Laman

Life Must Go On !

Life Must Go On !
Tulis apa yang ingin kau kerjakan, kerjakan apa yang telah kau tulis !

May 30, 2014

Jumatulis #11 Bosan Tindas Tekanan Bunuh Tertawa - Ketika Cinta Bercerita



Kadang, aku bosan menunggu. Menunggu dirimu, yang selalu menyisakan tekanan batin yang teramat dalam. Jika semua yang aku lakukan hanya sia-sia, mengapa tidak kau tindas saja hati ini?! Atau aku harus bunuh perasaan ini, agar kau tak lagi terbebani?! Tapi, bukan! Bukan itu keinginanku! Aku akan selalu menunggumu, walaupun aku harus terus menangis, walau sampai aku tak bisa tertawa kembali. Karena, aku sudah terlanjur jatuh. Jatuh cinta padamu.
            
Pagi ini angin sepoy menggoda daun-daun yang mulai menguning. Ia juga mencoba mengajakku bermain, hembusannya selalu membuatku terperanjat dari lamunan. Seakan ia tak ingin aku terus larut dalam kesepian. Andaikan aku menjadi dirimu, angin, aku akan terbang bebas pergi kemanapun sesuai maksud hati ini. Satu yang aku mau, aku ingin pergi menemuinya.
“Dasar! Ratu Galau tak pernah berhenti galau.” Nita, teman satu kost. Selalu mengoceh tak jelas disaat aku sedang melamun.
“Namanya juga Ratu Galau.” Kataku acuh.
“Hahaha. Kamu mau ngilangin galaunya enggak?” tanya Nita.
“Mau mau, gimana Nit?”
“Bilang dong ke orangnya, jangan dipendam terus.”
“Bilang? Aku yang bilang? Yang bener aja! Dia itu cowok populer Nit, di-ka-la-ngan-nya. Duuuhh mau ditaruh di mana mukaku kalau aku bilang, terus dianya cuek. Hih.”
“Ah! Kamu tuh gengsian. Emansipasi wanita dong. Wanita yang harus mulai duluan. Jangan mau kalah sama lelaki!” gelagatnya sambil mengacung-acungkan tangan.
“Emansipasi ya emansipasi, gak ada hubungannya sama urusan hati!”
“Hmmm. Terserah sih.”
            
 Kemudian Nita pergi meninggalkanku. Meninggalkanku yang masih mematung, bingung karena perkataanya, sarannya, yang menurutku itu sangat ekstrim. Lebih ekstrim dari semua penomena alam di dunia ini. “Apa aku harus bilang?” batinku.

Aku berdiri tepat di depan gerbang kelabilan. Kadang aku bahagia masuk ke dalamnya, kadang pula aku menderita jika mengetahui keadaan yang sebenarnya. Tapi, bisa dibilang itu bukan yang sebenarnya, melainkan sesuatu yang hanya aku lihat saja. Melihat dia yang selalu dekat dengan semua wanita kampus. Tuhan, mudahkanlah segalanya.

“Hai Ris! Baru datang?” jarak dua meter, dia, iya dia, Ardi namanya, menyapaku. “Eh, iya.” Jawabku. “Sarapan belum? Ada menu baru nih. Nasi goreng labil. Kalau sudah masuk mulut, rasanya labil. Hehe.” Katanya sambil membawakanku daftar menu café kampus. “Wahh, harus nyoba nih.” Kataku sedikit antusias kalau soal makanan. Tapi tapi tapi, dia memalingkan wajah pada arah yang lain. “Andin, Dima, cobain yuk nasi goreng labil. Dijamin bakal ketagihan. Pas buat sarapan kalian.” Otomatis dua orang cewek itu langsung menghampirinya. Aku merasa dimadu tiga! Tapi, siapa aku?! aku pergi, tak jadi memesan. “Ris, mau kemana?” katanya. “Masuk kelas.” Jawabku. Lalu aku pergi tanpa melirik lagi ke arahnya.
           
Hati ini serasa teriris hingga menipis. Aku cemburu! Aku sudah tak bisa begini lagi. Aku harus mengatakan bahwa aku menyukainya. Bahkan lebih dari sekedar suka. Gengsi? Buang sajalah jauh-jauh. Aku harus mengatakannya. Aku lelah di-php-kan terus. Perhatiannya yang sekarang terus diberikan pada semua orang, aku tidak rela! Aku akan mengatakannya.

Tengah hari. Panas terik mulai berani menantang siapa saja yang ada di luaran sana. Angin sepoy hanya sesekali lewat untuk sekedar menyejukkan saja. Hari ini sangat panas, sepanas hatiku yang sudah membludak karenanya. “Nita, hari ini aku akan menuntaskan semuanya. Aku akan mengakhiri kegalauanku!” batinku bergumam.

Aku mengintip dari kejauhan. Ardi masih dan selalu sibuk. Aku menunggu waktu yang tepat saat café tidak terlalu ramai. Dan sekaranglah waktunya. Aku mulai berjalan menuju café. Kulihat Ardi sedang duduk di sana.
“Ardi, aku menyukaimu.” Sontak Ardi langsung berdiri saat aku membisikan kalimat itu dari arah belakang. Semua yang ada di café ikut kaget dan langsung melirik ke arahku. Aku tak peduli.
“Ri..Risa! kamu tadi yang..yang bilang?” tanyanya dengan mata terbelalak.
“Hehehe, iya. Aku menyukaimu.” Bisikku padanya.
           
Terlihat wajah Ardi kian memerah. Rasanya hatiku kini terasa lega. Plong. Tak ada beban lagi yang mengganjal. Aku senyum-senyum sendiri tak bisa berhenti. Rasanya banyak sekali bunga yang mengitariku saat ini.
“Risa, tapi Ris aku kan…”
“Kamu tak perlu menjawab apapun, aku hanya sekedar menyampaikan maksud hati. Jangan terlalu dipikirkan, mungkin ini hanya, hmm ya sudah. Selamat melanjutkan aktivitas ya!” Aku pergi meninggalkan Ardi yang masih mematung di café.
             
Yes! Aku merasa tenang sekarang. Aku sangat senang karena sudah mengatakan ini padanya. Pada Ardi sang pelayan café kampus. Aku tak mau mendengar apapun darinya. Bukan maksud aku menembaknya, hanya saja aku sudah menyampaikan maksud hati yang sebenarnya.

Alasanku menyukainya karena dia sangat perhatian padaku, walau cinta tak butuh alasan tapi ini sangatlah beda. Aku tau, dia perhatian kepada semua pelanggannya, tapi entah mengapa akumenjadi egois dan memutuskan bahwa perhatian dia padaku sangatlah berbeda. Dia baik kepada semua pelanggannya, tapi kepadaku sikap baiknya berbeda. Walau dia hanya seorang pelayan, tapi aku menyukai keramahannya. Senyumnya bak bunga mawar yang mekar, sangatlah indah. Ahhh Ardi, aku tak kuasa berpaling dari pesonamu.

Sepuluh menit kemudian, belum sampai aku di kelas tujuan, tiba-tiba ada bunyi sms dari handphoneku. Tak bernama, kubuka smsnya dan sangat sangat panjang sekali.

Aku juga menyukaimu Risa.
Sebenarnya aku bukan seperti yang kamu bayangkan.
Aku juga mahasiswa di kampus ini di kelas karyawan. Aku bekerja hanya untuk menambah uang saku saja. Haha.
Aku kalah cepat, Ris. Tadinya hari ini aku akan menemuimu. Tapi tiba-tiba kamu sudah ada di belakangku.
Sekali lagi, aku menyukaimu Ris. Jauh sebelum engkau mengenalku sebagai pelayan di café ini.
Sampai ketemu pulang kuliah ya. Di sini, di café ini J
~Ardi~

Aku terpaku, diam membisu. Akhirnya, aku mulai bisa bernapas lega. Galau? Sirnalah sudah. “Ehh, ngomong-ngomong dia tahu numberku dari siapa? Hmm dasar penggemar rahasia.” Batinku, bahagia.

No comments: