Laman

Life Must Go On !

Life Must Go On !
Tulis apa yang ingin kau kerjakan, kerjakan apa yang telah kau tulis !

January 23, 2014

Mrs. Galau #1



Adakah cinta yang tulus kepadaku, adakah cinta yang tak pernah berakhir.

Bagiku, lagu itu hanya sebatas harapan. Tentu saja, tidak ada salahnya jika kita menginginkan cinta yang memang benar-benar tulus. Tidak ada salahnya pula jika kita meminta agar cinta yang dijalani tidak pernah berakhir. Namun, semua itu hanya suatu keinginan saja dan tidak akan pernah terjadi.
Seperti cinta yang sering kujalani, tak pernah ada yang tulus dan pasti selalu berakhir. Bahkan hal itu pernah membuatku untuk menutup hati, menutup diri dari romantika percintaan.

Aku, mahasiswi di salah satu Sekolah Tinggi di kota Bandung. Namaku Zahra Nisa tapi teman-temanku sering memanggilku Rara. Apapun sebutan yang mereka berikan padaku, aku terima saja. Namun ada sala satu teman memanggilku dengan sebutan Mrs. Galau dan itu sangat membuatku semakin takut akan jatuh cinta semakin membuatku untuk lebih menutup diri dari hal seperti itu.
“ Hai Ra, ko cemberut terus? Lagi galau ya? ”
“ Apa urusanmu dengan kehidupanku? ”
“ Ya ampun, Mrs. Galaunya marah tuh. Putus cinta lagi kali ya. Hahaha 

Aku hanya pergi saja dari ocehan teman-temanku itu. Aku tau, mereka hanya bercanda tapi aku masih belum bisa menerima hal-hal yang membuatku teringat akan kisah cinta. Tapi teman-temanku selalu memberi semangat kepadaku. Selalu menghiburku saat perasaanku tak menentu.
Sampai suatu saat, aku dikenalkan oleh sahabatku namanya Natya kepada teman lelakinya. Dan  Ari, ya lelaki itu adalah Ari. Dia adalah teman sahabatku yang sekarang menjadi teman dekatku. Hari demi hari kami berteman layaknya teman dekat yang sangat akrab. Canda tawa, senda gurau, dan lontaran-lontaran kata yang membuat hatiku berbunga sering dia ucapkan walaupun hanya sebatas smsan.

Suatu ketika, dia pernah mengatakan bahwa dia menyukaiku, dia mau aku jadi pacarnya. Namun, aku masih takut. Aku takut sakit hati yang dulu aku alami terjadi kembali. Aku ceritakan semuanya kepada sahabatku. Tapi sahabatku hanya bisa tersenyum dan hanya menasihatiku.
“ Ra, kamu mau kaya gini terus? Menutup hati untuk orang-orang yang menyayangimu? Apa kamu tidak egois Ra? ”
“ Tapi Nat, aku belum siap. Aku, aku hanya masih takut…”
“ Lalu, dengan ketakutanmu akan membuat semua jadi lebih baik? Ngga Ra! Coba, sekali ini aja kamu buka hati kamu untuk seseorang yang menyayangimu.”
“ Tap Nat, aku takut…” ( menangis)
“ Zahra Nisa, aku mengenal Ari sudah sejak lama. Aku yakin dia tidak akan menyakitimu. Dan kamu percaya deh, aku disini sebagai sahabatmu selalu mendukung kamu. Semangat! Jangan nangis! ”
“ Makasih Nat, aku coba pikirkan lagi. ”
…..
Sejak saat itu, aku mulai mencoba membuka hati untuk Ari. Aku bertemu dengan Ari di suatu tempat yang sangat indah. Penuh dengan bunga-bunga bermekaran. Pertanyaan Ari waktu itu aku jawab iya, iya aku mau jadi pacarnya.
“ Ra, aku sayang kamu. Aku janji gak akan nyakitin kamu Ra. ”
“ Tapi semua laki-laki selalu berkata seperti itu. ”
“ Ra, percaya sama aku. Aku bakal jagain kamu. Aku sayang kamu. Kamu mau jadi pendamping hidup aku?”
 Bunga mawar merah dia berikan saat itu padaku. Tiba-tiba air mata mengalir begitu saja dimataku. Aku tidak tau harus bagaimana.  Saat dia mengatakan “ pendamping hidup ” adalah sesuatu yang membuat aku semakin takut akan hal itu. Namun, aku teringat akan perkataan Natya. Bahwa takut tidak akan merubah keadaan. Akhirnya akupun menerima Ari saat itu.
“ Ra, ko nangis? Kalau kamu belum siap, aku akan menunggu. ”
“ Tidak, aku hanya bahagia saja. Aku mau…”
“ Mau? Jadi kamu menerima aku Ra? ”
“ Iya”
“ Terimakasih Tuhan, kau telah mengabulkan do’aku. Aku janji akan menjaga wanita titipan-Mu. ”
Aku hanya tersenyum dan hanya membayangkan bagaimana nanti kedepannya. Aku harus bangkit! Aku harus merubah sikap yang selama ini menjadi bahan candaan teman-teman.

Aku langsung ceritakan kepada Natya bahwa aku menerima cinta Ari. Natya hanya mengucapkan selamat berbahagia dan mendukung aku agar tetap ceria dan bersemangat.
Sampai keesokan harinya, aku tiba di kampus, aku berjalan menuju tangga utama dan saat aku menaiki satu anak tangga tiba-tiba terdengar suara terompet yang membuat aku kaget dan terjatuh. Tepuk tangan terdengar di sekelilingku dan ucapan selamat silih berganti memasuki telingaku.
“ Zahra Nisa… selamat yaaaa dan kami iku bahagia. ”
“ Mrs. Galau gak akan galau lagi sekarang. Yeyeye. ”
“ Semangat ya sahabatku!” Rama mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun.
“ Kalian ini apa-apaan?! Aku jatuh malah di kasih selamat! ”
“ Iya Ra kamu jatuh, ya jatuh cinta. Ciyeeee. Hahahaha. ”
“ Pasti Natya yang memberi tau kalian, huh. ”
“ Kami hanya bahagia saja Ra, akhirnya sahabat kita yang satu ini sudah bangun dari keterpurukan. Hehehe”
“ Dasar kamu ini.”
Aku hanya tersenyum melihat semua tingkah teman-teman kampusku. Ya, aku adalah Zahra yang sekarang sudah bangun dari keterpurukan. Yang sudah membuka hati untuk mulai menerima cinta dari seseorang. Seseorang yang bisa dibilang baru aku kenal. Tapi aku percaya, dia bisa menjadi seseorang yang bisa aku banggakan dan tidak akan pernah meninggalkan penyesalan.
“ Ari, aku percaya padamu.”
…..
Setelah aku jalani kisah ini bersama Ari, aku merasa nyaman. Bahagia yang ku rasakan sangat berbeda dari sebelum sebelumnya. Hari demi hari kami lalui bersama. Tidak pernah ada pertengkaran yang membuat kami sampai harus perang seperti pasangan lainnya. Walau kadang sering terjadi kesalahpahaman. Namun hal itu dapat kami selesaikan dengan segera. Aku sering mengatakan satu hal kepada Ari bahwa aku hanya memberi dia satu kesempatan. Jika kesempatan itu hilang maka akupun akan menghilang.
“ Ra, kamu tau gak kisah Romeo dan Juliet? Sampai filmnya pun sangat loaris pada masa itu.”
“ Aku belum pernah ”

 Namun, sebuah kisah tidak pernah ada yang berjalan dengan mulus pasti selalu ada godaan dan rintangannya. Hari demi hari, dari bulan ke bulan aku semakin merasakan ketidaknyamanan bersama Ari. Karena apa? Karena akhir-akhir ini dia selalu membandingkan aku dengan mantannya yang dulu. Setiap ada kesalahan yang aku perbuat pasti selalu dia bandingkan dengan mantannya. sampai suatu ketika, hanya karna hal sepele dia langsung saja menceritakan mantannya yang dia anggap lebih baik daripada aku.

Aku tidak tau harus bagaimana, rasanya aku ingin kembali menutup hatiku. Aku tidak ingin menceritakan hal ini kepada teman-temanku karna aku bisa menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin. Aku bingung apa yang ada dipikiran Ari, baru saja tiga bulan kami bersama. Awal yang indah aku rasakan namun perlahan semakin menghilang. Apakah aku memang tidak dilahirkan untuk mendapat kebahagiaan? Apa aku harus kembali mendapat sebutan Mrs. Galau?! Aku hanya ingin aku bahagia.
“ Terus saja bandingkan aku dengan mantanmu! ”
“ Aku tidak maksud membandingkan Ra, aku hanya ingin kamu berubah! ”
“ Berubah?! Berubah supaya bisa seperti mantanmu?! ”
“ Ra, bukan seperti itu…”
“ Semua laki-laki memang sama, pembohong, pemberi janji palsu. ”
“ Ko kamu bilang gitu Ra? Aku sayang kamu Ra.”
“ Sayang?! Kalau kamu memang benar-benar sayang, kamu pasti nerima aku apa adanya bukan malah membandingkan aku! ”
“ Maaf Ra, aku tidak bermaksud…”
“ Jika kamu terus memaksaku untuk menjadi seperti mantanmu, aku rasa hubungan kita cukup Ri! ”
“ Ra, maafkan aku. Jangan seperti ini Ra. Aku sayang kamu!”
Aku pergi meninggalkan Ari saat itu juga. Air mata terus mengalir dan tak bisa ku tahan untuk berhenti. Aku kembali berfikir untuk menutup pintu hati sampai memang ada seseorang yang benar-benar Tuhan kirim untukku. Bukan untuk menyakitiku tapi untuk menjadi pelindungku, menjadi imamku sampai akhir hayat nanti.
…..
Inilah waktu yang tidak pernah aku inginkan. Bertemu teman-teman kampus yang selalu bisa menebak keadaan hatiku. Aku yakin, mereka pasti bisa mengetahui apa yang sedang aku alami dan yang sedang aku rasakan sekarang ini.
Saat aku menaiki tangga, tiba-tiba terdengar suara dari arah selatan yakni dari ruang B.2.1 yang merupakan kelas belajarku bersama teman-teman.
“ Raraaaaaaaaaaa, gimana kencannya kemarin?”
“ Biasa saja.” Jawabku yang masih berjalan menaiki tangga.
“ Biasa saja? Tidak mungkin! Lalu kenapa ko murung seperti itu? ” salah satu teman menghampiriku.
“ Tidak apa-apa, aku hanya tidak enak badan. Dan sedang tidak ingin kalian ganggu. ”
“ Sedang tidak ingin kami ganggu? Ra kamu kenapa? Kami tau ko, pasti ada yang terjadi kan? Cerita Ra cerita!”
“ Kalian ini, jangan so tau! Aku duduk diujung sana yaa. ”
“ Ya, terserah Mrs. Galau deh! ”
“ Kenapa kamu sebut aku begitu lagi? Huh.”
“ Nyatanya kamu memang galau kan? Kami tau ko Ra, kami tau! ”
Namun, percakapan mereka terpotong karena dosen pengajar sudah masuk.
“ Aku lanjutkan sepulang mata kuliah! ” kata teman Rara.

Perkuliahan berlangsung selama tiga jam, aku tidak focus dengan materi yang disampaikan oleh dosen. aku hanya melamun dan diam. Sampai tiba waktu pulang, perkuliahan selesai namun lamunanku masih belum selesai. aku masih terdiam di bangku paling ujung di kelas B.2.1 itu.
“ Ra oyy, udah pulang kaliiii!!!” teriakan salah satu teman Rara.
“ Ra, ayolah ada apa? Cerita!”
Karna memang sudah tidak kuasa lagi, akhirnya aku menceritakan semua keluh kesahku. Air mata terus bercucuran tak bisa ditahan. Teman-temanku hanya bisa melihat aku menangis. Mereka hanya bisa diam dan aku terus saja menangis.
“ Aku menyesal, aku menyesal, aku menyesal!”
“ Ra tenang, mungkin ini masih bisa dibicarakan. Namanya juga remaja Ra, pasti terjadi konflik.”
“Aku sudah tidak kuat ver, sudah cukup ini yang terakhir kalinya aku disakiti! ”
“ Ra, coba kalian bertemu lagi deh kali aja semua jadi baik kembali. Dan… ”
“ Sebenarnya kalian ini temanku atau bukan? Mengapa kalian tidak pernah mendukungku?! Mengapa kalian selalu……”
Aku tidak bisa berhenti menangis, sepertinya aku akan menjadi sosok yang tertutup lagi. Kali ini aku benar-benar ingin menutup hati. Mengunci rapat agar tidak ada lagi yang berani menerobos dinding hati ini.
“ Kamu harus kuat Ra, maafkan kami dan kami tidak bermaksud apapun selain ingin melihatmu bahagia.”
“ Bahagia? Ingin melihatku bahagia?? Lihat sekarang, aku sedang bahagia atau tidak?!! Aku pulang sekarang dan jangan ganggu aku!”
“ Ra, maafkan kami.”
Aku pergi meninggalkan mereka yang masih ada di dalam kelas. Saat itu aku tak kuasa untuk menahan tangis. Sampai pulangpun aku masih saja menangis. Tuhan, kuatkanlah aku. semoga ini jalan yang terbaik dari-Mu.
…..
“ Nat, aku tidak habis pikir dengan sikap Rara. Dia mengakhiri hubungan kita.”
“ Apa?? Serius?! Mengapa Rara tidak cerita padaku! Kamu apakan dia?”
“ Aku tidak berbuat apa-apa Nat. aku hanya ingin merubah sikap buruknya. Tapi dia selalu merasa aku membandingkannya dengan orang lain.”
“ Akan ku telepon dia, apa Rara masih belum bisa membuka hatinya?”
“ Entahlah Nat, aku bingung.”

Pagi ini Ari mendatangi rumah Natya dan menceritakan semua yang telah terjadi diantara kita. Hari itu pula aku semakin merasa tersudutkan karena Natya marah tentang hal itu sebab aku tidak menceritakan masalahku padanya. Handphone aku matikan karena memang saat ini aku sedang tidak ingin diganggu. Aku hanya ingin sendiri dan pasti akan tetap sendiri.
Tiba-tiba ada yang membuka pintu kamarku dan itu adalah sosok yang selalu menenangkan hatiku yang selalu membuat aku nyaman walau dalam keadaan hati yang rumit sekalipun. Ya, itu adalah ibuku. Beliau menghampiriku dan mulai melakukan pembicaraan yang mungkin bisa dibilang serius.
“ Rara kenapa sayang? Ko belum keluar kamar dari pagi, memangnya tidak lapar ya? Padahal ibu sudah masak makanan kesukaan Rara loh.”
“ Iya bu? Rara pasti makan ko bu. Masakan ibu kan memang paling enak.”
“ Ya ampun Ra, rasanya ibu tidak pernah mengajarkan Rara kalo sedang bicara dengan membelakangi ibu kan?”
“ Maafkan Rara bu, maaf.”
“ Rara kenapa nangis sayang, sini cerita sama ibu.”
“ Bu, Rara sudah jadi Mahasiswi sekarang. Apa Rara masih boleh memeluk ibu? Apa Rara masih boleh manja kepada ibu?”
“ Rara, sampai kamu jadi nenek-nenekpun silahkan sayang. Ibu tetap ada disini buat kamu.”
“ Makasih bu, Rara selalu sayang ibu. Rara cinta ibu.”
Rasanya diam dipelukan ibu membuatku merasa nyaman, nyaman sekali. Aku langsung memulai pembicaraan dengan ibu. Sampai aku menangis didepan ibu, sebenarnya aku malu tapi inilah saat yang mungkin akan membuat segalanya semakin nyaman.

~bersambung...

No comments: