari jam enam ko pak. hehe” 
“lama juga ya neng, sekarang sudah jam sepuluh. Yasudah bapak tinggal dulu ya. Mari.” 
“iya pak, silahkan.” Mungkin karena hati ini sedang kesal, aku jadi merasa kesal juga pada bapak petugas itu. Mendengar ucapan “bapak tinggal dulu” itu ya silahkan pergi saja sana jangan balik lagi. Ngapain juga ngepoin aku. huh sebal!

Mungkin aku sudah tidak sanggup lagi menahan tangis yang sejak tiga jam lalu aku tahan. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi meninggalkan halte itu. Tiba-tiba saat aku berjalan keluar halte, aku menangis begitu amat sangat deras seperti hujan. Ya seperti yang sudah aku bilang, resikonya adalah menjadi pusat perhatian orang-orang. Tapi aku tidak peduli, biarkan semua orang membicarakan aku yang penting dengan aku menangis sedikit mengurangi beban hati. Aku memandangi stasiun kereta itu, disinilah tempat seharusnya aku bertemu denganmu, tapi kenyataanya disini pula aku merasakan sakit hati yang teramat dalam. Tanpa sadar hari mulai sore, senjapun datang menyaksikan aku yang sedang menangis sendu. dan mengapa sosok yang aku tunggu tidak memberikan kabar sedikitpun. disini aku hanya menangis dan terus menangis. Mengapa hujan datang disaat yang tidak tepat? aku berharap hal ini bukan settingan  sinetron, tapi kenyataannya aku menangis ditengah hujan deras senja dan itu seperti sinetron. Senja lihatlah, dirimu begitu indah. Namun keindahanmu saat ini tidak mengubah perasaan hati yang sedang pilu. Bahkan langit pun ikut menangis walau ia tau ada senja indah dibalik kesedihanku.

Hari mulai gelap, hujan deras masih ingin menemaniku disini. Aku duduk di kursi taman yang terletak disebelah Stasiun kereta ini. Hanya lampu taman yang menemaniku malam ini. Gerungan motor, gerungan mobil yang seakan mengajakku mengobrol di tengah hujan deras ini. Musik lawas yang terdengar di Stasiun seolah mengajaku menari, menghiburku agar aku tidak bersedih lagi. Namun semua itu hanya bayang semu. Aku tau hati ini sangat sakit, tapi entah mengapa aku tidak ingin meninggalkan stasiun ini. rasanya ada yang menahanku untuk tidak pergi, tapi aku ingin sekali pergi. Oh Tuhan, apa yang akan Engkau tunjukan. Tapi aku coba untuk melangkahkan kaki, aku beranjak dari kursi taman yang sejak tadi menemaniku sendiri. Lalu tiba-tiba handphoneku berbunyi, segera ku buka di tengah hujan deras dan ternyata itu adalah pesan darinya. Dari Raka pastinya.
"sayang, kamu ko nangis?" 

Apa-apaan ini? mengapa dia tau kalau aku sedang menangis? tidak berfikir panjang aku langsung membalas pesan darinya. 
"kamu dimana hah??? aku nungguin kamu ka! ini sudah sangat gelap, kamu nyebelin!" 
"jangan marah dong say, tunggu ya " balasan darinya. belum sempat aku membalas pesannya, tiba-tiba dia meneleponku. Aku segera menerima panggilan teleponnya.
"jangan hujan-hujanan, nanti sakit" 
"kamu dimanaaa???" aku teriak sambil menangis. dan banyak orang yang melihat huh, mereka berbisik satu sama lain dan aku tidak peduli. 
"coba kamu lihat ke belakang." tanpa berfikir lagi aku langsung melihat ke belakang, mataku tertuju tepat di pintu masuk stasiun kereta api itu dan disana aku melihat sebuah poster besar yang bertuliskan. 

"WILL YOU MARRY ME?" 

Ditengah derasnya hujan, dia datang menghampiriku yang sudah basah kuyup ini. Aku merasakan detak jantung yang sangat kuat, kencang, dan entah apa yang aku rasakan saat ini. aku hanya bisa menangis. Saat dia berdiri tepat di depanku. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya. 
"boleh kah aku menjadi imammu kelak?" 
"kamu jahat, kamu nyebelin." aku hanya bisa menangis 
"aku akan segera melamarmu, aku pasang ya, ini cincin yang telah aku pesan selama setahun. coba liat deh. indah bukan? seperti dirimu, walau sedang menangis kamu tetap indah." 
“tapi, jika kamu telat menelponku tadi dan aku langsung pergi sepertinya tidak akan seindah ini.” 
“maaf say, aku hanya ingin memberikan kejutan untukmu. Tadinya aku takut gagal namun bagiku ini sempurna, seperti dirimu. Selamat ya atas kelulusanmu semoga ini jadi hadiah terindah yang aku janjikan.”
“ini adalah hadiah terindah sangat indah, makasih ka.” Aku masih belum bisa berhenti menangis, kali ini menangis bahagia yang aku rasakan. 
“sama-sama sayang, maafin aku udah bikin kamu khawatir.” 
"iya, tapi aku sangat kedinginan." tanpa sadar badanku mulai lemas, tidak dapat merasakan apa-apa lagi dan katanya aku langsung pingsan.

Saat aku tersadar, aku sudah ada di rumah. Dan di sofa sebelah tempat tidurku ada dia yang sedang tertidur pulas. Aku memandang sosok lelaki yang baru saja membuat hatiku sakit namun segera mengobati sakit itu dengan kebahagiaan yang begitu besar. Aku berharap dia adalah seseorang yang Tuhan kirim untuk kehidupanku kelak.

Setelah kejadian di Stasiun itu, seminggu kemudian Raka melamarku. Kami tidak memutuskan untuk menikah dulu karena kami ingin sama-sama melanjutkan cita-cita yang belum tercapai. Raka yang sama-sama sudah lulus kuliah memutuskan untuk pindah ke kota Bandung yang memang dia diterima bekerja di sebuah perusahaan IT di kota tersebut. Aku pun di terima bekerja di Bank Indonesia di Kota Bandung. Sekarang kami bukan pasangan LDR lagi yang setiap saat hanya sms dan telepon yang mengobati kerinduan kami, tidak lagi. Hari ini aku akan bertemu Raka di tempat yang menurutku bersejarah. Dimana lagi kalau bukan di Stasiun Kereta Api. Yang telah menjadi saksi kebahagiaanku saat itu. Aku segera sms Raka, yang isinya sama persis seperti smsku yang dulu. 

“Ka, aku bentar lagi nyampe. Kamu udah dimana? Jangan telat ya. Aku nunggu kamu.” Kali ini sms ku dibalas olehnya. 
“iya sayang, aku udah nyampe kok setengah jam yang lalu. Hehe kamu yang jangan telat ya.” 
“iya -_-”

Setelah sampai di stasiun, baru saja aku turun dari angkot sudah disambut oleh petugas di stasiun kereta tersebut. 

“mau nunggu seseorang lagi neng?” 
“ngga kok pak, justru sekarang saya yang ditunggu. Mari pak.” 
“mari, mari, silahkan.” 
Aku segera berlari kearah halte di stasiun tersebut dan Raka sudah berdiri di pintu masuk halte itu. 
“siapa yang telat?” raka langsung menghampiriku. 
“hehe, iya aku maaf deh. Tapi tidak setelat kamu waktu itu kan? wuuuu” 
“iya iya, yuk ke taman. Aku mau nunjukin sesuatu.” 

Entah kejutan apalagi yang akan dia berikan dan aku langsung mengikutinya ke taman. Setelah sampai, luar biasa sangat indah sekali. Taman itu di hias dengan sangat cantik, aku tidak tau harus berkata apa. 
“kamu nyiapin ini semua sendirian? Indah banget asli. Makasiih.” 
“iya lah sendiri, tapi dibantuin sih sama bapak petugas di stasiun ini. Tuhhhh.” 
Aku melirik ke sebelah kanan dan ternyata itu petugas yang biasa aku temua, dari jauh bapak itu mengacungkan jempol sambil tersenyum dan aku balas dengan senyuman. Hehe 
“udah ah liatin pa petugasnya, nanti terpesona.” 
“ya enggalah, kan udah ada kamu.” 
“iya sayang, ayo duduk.” Kami berdua tepat duduk di kursi yang dulu aku menangis sendiri. Duduk menangisi seseorang yang kini selalu ada disampingku. 
“tempat ini sangat bersejarah bukan?” 
“iya ka, haha aku sangat bodoh pada saat itu. Duduk sendirian ditengah hujan dan yaa…” aku belum selesai bicara Raka langsung memotongnya. 
“sudahlah, tapi kebodohanmu itu menjadikan kita seperti ini kan. Hehe. Coba kalo dulu kamu tidak bertindak bodoh seperti itu, mungkin kita tidak akan bersama. Jika kamu tidak menungguku, mungkin aku akan merasa gagal membahagiakanmu. Aku sayang kamu Alisa.” 
“Aku juga sangat sayaaaaaang kamuu ka.” Aku bersender pada raka dan melihat indahnya taman stasiun kereta api tersebut. Memang benar, kadang kesalahan kita bisa menjadikan sebuah kebahagian untuk kita. 

Dalam hati aku berkata. “benar ka, jika aku tidak bertindak bodoh saat itu. Jika aku tidak menunggumu disini, mungkin aku tidak akan merasakan kebahagiaan yang sekarang sedang aku jalani. Bersama denganmu, disampingmu, untuk selamanya.”
 

(Indahnya taman ini, namun tak mengalahkan keindahanmu Alisa. Saat kau menungguku, menghiraukan kegagalanku, dan saat kau berhasil membuat sukses kisah cintaku, kisah cinta kita berdua. Karena cinta abadi takan pernah gagal terlewati.) -Raka-

No comments: