Laman

Life Must Go On !

Life Must Go On !
Tulis apa yang ingin kau kerjakan, kerjakan apa yang telah kau tulis !

March 16, 2014

Gadis? Berbaju merah.



Nyiur hijau di tepi pantai. Angin sepoi-sepoi mengejar gadis yang berlarian di pantai itu. Aku berdiri dibalik pohon kelapa, bersembunyi, mengamati gadis cantik nan mempesona. Ku amati setiap gerak-gerik langkahnya, ia menari indah bersama hembusan angin. Gadis itu bernama Lafika, aku tahu namanya dari salahsatu teman pelautku. Dia mengenakan baju merah semacam dress dengan bordiran bunga tulip dipinggirannya, juga selendang putih. Seperti menandakan rasa cintanya pada Tanah Air yang Kaya ini. Merah-Putih. Ya, itulah warna yang dikenakan gadis itu.

“Datanglah kemari kekasih. Aku sangat merindukanmu. Jangan kau pergi meninggalkanku. Jika kamu tak kembali, aku seperti melihat lembayung tidak akan pernah datang lagi.” Itulah lantunan lagu yang ia nyanyikan. Entah penyanyi atau grup band apa yang membawakannya, tapi bagiku lantunan lagu itu sangat asing terdengar. Suaranya sangat merdu. Tariannya sangat indah, tak ingin rasanya aku mengedipkan mata karena tak mau melewatkannya.

Akhirnya, aku memutuskan untuk menghampiri gadis itu. Ku dekati perlahan sampai tepat aku berada di hadapannya. Lalu, “Huaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” ia berteriak dan berlari seperti melihat hantu. Padahal, kata orang-orang aku paling ganteng di kampung. Lupakan saja.
“Hei, tunggu!” cegahku pada gadis itu. Dia berhenti sejenak, dan melirik ke arahku. Aku mendekatinya lagi dan, “Stop! Jangan kau lanjutkan langkahmu!” dia melotot dan menutupkan selendang putih ke kepalanya. Lalu dia pergi, berlalu dari pandanganku.

…..
“Mengapa kau terus mengharapkan lelaki itu?!! Ayah sudah mencarikan penggantinya. Dia tidak akan kembali lagi. Tidak akan pernah!!!” Ayah Lafika tampaknya sangat marah. Lafika tersungkur di kaki Ayahnya.

“Tapi Ayah, Lafi mencintainya. Dia berjanji tidak akan meninggalkan Lafi.” Lafika terus menangis namun ayahnya hanya menghiraukannya. “Jika pulang nanti, dia memintaku untuk diam di pantai dengan baju merah ini. Dia ingin aku yang pertama dilihatnya, Ayah. Lafi mohon, dia pasti pulang Yah. Lafi mohon.”
Namun tampaknya permohonan Lafika tidak ditanggapi Ayahnya. Beliau pergi meninggalkan Lafika yang masih menangis. Menangisi takdir yang diterimanya. Tangisannya semakin membuncah.
Setiap hari menjelang senja, Lafika selalu diam di tepi pantai. Mengenakan Baju merah. Menari dan menyanyi. Menanti seseorang yang dicintainya.
…..

Aku bingung pada gadis itu. Mengapa dia lari dan pergi begitu saja. Dan, mengapa bayangan gadis itu selalu datang dan menari-nari di pikiranku. Mengenakan baju merahnya. Dan Nampak sekali senyuman indah komplit dengan lesung pipitnya. Semoga esok aku bisa bertemu lagi. Dengannya. Semoga saja.

Matahari mulai naik, tepat berada diatas kepalaku. Ya, sebentar lagi gadis itu akan datang ke pantai ini. Seperti biasa, aku sudah siap bersembunyi dibalik nyiur hijau pohon kelapa. Tak lama kemudian, benar, gadis itu datang ke pantai dengan mengenakan dress merah lagi. Sempat aku berpikir, tidakkah dia punya baju selain yang itu? Tapi tak apa, kecantikannya sangat terpancar dengan ia mengenakan dress merah itu. Aku tidak terburu-buru untuk menghampirinya. Aku masih ingin menikmati lantunan lagu dan gerakan tariannya. Bagiku itu sangat indah. Aku tidak bisa mengalihkan pandanganku darinya.

Setelah lama menyaksikan keindahan pemandangan pantai, bukan pantainya yang indah, tapi karena ada Lafika disana, semua menjadi sangat indah. Aku mencoba menghampirinya lagi. “Hai, gadis cantik.” Berharap dia tidak teriak dan lari lagi. Namun, sepertinya aku mengagetkannya dan, “Huaaaaaaaaaaa!!” lagi-lagi dia berteriak tapi sebelum dia lari aku segera memegang tangannya. Begitu halus. “Tunggu, aku bukan orang jahat.” Berharap dia mau menoleh ke arahku. “Tolong lepaskan aku!” dia menangis dan akhirnya aku lepaskan saja. “Maafkan aku.”

Akhirnya, kami berdua bisa mengobrol namun dari jarak yang lumayan cukup jauh. Mungkin terdengar aneh, tapi aku teriak-teriak untuk bisa mengobrol dengannya. Di tepi pantai kami ditemani deruan ombak dan kicauan burung menemani obrolan di senja ini.
“Gadis cantik, mengapa setiap hari kau selalu ke pantai ini? Mengenakan dress merah, menyanyi dan menari. Bagiku itu sangat indah.”
“Jadi selama ini kau selalu melihatku? Tolonglah pergi darisini!”
“Pergi? Tentu saja aku tidak mau. Aku mengagumimu wahai gadis cantik.” Saat aku menoleh padanya, dia sepertinya akan menangis. “Kau kenapa? Maafkan aku.”
“Aku tidak seperti yang kau kira. Setiap hari aku ke pantai ini, aku sedang menunggu seseorang pulang. Dia memintaku untuk memakai baju ini, karena dia menyukai warna merah. Jadi, tinggalkan aku sekarang!”

Mendengar ucapan gadis itu hatiku serasa teriris, dia sedang menunggu seseorang. “Kau menunggu siapa? Kekasihmu?” lidahku menjadi kelu dan kaku.
“Ya. Aku menanti kepulangan kekasihku. Raja dihidupku, dia suamiku.”
Rasanya mendengar ucapan yang satu ini hatiku bukan teriris lagi, tapi hancur lebur tak tersisa. Penjelasan gadis itu, bahkan aku pikir dia bukan gadis lagi, sangat membuat hatiku tercabik-cabik seperti cabikan harimau terhadap mangsanya.

“Mengapa tidak ada yang memberi tahuku bahwa Lafika telah bersuami??!!!” Teman-temanku hanya tertawa melihat kemarahanku. Sejak saat itu aku tidak ke pantai lagi. Aku ingin melupakan sosok Lafika, yang suka menyanyi dan menari-nari mengenakan baju merah untuk menunggu kepulangan suaminya itu. Lupakan!

No comments: